Bagaimana Punk dan Islam Memandang Kapitalisme Oleh : Aditya - TopicsExpress



          

Bagaimana Punk dan Islam Memandang Kapitalisme Oleh : Aditya Abdurrahman Abu Hafizh a.k.a Aik[1] “Inside the factory are wages for slavery, And every product at the end of the line And every sh*t flushed away in your private bog, Is a product of another persons slog. There maybe a little in front of your name, But everybodys sh*t still smells the same.” Dikutip dari lirik lagu “Capitalism is Cannibalism”—Anthrax SUBCHAOSZINE – Kapitalisme sering disebut pertama kali dalam daftar paham yang paling ditentang oleh subkultur punk diseluruh dunia. Melawan kapitalisme sudah dianggap fardhu ‘ain bagi punk karena dianggap sebagai biang diskriminasi ekonomi dan berujung pada keuntungan bagi lapisan atas dalam masyarakat.[2] Kapitalisme sering disimbolkan dengan korporasi-korporasi besar berskala multinasional. Punk, yang kecenderungan berideologi anarkisme tidak merasa memerlukan hal-hal yang dihasilkan dari perusahaan-perusahaan raksasa itu, disamping memang anggapan mereka bekerjasama atau mengkonsumsi produk korporasi-korporasi tersebut berarti mendukung eksploitasi-eksploitasi yang mereka lakukan kepada kelas bawah. Dalam perspektif punk beserta ideologi anarkisme yang dibawanya, kapitalisme adalah faham yang paling bersalah dalam menciptakan kondisi kesenjangan sosial dimasyarakat. Para kapitalis yang memiliki modal dianggap berkuasa sepenuhnya terhadap kelas bawah dengan memegang kendali penuh lapangan pekerjaan. Mereka berhak memilih mana yang menurut mereka pekerja yang berkualitas dan mana yang tidak. Mereka juga memegang kendali untuk memecat siapa saja yang dirasa tidak dapat menghasilkan keuntungan lebih banyak dari gaji yang sudah mereka bayarkan kepada pegawai itu. Para pemilik modal itu tidak merasa takut dengan kekosongan posisi pegawai itu karena mereka berpikir bahwa masih ada banyak orang lain yang akan datang melamar pekerjaan karena membutuhkan uang untuk biaya hidup. Bagi punk, satu-satunya cara untuk menghancurkan kapitalisme adalah dengan melakukan pemboikotan. Mereka menyebarkan ancaman-ancaman bahwa kelas bawah harus keluar dari pekerjaan mereka di perusahaan-perusahaan itu, agar para pemiliknya kebingungan karena tidak ada lagi yang bertugas menjalankan mesin-mesin pabrik mereka. Seorang tokoh yang dianggap ‘bapak’ pemikiran anarkisme pernah berkata dalam bukunya berjudul Anarkisme & Anarko-Sindikalisme, “Salah satu bentuk tindakan langsung yang paling efektif adalah mogok sosial, yang kerap dipakai di Spanyol dan Perancis, yang juga menunjukkan tanggung jawab mengagumkan dan sedang berkembang dari para pekerja terhadap masyarakat secara keseluruhan… Mogok sosial dimaksudkan untuk memaksa para majikan supaya bertanggungjawab pada publik. Tujuan utama mogok tersebut adalah supaya konsumen mendapat perlindungan, yang mana para pekerja merupakan bagian terbesar darinya.”[3] Sedangkan kelas bawah diajarkan untuk mandiri dengan berusaha menghasilkan karya-karyanya sendiri untuk menghidupi kebutuhan mereka sehari-hari tanpa harus bergantung pada korporasi kapitalis. Oleh karena itu punk sangat dikenal paling gencar memegang prinsip do it yourself (DIY), yaitu suatu prinsip kemandirian yang dilandasi perlawanan terhadap kapitalisme. Untuk hal ini, Craig O’Hara pernah mengatakan dalam bukunya The Philosophy of Punk, “Kami tidak merangkul para pebisnis yang kaya atas kehidupan kita demi profit mereka. Kami dapat mengorganisasikan show, event, demonstrasi, menerbitkan literatur dan cetakan lainnya, mengadakan aksi boikot, serta berpartisipasi dalam berbagai aktifitas politik. Dan kami dapat melakukan itu semua dengan sangat baik.”