“I want to leave Real Madrid.” Kata-kata itu meluncur deras - TopicsExpress



          

“I want to leave Real Madrid.” Kata-kata itu meluncur deras dari mulut seorang pria Brasil. Pria tersebut bernama Ricardo Izecson dos Santos Leite atau yang akrab disapa Kaka. Sebuah ucapan yang membuat hati AC Milan dan para pendukungnya lansung melumer, tapi juga harap-harap cemas. Perkataan ini mungkin mirip dengan “saya masih sayang kamu” yang diucapkan seorang wanita kepada seorang pria yang kehidupan cintanya belum move on pasca kehidupan cintanya dengan wanita tersebut berakhir dengan nestapa. Mendengar perkataan mantannya tersebut, Milan yang diwakili oleh Adriano Galliani langsung terbang ke Spanyol guna menjemput cinta lamanya dan berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi di masa lampau. Akan tetapi mari kita sedikit kilas balik ketika pesepak-bola berusia yang kini berusia 31 tahun itu kala pertama kali datang ke Italia. Dalam sebuah wawancara dengan seorang jurnalis 10 tahun yang lalu, Ancelotti yang kala itu masih menangani Milan ditanya soal kemampuan Kaka yang tidak begitu tersorot saat masih berseragam Sao Paolo. Don Carletto dengan jujur, akan tetapi hati-hati menjawab kalau ia tidak tahu banyak mengenai kemampuan calon pemainnya tersebut. “Saya hanya tahu kalau ia adalah seorang playmaker, saya tahu caranya bermain, tetapi ia tidak punya lari yang kencang, itu saja,” papar Ancelotti. Usai pemain barunya resmi datang, Ancelotti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Datang di bandara Malpensa dan mengenakan kacamata a la kutu buku, Ancelotti yang beberapa hari kembali diwawancara soal Kaka mengatakan: “Ya Tuhan, kami telah membeli seorang ‘mahasiswa’!,” canda eks manajer Juventus tersebut. Ketika datang pertama kali ke sesi latihan di Milanello pun, Ancelotti bahkan menggoda Kaka dengan gurauannya: “Apakah kamu sudah bilang kepada ayah dan ibumu bahwa kamu membolos kuliah hari ini?” Kaka menurut ingatannya, hanya tersenyum manis. Sejurus kemudian ia memulai latihan perdananya sembari diawasi oleh Ancelotti. Gennaro “Rhino” Gattuso langsung memberikan “salam perkenalan” kepada Kaka dengan serudukan kebanggaannya. Akan tetapi pria yang kini menjadi manajer Palermo itu gagal. Bak matador yang sudah bertahun-tahun piawai dalam mengecoh banteng, Kaka dengan mudah mengelaknya dan langsung memberikan umpan ke daerah kosong pertahanan Milan yang dikawal Alessandro Nesta. Iya, Nesta yang kala itu masih menjadi palang pintu tim nasional Italia bersama Fabio Cannavaro.. Bersama Clarence Seedorf, membawa Milan juara Liga Champions 2006/2007 “Ia tidak masuk ke dalam level Zinedine Zidane, tapi hampir. Ia pemain kedua terbaik yang pernah saya latih dan paling pintar. Saya pikir keajaiban yang ia lakukan hanya berlangsung di sesi latihan pertama, tapi ternyata tidak. Ia terus melakukannya di sesi latihan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Ia merupakan ‘hadiah’ dari Tuhan,” jelas Ancelotti. Bersama Milan, Kaka telah meraih segalanya, scudetto, Liga Champions, dan Ballon d’Or merupakan penghargaan tertingginya selama di Milan. You name it he has probably done it. Akan tetapi layaknya jalinan kasih yang terjalin antara Milan dan Kaka tentu terdapat sebuah akhir. Musim panas empat tahun silam, Kaka berdiri di atas balkon apartemennya yang bertempat di Santa Maria delle Grazie dan menegaskan kalau ia tidak akan pindah ke Manchester City, padahal 100 juta pound sudah diiming-imingi The Citizens. Akan tetapi empat bulan kemudian, ia dijual ke Real Madrid dengan harga 68,5 juta euro. Rentetan noktah merah yang ada di buku keuangan