Ferguson dan Perkembangan Taktik Manchester United Oleh Football - TopicsExpress



          

Ferguson dan Perkembangan Taktik Manchester United Oleh Football Fandom | Arena – Kam, 16 Mei 2013 15:11 WIB Email Cetak Ronaldo, Tevez dan Rooney saat berlatih bersama pada 15 Mei 2008 jelang Final Liga Champions 2008 melawan Chelsea. … Ditulis oleh: Arsyad Muhammad Fajri Adaptasi adalah kunci makhluk hidup dalam bertahan hidup. Begitu kira-kira yang saya tangkap dari guru Biologi semasa SMP. Tanpa adaptasi, makhluk hidup tak mungkin bertahan menghadapi kondisi lingkungan. Hal yang sama juga berlaku dalam sepak bola. Taktik dan model bisnis sepak bola senantiasa berkembang dan mereka yang bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi terhadap perubahan. Banyak pelaku sepak bola yang mengalami kemerosotan prematur akibat tak mampu beradaptasi. Tetapi ada contoh sukses yang berhasil bertahan: Sir Alex Ferguson. Selama 26 tahun menukangi Manchester United, pria Skotlandia ini konsisten membawa Setan Merah bertengger di papan atas Liga Inggris. Di pentas Liga Champions pun MU selalu menjadi favorit juara. Tanpa kemampuan dan kemauan mengadaptasi taktik, Sir Alex tak mungkin menorehkan catatan mengesankan ini. Selama masa kepelatihannya di MU, Sir Alex identik dengan sejumlah varian 4-4-2 dan 4-2-3-1 (dalam pola dua striker, dia selalu menginstruksikan satu striker untuk turun ke bawah menjadikan polanya 4-4-1-1). Pola boleh serupa, tetapi komposisi pemain yang mengisinya berevolusi. Di pertengahan awal ‘90-an kita melihat dua bek sayap MU diisi Denis Irwin dan Gary Neville, dua pemain yang kurang cepat dan kurang agresif menyerang. Bandingkan dengan sekarang, Patrice Evra dan Rafael yang mengisi bek sayap adalah pemain yang memiliki kecepatan dan gemar membombardir. Pada era sebelum Premier League gelandang dengan kekuatan fisik prima menjadi andalan MU. Bryan Robson dan Paul Ince adalah dua gelandang tengah yang menandai era tersebut. Bryan Robson adalah gelandang box-to-box yang mampu menyisir setiap helai rumput selama 90 menit. Ia menjadi tumpuan serangan tim dengan daya jelajahnya yang tinggi. Begitu juga Paul Ince yang dikenal dengan nafas kuda dan tekel brilian. Komposisi serupa masih dipertahankan Ferguson hingga awal era Premier League. Paul Ince menjadi tumpuan di lini tengah kali ini bersama Roy Keane yang didatangkan pada musim panas 1993. Eric Cantona sedikit turun ke bawah menopang Mark Hughes sebagai ujung tombak.Posisi di belakang penyerang tunggal dilakoni Cantona dengan sangat baik. Ia pun menjadi protagonis di balik kejayaan United pada dekade 90-an. Selain Cantona, United pada awal era Premier League juga identik dengan serangan cepat. Dua pemain inti di sayap Andrei Kanchelskis dan Lee Sharpe — yang selanjutnya digantikan Ryan Giggs — dikenal sebagai pelari cepat. Pada pertengahan tahun ‘90-an Fergie mulai memasukkan sejumlah pemain muda dalam daftar pemain inti. Dua di antaranya adalah Paul Scholes dan David Beckham. Masuknya dua pemain ini ke tim inti mengubah komposisi lini tengah United. Paul Scholes mengisi lini tengah berduet dengan Roy Keane sementara Beckham di sayap kanan. Umpan akurat dan visi permainan brilian Paul Scholes ditopang Roy Keane sebagai gelandang pekerja keras menjadi elemen penting permainan Setan Merah. Kemampuan fisik yang dimiliki Keane memungkinkan Paul Scholes mendobrak dari lini tengah dan melepaskan tembakan jarak jauhnya yang mematikan. Kombinasi ini sedikit berbeda dengan kombinasi Keane-Ince yang sangat fisik. David Beckham, yang mengisi sayap kanan, menjadikan kedua sayap United tidak simetris. Jika Giggs di kiri masih berjaya dengan kecepatan dan liukannya dalam menusuk pertahanan, maka Beckham cenderung bermain sebagai gelandang tengah yang melebar. Kemampuan utama Beckham adalah umpan lambungnya yang akurat. Ia tak memiliki kecepatan dan dribel maut. Beckham dan Giggs di sayap bersama Keane dan Scholes di