“Candi” yang telah menjadi stigma leluhur Nusantara, maka - TopicsExpress



          

“Candi” yang telah menjadi stigma leluhur Nusantara, maka sejatinya Candi adalah sebuah “tetenger” (simbol tanda) yang sarat dengan hakekat nyata maupun tak nyata (kegaiban) yang diartikan dalam makna keterkinian adalah sebagai “wawaCAN Diri” (bacaan diri). Lambang CanDi dari kacamata tassawuf bermakna : “man arofa nafsahu faqad arofa robbahu” (mengenal diri (segala nafsu) maka mengenal Allah). Jadi Candi bukanlah tempat ibadah bagi golongan agama atau kepercayaan tertentu, namun merupakan wahana universal bagi upaya penempuhan spiritualitas yang dimaksudkan guna pencapaian peningkatan kesadaran jiwa manusia. Candi adalah sama hakekatnya dengan Piramid. Keberadaan Candi pada masanya masing-masing diperuntukkan bagi perlindungan, keselamatan dan kesejahteraan kerajaan dan rakyatnya. Dibangunnya Candi pun berdasarkan petunjuk niskala (kadewatan) yang diperoleh para Resi/pertapa yang diwujudkan oleh sang Raja/Ratu pada masa kerajaan masing-masing. Sehingga hakekat kegaiban keberadaan bangunan Candi di lokasi tertentu sebenarnya memiliki energi yang sangat tinggi atau daya prana luar biasa yang bersifat kekal. 500 tahun lebih bangsa ini sebagai anak cucu leluhur Nusantara telah melupakan Candi. Semua ini adalah akibat masuknya pengaruh ajaran dan budaya barat (datang dari luar Nusantara) yang sama sekali tak mengenal dan tak mau mengerti bahkan akhirnya menghancurkan seluruh budaya yang semestinya tetap tumbuh di bumi pertiwi Nusantara ini. Sangat wajar kiranya jika kini bangsa dan negeri ini mengalami carut marut akibat degradasi moral yang semakin parah karena disebabkan telah kehilangan “Jati Diri”nya sendiri. Suku-suku etnis pada bangsa ini masing-masing secara dominan telah meninggalkan dan bahkan tak mau mengenal lagi adat budayanya masing-masing dengan segala tata kramanya yang berlandaskan pada budi pekerti. Sangat ironis memang, karena sadar atau tidak sadar kita telah berubah karakter menjadi bangsa lain yang sejatinya kita telah menjadi “kafir” sendiri, yaitu mengingkari ketetapan (ayat) Tuhan bahwa kita telah terlahir sebagai suku tertentu dengan adat budayanya masing-masing dalam wadah kesatuan bangsa Indonesia, berbahasa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
Posted on: Mon, 15 Jul 2013 04:38:15 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015