Rossoneri membuat mereka harus memilih uang ketimbang mempertahankan cintanya. Dengan luka sedih yang mendalam, tetapi juga optimisme yang memuncak lantaran menganggap Milan akan lebih bahagia bila ia pindah, Kaka bergegas berlabuh ke Santiago Bernabeu. Pas sudah situasi yang kala itu Kaka sedang hadapi dengan lagu Don’t Look Back in Anger milik Oasis. Tidak ada kesesalan yang harus ia sesali, kini Kaka menatap peluangnya berlaga bersama timnas Brasil di Piala Dunia 2010. Di Madrid, bersama dengan Cristiano Ronaldo, Florentino Perez dengan bangga menyebut kalau kedua pemain itu merupakan penanda era baru Los Galacticos jilid kedua. Ronaldo berhasil menjelma menjadi tulang punggung Madrid, tapi Kaka? 180 derajat nasibnya. Kaka mengalami masa-masa suram ketika berada di Santiago Bernabeu. Cedera lutut yang benar-benar tidak pernah pergi darinya selama selama empat tahun di ibu kota Spanyol benar-benar mengunci kemampuannya, menggoyahkan keseimbangan tubuhnya, menghilangkan “lem” di antara kaki-kakinya dalam mengolah bola. Ia bukan lagi pria yang dengan mudah membuat Patrice Evra dan Gabriel Heinze bertabrakan dengan sendirinya di semifinal Liga Champions 2006/2007. Ia tidak tampak seperti pria yang sedang asyik menjalani masa kasmaran pasca jadian dengan pacar barunya. Ia seperti Siti Nurbaya yang dijodohkan dengan Datuk Maringgi. Tragis. Efek negatif Kaka juga ternyata tidak hanya terjadi di Madrid saja namun juga di Milan. Penonton yang datang ke stadion San Siro anjlok dari 41.606 penonton menjadi hanya 25.984 saja di tahun ia mengepak barang-barangnya. Semula ia mencoba bertahan dengan cinta barunya dan menolak untuk menoleh kembali untuk Milan. Namun seperti sebuah pepatah old flame never really die, pelan tapi pasti suami dari Caroline itu kembali menengok. Kaka sudah tidak tahan lagi, ia sadar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan, kesabarannnya sudah menemui puncak. Jelang bursa transfer pemain ditutup, Kaka memberikan kode kepada Milan untuk segera menculiknya. Milan pun masih mencintainya, Milan pun masih menyayanginya. Negosiasi pun dilakukan, bak seorang tokoh utama di film romansa, di mana ia selalu sukses mendapatkan kekasihnya, Galliani dengan mulus, semulus kepalanya menggoda Real Madrid untuk menceraikan Kaka. Galliani kembali menunjukkan kapabilitasnya, ia mendapatkan ayah dua orang anak itu dengan gratis. Publik Milan pun bersorak sorai, empat ratus orang tak sabar menyambut Kaka di bandara Linate, Italia, tetapi mereka tidak bisa melihatnya dengan jelas. Jumlah itu sendiri jauh lebih banyak ketika Milan secara resmi mengumumkan pendatangan Mario Balotelli. Usai menandatangani kontrak di kantor Milan, Kaka keluar dari balkon dan dengan senyuman khasnya menunjukan kembali kostum yang pernah ia pakai selama enam tahun. Suporter Milan yang tepat berada di bawahnya bergembira, mereka seakan lupa dengan apa yang terjadi dengan Kaka plus balkon empat tahun yang lalu. Mereka tidak peduli, kini mereka sudah mendapatkan cinta lamanya lagi. Sebuah cinta lama bersemi kembali, Milan yang semula dicemooh lantaran pasif dalam bursa transfer pemain langsung dipuji. Kehadiran Kaka dianggap bisa membawa Rossoneri berbicara di Serie A. Akan tetapi apakah cerita cinta antara Kaka dan Milan akan berakhir bahagia? Atau kisah cinta mereka akan kembali berakhir dengan tragis? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Yang pasti Milan telah mendapatkan aset yang tidak bisa diukur oleh mata uang mana pun. Mata uang itu bernama cinta dan kesetiaan.
Posted on: Thu, 05 Sep 2013 13:19:37 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015