Cinta Yang Tak Mau Takluk Oleh Perang Pada 6 Januari 1917, lima - TopicsExpress



          

Cinta Yang Tak Mau Takluk Oleh Perang Pada 6 Januari 1917, lima orang tentara Perancis berjalan menuju tempat eksekusi mati. Kelimanya didakwa sengaja melukai diri masing-masing sebagai dalih untuk meninggalkan perang. Akan tetapi, proses eksekusi terhadap kelima tentara ini bukan dengan ditembak mati oleh regu tembak. Melainkan dipaksa berlari ke “daerah tak bertuan”, yang merupakan garis pemisah antara pasukan Perancis dan Jerman. Sulit untuk bermimpi bahwa kelima tentara itu bisa selamat dari sergapan peluru Jerman. Karenanya, setelah perang itu berakhir, kelima tentara itu divonis sudah mati. Namun Mathilde (Audrey Tautou) tidak lekas mempercayai kesimpulan itu. Ia yakin bahwa kekasihnya, Manech (Gaspard Ulliel), salah seorang dari lima tentara yang dieksekusi itu, masih hidup. Mathilde memegang keyakinannya ini sangat kuat. Inilah esensi yang kelihatannya hendak diangkat oleh film A Very Long Engagement (Un long dimanche de fiançialles) karya sutradara Jean-Pierre Jeunet. Kendati mengambil latar-belakang perang dunia pertama, tetapi film ini justru lebih mengetengahkan kisah romantik antara Mathilde dan Manech. Tak hanya itu, film ini juga hendak menyakinkan kita akan perlunya memegang erat-erat sebuah keyakinan dan harapan. Juga tentang kekuatan cinta yang tak mau takluk oleh perang dan efeknya. Sebagaimana ditunjukkan Mathilde dalam lakon film ini. Singkat cerita, karena tidak mau mengunyah begitu saja kesimpulan tergesa-gesa atas Manech, Mathilde pun melakukan investigasi sendiri dengan mengumpulkan serpihan informasi dan fakta-fakta. Mula-mula ia mendapat info dari Sersan Daniel Esperanza, perwira yang ditugasi mengawal kelima orang terhukum mati itu, ke sebuah parit di Somme yang disebut Bingo Crépuscule. Menurut Esperanza, kendati sudah sekarat, tetapi para tahanan–termasuk Manech–masih bertahan hidup di luar parit di malam pertama. Kesaksian Esperanza menyemai harapan Mathilde bisa menemui kekasihnya masih hidup. Lantas, Mathilde pun ke kota Paris. Di sana ia menyewa seorang investigatos swasta, Germain Pire ( ticky Holgado), untuk membantunya mengumpulkan serpihan informasi mengenai nasib kelima tahanan di parit Bingo Crépuscule. Dari proses investigasi itu Mathilde mengenal sosok Tina Lombardi (Marion Cotillard), seorang pelacur yang punya hubungan cinta dengan salah seorang dari terhukum mati itu. Tina mengetahui bahwa Presiden Perancis saat itu, Henri Poincaré, telah mengampuni kelima orang terhukum mati itu. Sayang, surat keputusan Presiden Perancis itu disabotase oleh seorang perwira. Belakangan, perwira itu tewas di tangan Tina Lombardi. Lantaran itu, Tina harus menerima hukuman mati dengan Guillotine. Dalam proses investigasi itu, terkadang Mathilda bertemu dengan serpihan informasi yang beragam dan saling berkontradiski. Tetapi, hebatnya, ia tidak patah arang. Hingga, singkat cerita, Mathilda mendapat informasi akurat bahwa kekasihnya masih hidup tetapi sudah amnesia. Film ini pun ditutup dengan pertemuan keduanya yang sangat mengharukan. Yang menarik dari film ini adalah pertemuan kembali antara sutradara Jean-Pierre Jeunet dengan aktor Audrey Tautou. Keduanya pernah bertemu juga di film Amélie (Le Fabuleux Destin d’Amélie Poulain) yang diproduksi tahun 2001. Akan tetapi, film A Very Long Engagement bukan hanya mengajak kita menengok Mathilda dan kekuatan keyakinannya. Namun, dari fragmen awal film ini, kita juga diminta menengok perlawanan tentara terhadap perang itu sendiri. Kelima tentara yang dihukum mati itu, yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh dan petani, adalah penentang perang. Mereka sudah muak dengan perang dan ingin kembali ke rumah. Ilusi patriotisme tidak kuat lagi merayu mereka tinggal lebih lama di garis depan. Hanya saja, sikap penolakan mereka terhadap perang itu tidak bersifat kolektif, terorganisir, dan politis. Mereka melawan secara individual. Caranya: melukai diri masing-masing dan berharap dikirim ke rumah sakit. Dengan begitulah mereka bisa meninggalkan perang. Sayang, aksi sengaja melukai diri sendiri itu tercium oleh komandan. Alhasil, hukum militer yang tidak manusiawi itu pun bertindak: mereka berhianat dan pantas dihukum mati. Untuk diketahui, aksi “melukai diri sendiri” untuk keluar dari perang bukan kasus kecil. Dalam novel A Very Long Engagement karya Sébastien Japrisot disebutkan bahwa, sebelum kelima tentara ini, sudah ada 28 tentara yang melakukan hal yang sama. Artinya, kemuakan terhadap perang di kalangan tentara kala itu mulai mewabah. Dan benar saja, pada bulan Mei 1917, sebanyak 30.000-an tentara Perancis memberontak. Pemicunya sama dengan kasus lima tentara yang dihukum mati itu. Akibat kejadian itu, 3.427 tentara mendapat hukuman karena terlibat pemberontakan, 554 menerima hukuman mati, dan 49 yang dieksekusi. Tetapi kemuakan terhadap perang bukan hanya melanda tentara Perancis. Pembangkangan dan pembelotan juga melanda tentara Jerman, Inggris, Italia, dan lain-lain. Bahkan, di Rusia, kombinasi antara penolakan terhadap perang dan ketidakpuasan terhadap rezim Tsar telah memicu Revolusi. Jadi, dalam film A Very Long Engagement, pesan mengenai tentara yang memberontak itu sangat samar. Juga tentang bagaimana buruh dan petani hanya dikorbankan di dalam perang. Meminjam kata-kata filsuf Perancis Jean-Paul Sartre: “Ketika orang kaya mengobarkan perang, yang mati justru orang miskin.” Memang, tidak digambarkan secara jelas motif pemberontakan tentara itu. Namun, A Very Long Engagement mencoba menyampaikannya secara samar. Yakni: cinta. Di sini cinta bukan hanya antara Mathilde dan Manech. Tetapi juga antara keempat tentara lainnya dengan keluarganya. Juga cinta sejati si pelacur Tina terhadap kekasihnya. Dan, tentu saja: cinta terhadap kemanusiaan yang mengalahkan chauvinisme. Ulfa Ilyas ————————————————————————————- A Very Long Engagement (Un long dimanche de fiançailles) Sutradara: Jean-Pierre Jeunet Tahun produksi: 2004 Durasi: 133 menit Pemain: Audrey Tautou (Mathilde), Gaspard Ulliel (Manech), Jean-Pierre Becker (Lieutenant Esperanza), Jodie Foster (Élodie Gordes), Albert Dupontel (Célestin Poux), Clovis Cornillac (Benoît Notre Dame) dan Marion Cotillard (Tina Lombardi). Sumber Artikel: berdikarionline/sisi-lain/20131109/cinta-yang-tak-mau-takluk-oleh-perang.html#ixzz2kcE18vIG Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook
Posted on: Thu, 14 Nov 2013 10:34:46 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015