[4] Namun cara punk dan para anarkis dalam melawan kapitalisme dengan mogok bekerja tanpa diikuti dengan kemandirian yang cukup untuk para pekerja sering kali justru menyengsarakan para pekerja itu sendiri. Ketika buruh mogok, berarti mereka menanggung resiko apapun dari pihak perusahaan. Yang terburuk adalah tidak digaji disaat hari-hari mogok tersebut, atau bahkan justru dipecat. Mungkin benar bahwa perusahaan akan rugi karena produksi mereka tidak berjalan hingga beberapa hari. Tapi apa yang dilakukan para buruh juga berdampak cukup berat juga bagi keluarga dirumah yang juga butuh makan dan kebutuhan hidup lainnya. Bahkan mungkin kesengsaraan dari pihak buruh bisa lebih besar. Bagi punk, khususnya yang konsen dengan pemikiran anarkisme, kapitalisme benar-benar sosok yang sangat jahat. Bagi mereka haram hukumnya menjadi seseorang yang memiliki banyak kekayaan dan menguasai pabrik-pabrik. Dalam pandangan mereka, setiap ada struktur hirarki dalam masyarakat, maka pasti disitu ada penindasan. Ini artinya, punk dan anarkisme tidak mempercayai adanya sistem hirarki yang adil. Tidak ada dalam kamus mereka orang kaya yang menjadi pemilik-pemilik perusahaan namun juga berlaku adil serta memuliakan pekerjanya. Jika ada karyawan yang loyal dan merasa nyaman dalam suatu perusahaan, mereka anggap sebagai keberhasilan bagi kapitalis untuk mencuci otak mereka. Pekerja-pekerja loyal hanyalah objek yang ditipu dengan manisnya kebijakan perusahaan, padahal sesungguhnya perusahaan hanya mengeksploitasi mereka untuk mencari keuntungan yang lebih besar. Cara pandang punk dan anarkisme itu menutup seluruh celah kemungkinan-kemungkinan lainnya tentang hal-hal yang terkait dengan kapital, hirarki, dan struktur sosial. Hal inilah yang membedakan tentang bagaimana Islam memandang itu semua. Dalam pembahasan bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang jahat, tentu sejalan dengan pemikiran Islam. Namun bedanya, Islam tidak menyamaratakan seluruh hal yang berbau kapital (uang), hirarki, dan struktur sosial selalu berorientasi buruk terhadap kelas bawah. Islam sangat menentang eksploitasi ekonomi yang dilakukan manusia terhadap manusia lainnya. Hal tersebut masuk dalam kategori perbuatan zhalim yang sangat dikutuk oleh Allah Swt. Mempekerjakan buruh diluar batas kemampuan, menggaji dengan upah rendah, dan tidak memperlakukan pekerja dengan baik, semuanya adalah aktivitas kapitalisme yang juga sangat ditentang dalam Islam. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa’ 29) Dari ayat tersebut mengatur dengan baik bagaimana seharus hubungan muamalah antar manusia. Tentu ini termasuk dalam konteks kasus pemilik perusahaan dan buruh. Islam juga tidak pernah melarang seseorang untuk kaya dan berada diposisi penguasa modal. Dalam pandangan Islam, salah satu kelemahan ekonomi kapitalis adalah tidak adanya siklus kekayaan dari orang-orang kaya kepada orang-orang miskin di suatu negara. Sedangkan dalam Islam, siklus kekayaan seseorang diatur dengan kewajiban zakat, infaq dan sedekah. Inilah yang membuat keseimbangan ekonomi dalam kehidupan orang kaya dengan orang miskin.