Umat Islam, Korban Terbesar Perang AS Minggu, 2013 September 15 - TopicsExpress



          

Umat Islam, Korban Terbesar Perang AS Minggu, 2013 September 15 16:46 45273 Views Font Size Print SHARE Tweet it Digg it Google Konflik Suriah yang pecah pada bulan Maret 2011 menelan korban lebih dari 100 ribu orang dan pengungsi lebih dari 1,5 juta jiwa. Akan tetapi, Amerika Serikat sekarang sangat mengkhawatirkan dugaan kematian tragis 1300 orang akibat penggunaan senjata kimia di kawasan Ghouta, penggiran Damaskus. Sementara para inspektur PBB tidak bersedia memverifikasi klaim-klaim Washington terkait penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Damaskus. Penggunaan senjata kimia oleh siapa pun harus dikecam, dan pada prinsipnya, pembantaian orang-orang tak berdosa harus dihentikan terlepas dari jenis senjata yang mereka gunakan. Lalu, apakah tepat jika pemerintah AS mendeklarasikan dirinya sebagai pembela hak asasi manusia, sementara ia bertanggung jawab atas penjualan berbagai jenis senjata pemusnah massal ke banyak negara dunia? Peristiwa-peristiwa pasca serangan 11 September menunjukkan bahwa insiden itu dirancang untuk mengobarkan perang terhadap umat Islam. Hampir tiga ribu orang tewas ketika pesawat menabrak menara kembar di New York dan gedung Pentagon di Washington. George W. Bush menyebut peristiwa itu sebagai Perang Salib Baru dan menganggap setiap simbol-simbol Islam atau gerakan perjuangan Islam sebagai tindakan yang mengancam keamanan nasional Amerika. Kehidupan bagi ratusan ribu Muslim dan keturunan Arab menjadi sulit, di mana hari-hari mereka di Amerika dihantui oleh ketakutan dan teror. Sepanjang 12 tahun lalu, ratusan ribu manusia di Afghanistan dan Irak serta di beberapa negara Islam lainnya, meninggal dunia untuk menebus kematian tiga ribu orang dalam peristiwa yang penuh tanda tanya itu. Setelah 12 tahun dari peristiwa 11 September, AS masih menganggap dirinya sebagai penegak demokrasi dan pembela HAM di negara-negara Islam di Timur Tengah melalui berbagai slogan seperti, perang melawan terorisme, perang melawan ancaman senjata pemusnah massal, dan upaya menegakkan demokrasi. Setelah Afghanistan dan Irak, sekarang giliran rakyat Suriah yang harus menerima ancaman serangan militer dari para pejabat politik dan militer AS. Bush membombardir Afghanistan dengan dalih memerangi organisasi teroris Al Qaeda dan kemudian menerjunkan puluhan ribu tentara ke negara itu. Irak diduduki dengan alasan kepemilikan senjata pemusnah massal oleh rezim Saddam Hussein. Sepanjang serangan itu, puluhan ribu rakyat Afghanistan dan Irak tewas di tangan Amerika. Warga Muslim di kedua negara tersebut sangat ingin menikmati perdamaian, keamanan dan stabilitas. AS membunuh ribuan warga sipil di Afghanistan dengan alasan memerangi kelompok-kelompok teroris, tapi Washington sekarang sibuk berunding dengan militan untuk mempersiapkan penarikan tanpa bahaya bagi serdadu Amerika dan NATO dari Afghanistan dan menjaga kepentingan-kepentingan Barat pasca penarikan. Sementara di Irak, organisasi teroris Al Qaeda yang dianggap sebagai musuh AS, aktif menebarkan teror terhadap warga sipil dengan dukungan langsung atau tidak langsung Washington dan sekutunya di kawasan. Sebab, kepentingan AS dan sekutu regionalnya seperti Arab Saudi, akan terpenuhi dengan mengacaukan Irak. Skenario Afghanistan dan Irak sedang dicoba untuk diputar ulang di Suriah. Pemerintah AS dengan alasan melawan senjata kimia Suriah, ingin merangkul para sekutunya di Eropa dan Timur Tengah untuk menggempur Suriah. Presiden Barack Obama sedang sibuk melakukan penjajakan luas di dalam negeri dan luar negeri untuk mengotorisasi tindakan militer terhadap pemerintah Bashar al-Assad. Pada tahun 2001 dan 2003, Bush menyerang Afghanistan dan Irak setelah menyebarkan propaganda luas dan menarik dukungan dari sebagian warga Amerika, meski tanpa mandat PBB. Pemerintah Obama sampai sekarang tidak mampu menarik dukungan bahkan opini publik Amerika sendiri. Anggota parlemen Inggris – sekutu terdekat AS dalam perang Afghanistan dan Irak – menentang keterlibatan London dalam intervensi militer ke Suriah. Akan tetapi, AS masih terus berupaya di lembaga-lembaga internasional dengan fokus pada senjata kimia Suriah dan serangan militer. AS selama enam dekade lalu, telah memveto puluhan draf resolusi di PBB, yang mengecam tindakan-tindakan tidak manusiawi rezim Zionis Israel di bumi Palestina. Sekarang, dugaan