BRASIL MEMANUSIAKAN DEWA Mendominasi sejak menjuarai Piala Eropa - TopicsExpress



          

BRASIL MEMANUSIAKAN DEWA Mendominasi sejak menjuarai Piala Eropa 2008, Spanyol seperti "dewa" sepakbola di kancah internasional. Tapi Brasil yang indah membuat mereka kembali menjadi "manusia". Banyak cerita menarik yang kita dapatkan selama Piala Konfederasi 2013 yang baru saja berlalu. Mulai dari pemain Tahiti yang memanggil pelatih mereka dengan sebutan "papa", karena memang sudah saling kenal sejak kecil; atau seorang pemain Tahiti yang akhirnya bertanding melawan Fernando Tores setelah sebelumnya pernah menjadi guide untuk bintang Chelsea itu berbulan madu di Tahiti; atau Spanyol yang berhasil memecahkan rekor kemenangan tertinggi Piala Konfederasi saat menggunduli Tahiti 10-0; banyaknya penalti yang gagal (5 dari 9 pinalti tidak berbuah gol); dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak cerita menarik itu, bagi saya yang paling menarik adalah seputar Brasil dan Neymar. Brasil yang oleh mayoritas pendukungnya sendiri sempat dianggap tak mampu berbuat banyak di Piala Konfederasi, apalagi di Piala Dunia nanti, ternyata berhasil membungkam kritikus dengan tampil sebagai juara. Sebelumnya berbagai media masa, terutama radio dan TV talk show, seakan kompak meremehkan bahkan terkesan melecehkan tim mereka sendiri. Siapa akan mencetak gol bagi Brasil, mereka bertanya penuh sangsi. Hulk? Mau panggil Spiderman, Superman, Batman pun Brasil tidak bakalan juara! Lelucon seperti ini marak di kalangan rakyat Brasil sebelum turnamen dimulai. Kenyataannya sungguh bertolak belakang: Brasil tidak hanya berhasil menjadi juara tapi juga melakukannya dengan begitu meyakinkan! Back four Brasil begitu kokoh dan stabil sepanjang turnamen. Dibantu doble sixers (dua gelandang bertahan) Paulinho dan Luiz Gustavo serta penjaga gawang Julio Caesar yang juga bermain luar biasa, pertahanan Brasil terlihat aman. Berkat penampilan pemain-pemain bertahan yang penuh disiplin inilah permainan Selecao secara keseluruhan menjadi seimbang. Brasil bermain secara seimbang, baik saat bertahan maupun saat menyerang. Betul-betul suguhan permainan taktis yang impresif dan jauh dari citra Brasil yang "asal menyerang", atau "yang penting cetak gol" dan berbagai analisa miring lainya yang terkadang memang benar adanya. Barisan depan pun terlihat impresif sepanjang turnamen. Terlihat jelas SEMUA pemain ingin menunjukan pada publik bahwa mereka tidak pantas diremehkan. Dan yang paling ingin menunjukkan kebolehannya adalah seorang bintang muda berumur 21 tahun yang baru saja dibeli oleh Brcelona dan langsung diikat dengan sebuah kontrak yang di dalamnya tertera sebuah buy out clause dengan jumlah yang fantastis: 190 juta euro! Siapa lagi kalau bukan Neymar Da Silva Santos Junior. Neymar berada di bawah tekanan pers Brasil sebelum Piala Konfederasi berlangsung. Memang performa Neymar di timnas saat itu merosot tajam. Dari 42 tendangan yang dilesatkan Neymar dalam 9 pertandingan sebelum turnamen, hanya 16 yang mengarah ke gawang. Pundi-pundi golnya juga menurun semenjak Luiz Felipe Scolari mengambil alih kendali sebagai pelatih. Sebelum era Scolari, Neymar mencetak 21 gol dalam 34 pertandingan untuk Brasil. Setelah Scolari menjadi pelatih, Neymar memasuki masa-masa paceklik gol. Inilah yang membuatnya dikritik keras oleh pers setempat. Dan kritikan inilah yang ingin ditepis oleh Neymar dengan bermain trengginas selama Piala Konfederasi. Sebagai jawaban atas kritikan yang diarahkan kepadanya Neymar melesakkan gol cantik demi gol cantik, terpilih dua kali sebagai man of the match, serta yang terpenting mempersembahkan Piala Konfederasi ketiga berturut-turut untuk negaranya. Motivasi pemain Brasil yang begitu meluap-luap, banyaknya pemain yang bermain dalam kondisi peak performance dan keseimbangan permainan tim berakibat fatal bagi lawan-lawan mereka, termasuk pasukan para "dewa" Spanyol. Hanya kalah sekali dalam 4 tahun terakhir, Spanyol tentu saja dijagokan banyak pihak (termasuk saya) bakal menjuarai Paiala Konfederasi. Lalu mengapa pasukan bala dewa ini gagal menyandingkan Piala Dunia, Piala Eropa dan Piala Konfederasi? Ada beberapa faktor. Selain faktor hebatnya Brasil seperti yang dijabarkan tadi, pertandingan semifinal yang melelahkan melawan Italia, ditambah panjangnya musim ini bagi sebagian besar punggawa tim "Matador" menyebabkan mereka bermain bak manusia biasa. Pemain Spanyol terlihat jelas kecapaian. Saat tubuh capai konsentrasi akan turun. Kekuatan mental masing-masing pemain juga akan melemah. Saat tubuh capai kemampuan kordinasi juga menurun. Pendek kata, saat capai pemain akan banyak melakukan kesalahan baik secara teknis maupun secara taktis. Dan itulah yang terjadi sepanjang pertandingan melawan Brasil di final. Pemain Spanyol rata-rata melakukan kesalahan kontrol dan passing bola yang tidak lazim mereka lakukan. Secara taktis, barisan pertahanan yang berdiri jauh ke atas (istilah lainnya adalah "pressing satu") juga terlihat rentan serangan balik, dan umpan-umpan terobosan yang selama ini relatif jarang terjadi karena biasanya pressing dilakukan dengan penuh tenaga dan konsentrasi penuh. Pasukan bala dewa Spanyol dijinakkan oleh Brasil. Tim yang sebelum Piala Konfederasi diremehkan berhasil memanusiakan para dewa. Salut buat Brasil! Timo Scheunemann (Detik)
Posted on: Tue, 02 Jul 2013 08:03:34 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015