[5] Allah Swt sering mengisyaratkan perintah untuk mencari rezeki melalui ayat-ayatnya yang berbicara tentang halalnya perdagangan dan jual-beli, berbisnis, dan menikmati keuntungan. “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah 275) “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Al-Mulk 15) “…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah,…” (Al-Muzzammil 20) Menjadi orang kaya, dalam kondisi-kondisi tertentu bukan hanya dihukumi boleh, namun hukum itu bisa menjadi wajib ketika kondisi sosial di masyarakat saat itu memang membutuhkan kekayaan kita. Bahkan seorang muslim yang kaya lalu kekayaannya bisa memberikan manfaat bagi orang lain (bukan untuk mengekspoitasi mereka) disebut sebagai sebaik-baik pemilik harta. Seperti yang dikatakan Rasulullah Saw dalam hadits, “…Sesungguhnya harta benda itu menghijaukan mata dan terasa manis, dan sebaik-baik pemilik harta benda itu adalah seorang muslim yang memberikan sebagian darinya kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim dan musafir.” (HR. Mutafaqun ‘Alaih) Dalam riwayat yang lain, Rasulullah Saw mengatakan bahwa kekayaan itu tidak akan menimbulkan dampak buruk jika berada ditangan orang-orang yang bertaqwa. “Kekayaan itu tidak berbahaya bagi orang yang bertaqwa kepada Allah Swt.” (HR. Ahmad) Ketika kondisi umat Muslim terpuruk secara ekonomi, seluruh maka akan berpengaruh pada berbagai aspek lainnya didalam tubuh umat. Yang terjadi, umat muslim pasti akan menjadi objek penindasan bagi umat lainnya. Terlebih jika yang diterapkan di masyarakat adalah sistem ekonomi selain syariah yang ribawi, maka yang berkuasa didunia ini hanyalah kapitalis-kapitalis yang berorientasi pada keuntungan, tanpa memikirkan dampak kezaliman yang mereka lakukan melalui sistem ekonomi ribawi itu. Belum lagi, aset-aset usaha, seperti pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, akan dikuasai oleh orang-orang non muslim yang sudah pasti tidak memiliki etika dan aturan yang jelas dalam agama-agama mereka yang mengatur secara adil. Kondisi-kondisi yang demikian mewajibkan bagi umat Islam untuk menjadi kaya raya. Karena kekuatan ekonominya akan membantu tumbuhnya sektor-sektor yang lain juga, untuk memajukan umat dari berbagai bidang. Tidak ada yang perlu ditakuti jika melihat banyak umat Islam yang kaya raya. Tidak perlu merasa khawatir jika ekonomi masyarakat berada ditengah kekuasan umat Islam, selama pemilik kekayaan berpegang teguh pada ketaqwaan dan menjalankan sistem perekonomian Islam yang benar. Karena sejatinya perekonomian Islam bukan untuk menghasilkan penggelembungan modal pada orang-orang tertentu saja, namun ekonomi Islam lebih pada pemanfaatan modal bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Hal-hal yang ditakuti dan dianggap oleh para punk dan anarkis tidak akan terjadi jika sistem ekonomi Islam ditegakkan dimuka bumi ini. Kapitalisme memang musuh bersama para anarkis maupun Islamis sekalipun, namun Islam memberikan solusi yang jauh lebih relevan dan indah dibandingkan solusi para anarkis yang mutlak mengharamkan kekayaan (kapital). Wallahu a’lam [] Dimuat juga di hidayatullah [1] Penulis adalah Dosen di Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya dan anggota MIUMI Jatim [2] Dikutip dari essay berjudul “Anarkisme: Arti Anarki Salah Kaprah Di Indonesia” dalam Road To Freedom ‘zine yang diterbitkan Kolektif Bunga Surabaya. [3] Rudolf Rocker, “Anarkisme & Anarko-Sindikalisme”, Yogyakarta: Sumbu Press, 2001, hal. 70-71. [4] Craig O’Hara, “The Philosophy of Punk: More Than Noise”, AK Press, 1999, hal. 132 [5] KH. Abdullah Gymnastiar, “Saya Tidak Ingin Kaya, Tapi Harus Kaya”, Bandung: MQ Publishing, 2006, hal.7.
Posted on: Tue, 05 Nov 2013 13:51:15 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015