kematian 1300 orang di pinggiran Damaskus menjadi alasan untuk menyerang Suriah. AS dan sekutunya di Eropa selalu menjalankan kebijakan standar ganda sekaitan dengan klaim-klaim mereka tentang HAM dan demokrasi. Dukungan terhadap rezim despotik Iran Syah Reza Pahlevi, diktator Irak Saddam Hussein dan rezim tiran Mesir Hosni Mubarak, dan kemudian klaim-klaim penentangan AS terhadap mereka atau dukungan terhadap rezim-rezim monarki di Teluk Persia, serta klaim-klaim untuk menciptakan demokrasi bagi bangsa-bangsa lain, merupakan contoh kecil dari kebijakan standar ganda Barat dan paradoktisme tanpa akhir. Negara-negara Islam di wilayah Timur Tengah menghadapi banyak perang dan konflik sepanjang tiga dekade lalu. Sebagian besar dari pertikaian berdarah itu terjadi pasca serangan 11 September dan dengan dukungan AS dan Inggris. Irak pada era Saddam, memaksakan dua perang terhadap negara tetangganya dan kemudian rezim penguasa diserang oleh AS, dan kini Negeri Kisah 1001 Malam itu tercabik dalam konflik yang dikobarkan oleh kelompok Takfiri dan Salafi. Kuwait kehilangan asetnya dalam satu malam, sementara Lebanon terkoyak dalam beberapa perang sipil dan serangan asing. Sementara Afghanistan menjadi sebuah negara yang hancur porak-poranda. Sudan dipecah dengan konflik internal, dan Yaman bergerak tanpa masa depan yang jelas. Wilayah Libya menjadi pusat pembantaian dan penjarahan, dan Mali larut dalam perang tak berkesudahan. Tunisia dan Aljazair terjebak dalam instabilitas, dan Pakistan terbakar dalam konflik sektarian. Di Bahrain, minoritas yang berkuasa menumpas mayoritas yang tertindas, Turki berkecamuk dalam kisruh internal dan sengketa perbatasan, sementara Mesir masih bergulat dengan pertikaian. Suriah hancur akibat perang internal dan intervensi asing, sementara Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar yang belum pernah merasakan perang, mengeluarkan dana kepada salah satu pihak yang bertikai tersebut. Ambisi Amerika dan Inggris untuk terlibat langsung di Suriah harus dievaluasi dalam proyek yang lebih besar yaitu, Timur Tengah Baru. Terlepas dari bagaimana sikap kita dalam menyikapi krisis dan konflik di negara-negara Islam, wilayah Timur Tengah dan Afrika, namun hal yang patut diperhatikan adalah tentang nasib Muslim dan bagaimana gambaran dunia tentang Islam di era modern. Bukankah semua konflik itu akan menyisakan kehancuran dan kedengkian di negara-negara Muslim? Sebenarnya, AS sudah lama bermain dalam konflik Suriah dan menambah keruh situasi di negara itu. Washington tidak pernah ingin mengakhiri konflik di sebuah negara, tapi selalu berambisi memperpanjang konflik untuk kepentingan-kepentingan mereka. Mantan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice dalam kunjungannya ke Beirut pada tahun 2006, berbicara tentang konsep Timur Tengah Baru. Umat Islam dapat menyaksikan konsep Timur Tengah Baru dari perkembangan di Timur Tengah dan kebijakan pemerintah Amerika di kawasan. AS dan sekutunya di bawah jubah demokrasi dan kebebasan sipil, ingin memecah negara-negara di Timur Tengah. Tujuan itu tidak akan terealisasi tanpa menciptakan perang dan konflik sektarian di tengah masyarakat Islam. Pemerintah-pemerintah Barat ingin umat Islam terjebak dalam perang saudara dan mempertontonkan perilaku terburuk kepada dunia dengan membunuh sesama saudara. Rasanya tidak ada pemandangan yang lebih mengerikan ketika umat Islam saling mengkafirkan dan terbakar dalam perang saudara. Ini adalah politik Barat yang ingin menyaksikan umat Islam saling membunuh dan hancur dalam pertikaian internal. Barat telah memulai perang peradaban sejak dulu, tapi lebih rumit dari yang dikatakan oleh Samuel Huntington. Mengapa perang Barat dengan Timur? Perang manusia dengan manusia, perang Timur dengan Timur, perang mazhab dengan mazhab, perang Syiah dan Sunni, perang Arab dengan Arab, namun semua ini terjadi di bawah skenario Barat. Dengan begitu, Barat tak perlu repot-repot mengeluarkan biaya atau mengorbankan tentaranya, perpecahan yang diciptakan di tengah umat Islam sudah cukup untuk menguasai Timur Tengah dengan fokus menjamin kepentingan Israel. (IRIB Indonesia/RM) Tags: Related News Kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Modern Read More >> Masjid al-Aqsa dan Kelalaian Bangsa Arab Dunia dan Ancaman Bioteroris Barat Paus dan Hubungan Sesama Jenis
Posted on: Mon, 25 Nov 2013 06:20:16 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015