Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai satu tujuan tunggal, - TopicsExpress



          

Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabil dimaksud adalah terhadap barang dan jasa, yang tercermin pada perkembangan laju inflasi. Serta stabil terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah. Undang-Undang memberi status dan kedudukan Bank Indonesia (BI) sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang itu. Statusnya pun adalah sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata, yang berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, BI dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Sejak tahun 2005, BI menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). BI mengatakan bahwa kebijakan nilai tukar itu adalah untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, BI melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi. Secara operasional, dipergunakan instrumen-instrumen, seperti operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan, dan lain-lain. Sistem nilai tukar mengambang, dengan berbagai variasi kebijakan, sebenarnya sudah diterapkan sejak Agustus 1997. Sebagaimana diketahui, krisis 1997 diikuti melemahnya nilai tukar rupiah sehingga sempat mennyentuh Rp17.000 per USD, dan baru mulai “terkendali” pada kisaran Rp7.000-9.000 pada tahun 1999. Suasana ketidakpastian nilai tukar rupiah, memberi alasan para pelaku bisnis keperluan akan lindung nilai (hedging) dari transaksi berdenominasi rupiah yang mereka terima, sementara mereka banyak beroperasi dengan dolar AS. Bahkan ketika sudah relatif stabil pun masih demikian, antara lain dipicu aturan (sejak Januari 2001) yang melarang asing mengakses transaksi rupiah berjangka di dalam negeri. Terbatasnya peluang hedging di Indonesia (onshore) menjadi alasan kemunculan pasar di luar negeri (offshore) bagi bursa berjangka rupiah. Termasuk hadirnya bursa berjangka rupiah tanpa transaksi fisik, atau disebut Non-Deliverable forward (NDF). Bursa NDF memang hadir dengan dalih utama memenuhi kebutuhan lindung nilai, dan sebelumnya sudah banyak menyasar mata uang berbagai Negara Berkembang. Dalam praktiknya, NDF diperdagangkan over the counter di berbagai pusat finansial dunia, seperti New York (mata uang Amerika Latin), dibandingkan kebutuhan lindung nilai. Skema NDF pun kemudian populer untuk rupiah, ketika perekonomian Indonesia mulai pulih, dimana semakin banyak pihak asing yang butuh lindung nilai. Demikian pula dengan aksi spekulasi NDF rupiah. Ada informasi bahwa transaksi NDF rupiah offshore lebih ramai dibandingkan transaksi bursa rupiah onshore yang menjadi patokan resmi kurs rupiah terhadap dolar AS. Diperkirakan selama 2012, transaksi harian onshore rupiah mencapai sekitar 500 juta dolar AS, sementara transaksi harian offshore (NDF) rupiah volumenya bisa mencapai 700 juta sampai 1,3 miliar dolar AS. Pasar NDF rupiah merupakan salah satu yang terbesar di Asia bersama peso Filipina dan yuan (renminbi) Cina. Salah satu soalan yang muncul adalah kurs rupiah yang tercipta di pasar NDF berbeda dengan kurs resmi. Kemungkinan besar, kurs di NDF memengaruhi psikologi pelaku pasar di dalam negeri. BI bahkan mengakui berdasarkan penelitiannya pada 2012 terhadap bursa spot rupiah, berjangka (forward) rupiah, dan NDF rupiah dari 2008 sampai 2011, bahwa selalu terjadi volatilitas kurs rupiah terhadap USD. Dikatakan pula, kurs rupiah di pasar spot onshore termasuk yang volatilitasnya terendah di antara mata uang Asia, namun untuk NDF-nya mempunyai volatilitas tertinggi. Disimpulkan juga mengenai adanya dampak rambatan (spill over) dari volatilitas di pasar NDF rupiah terhadap pasar spot dan berjangka rupiah di dalam negeri. Dapat ditambahkan soal terkuaknya kasus rekayasa kurs NDF terhadap mata uang Asia yang dilakukan Asosiasi Bank Singapura dengan korban paling banyak adalah rupiah, ringgit Malaysia, dan dong Vietnam. Diduga kuat, para trader bank-bank yang menawarkan jasa NDF di Singapura saling berkolusi untuk menentukan rate kurs rupiah agar meraup untung mudah. Maka jika memperkirakan nilai tukar rupiah atas dasar “buku teks” seperti soal neraca perdagangan, transaksi berjalan, dan lain sebagainya semata, akan kurang presisi. Kebijakan BI untuk mengendalikan volatilitasnya pun semakin sulit, setidaknya berbiaya semakin tinggi. BI sudah amat menyadari bahaya NDF ini, dan sejak lama melarangnya. Namun, lokasi transaksi terbesarnya justeru di luar negeri, yang bukan menjadi yurisdiksi BI. Nah, kembali kita diingatkan bahwa “kendali” banyak hal penting dalam perekonomian nasional tidak berada dalam otoritas ekonomi Negara, melainkan pihak lain. Kita dapat saja menyebutnya sebagai “kekuatan pasar” sehingga arah kebijakan pun terpaksa selalu berusaha bersahabat dengan pelaku pasar dan pasar oriented. Pertanyaannya, apakah para intelektual, khususnya yang mendalami ilmu ekonomi sudah mengkaji secara serius, berperspektif jangka panjang, dan mengacu kepada tujuan kemerdekaan dalam semua soalan ini. Apakah mungkin rakyat Indonesia menjadi makmur dan sejahtera dengan ketergantungan atau kendali kuat pihak lain? Jika pun sebagai realitas ekonomi, kita belum bisa merdeka, apakah tak ada tekad untuk merdeka lebih dahulu secara pikiran? Ide merdeka dahulu pun mendahului proklamasi. Apakah slogan “merdeka atau mati” dahulu tak relevan dikedepankan kembali?
Posted on: Thu, 20 Jun 2013 05:49:37 +0000

Trending Topics




© 2015