tengah menjadi kombinasi gelandang terbaik Eropa pada masa itu. Keempat gelandang ini memiliki kelebihan masing-masing dan saling melengkapi. Kecerdikan Fergie memungkinkan keempatnya berfungsi maksimal. Pada awal 2000, kombinasi kuartet ini pecah. Kekalahan dari Real Madrid di ajang Liga Champions disebut-sebut sebagai alasan Ferguson merombak lini tengahnya kala itu. Pada 2001 kedatangan Juan Sebastian Veron dan Ruud van Nistelrooy menandai perubahan komposisi pemain United. Juan Veron berduet dengan Roy Keane di tengah, mendorong Paul Scholes ke depan menjadi penopang penyerang tunggal Ruud van Nistelrooy. Paul Scholes yang berdiri di belakang penyerang tunggal ditugaskan untuk ikut turun ke tengah untuk memperkuat dominasi lini tengah. Perubahan ini juga menandai pergeseran pola 4-4-1-1 menjadi 4-2-3-1. Perubahan ini dialamatkan untuk memperkuat lini tengah United, terutama di ajang Liga Champions. Pada awal penerapannya skema baru ini membuat United inkonsisten di Liga Inggris. Fergie bahkan harus mengembalikan skema 4-4-1-1/4-4-2 untuk menjaga peluang United di papan atas. Evolusi taktik terbesar Ferguson barangkali adalah pada 2007. Mengikuti jejak Luciano Spaletti di AS Roma dengan memainkan formasi tanpa striker, Ferguson sukses menerapkannya di Old Trafford. Trio Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney & Carlos Tevez bergerak dinamis bergantian mengisi posisi striker. Situs analisa tatik zonalmarking.net bahkan menyebut United era tersebut sebagai salah satu tim terpenting dekade ini. Trio Ronaldo, Rooney dan Tevez sebetulnya memiliki gaya berbeda. Ronaldo adalah pemain sayap yang berteknik tinggi dan gemar menusuk ke tengah. Sementara Rooney dan Tevez adalah dua pemain pekerja keras yang rajin turun ke bawah dan tak segan melebar. Kreativitas dan kemampuan ketiga pemain ini untuk saling membuka ruang menjadi perekat trio ini. Secara bergantian Ronaldo, Tevez ataupun Rooney dimainkan sebagai pemain paling depan. Tergantung kebutuhan tim dan strategi lawan. Tak jarang Ferguson mengorbankan salah satunya (biasanya Tevez) untuk memasukkan Park Ji Sung, yang bertugas mematikan serangan lawan sejak dini. Salah satu faktor pendukung kesuksesan era ini adalah komposisi lini tengah. Paul Scholes, Darren Fletcher, Michael Carrick dan Owen Hargreaves adalah pemain yang nyaman berada di tengah, menjadikan pertahanan United sulit ditembus. Hal menarik lainnya dari United era ini adalah keberadaan Patrice Evra. Pemain asal Prancis ini adalah bek sayap modern yang gemar membombardir pertahanan lawan. Keberadaan Evra menjadi pembeda era sebelumnya dengan Denis Irwin dan Gabriel Heinze yang tak seagresif eks pemain Monaco ini. Transfer Cristiano Ronaldo ke Real Madrid menjadi akhir dari kombinasi cair tiga pemain depan United. Sesuatu yang sangat ironis mengingat Barcelona selanjutnya menguasai Eropa dengan kombinasi tiga pemain depan yang cair dinamis. Mirip dengan yang pernah diperagakan United. Setelah kepergian Ronaldo, United kembali dengan varian 4-2-3-1 dan 4-4-1-1. Gelandang sayap bergerak masuk ke tengah. Faktanya, tiga musim sepeninggal Ronaldo, pemain terdepan Setan Merah selalu difungsikan sebagai striker klasik. Kedatangan Robin van Persie musim ini pun jadi terlihat mubazir. Sekilas, skema permainan United tak banyak berbeda dengan skema permainan mayoritas tim Eropa saat ini yakni 4-2-3-1 dengan gelandang sayap yang menusuk ke tengah. Banyak yang berpendapat, Sir Alex Ferguson bukanlah pelatih dengan taktik brilian. Namun catatan panjang Sir Alex selama 26 tahun menunjukkan sebaliknya. Sejumlah adaptasi dan evolusi taktik senantiasa dilakukan. Entah untuk menutupi kelemahan tim atau menambal kepergian pemain bintang. Selama 26 tahun Sir Alex telah membawa United dalam berbagai taktik permainan. Layak ditunggu bagaimana sentuhan David Moyes musim depan.
Posted on: Thu, 06 Jun 2013 10:09:24 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015