#novel_Heart2beat 6th MALAM YANG MELELAHKAN “sekali lagi - TopicsExpress



          

#novel_Heart2beat 6th MALAM YANG MELELAHKAN “sekali lagi dia telah menyelamatkan ku. Dia... yang berkali-kali masuk kedalam mimpi ku, yang telah merubah kehidupan ku... sedikit demi sedikit” ucap Rani dalam hati dalam perjalanan menuju rumahnya sambil menyandarkan kepalanya dan memandang keluar jendela mobil. *** “dia... adalah gadis yang jujur dan polos. Orang mana yang tega menculiknya!” ucap Risha dengan emosi. Putus asa menghadapi jalan buntu. “akhir-akhir ini... dia seperti menyimpan rahasia... tunggu dulu... itu dia!” ucap Vivi sambil terisak-isak saat mendapatkan suatu petunjuk. “ada apa? Katakanlah” ucap yang lain. “dari wajahnya terbaca kalau dia memang sedang menjaga sebuah rahasia. Bahkan aku sendiri tidak bisa memancingnya mengatakan rahasianya itu” jawab Vivi. “katakan dengan jelas!” ucap Risha. “apa diantara kalian ada yang memiliki no hp Harun?” tanya Vivi. Merekapun sibuk bertanya satu sama lain. “kalau tidak ada, cari nomor telpon keluarganya, bu Zahrah!” tambah Vivi. “ada, aku punya” jawab seorang teman. “cepat hubungi, tanyakan apa Harun ada” ucap Vivi. “sebenarnya ada apa Vi?! Katakan dengan jelas!” ucap Risha semakin tercekik penasaran. “beberapa hari yang lalu dia menceritakan tentang Harun. Mungkin itu adalah suatu petunjuk” jawab Vivi masih tak jelas. Vivi coba menghubungi keluarga Harun. Dengan speakerphone mereka mendengarkan dengan seksama sambil menunggu panggilan diangkat. “diangkat! Halo, assalamu’alaikum...” sapa Vivi. “iya, wa’alaikumsalam... siapa nih?” suara mengantuk seorang gadis bertanya. “maaf mengganggu, apa betul ini rumah kediaman keluarga bu Zahrah?” “iya betul, ini siapa? Malam-malam mengganggu orang tidur saja!” “maaf, ini Vivi teman sekelas Harun, Harun ada?” “ooh... tunggu sebentar ya Teh” Beberapa saat kemudian dengan konsep pertanyaan yang diberikan para penyidik, Vivi menghubunginya lagi. “halo...” “iya...” “bagaimana? Harun ada?” “sepertinya tidak ada. Si Aa tidak ada di kamarnya” “kira-kira dia pergi kemana?” “maaf, Anita kurang tahu. Kalau pergi, si Aa hampir tidak pernah bilang mau kemana” “sejak kapan dia pergi?” “kira-kira dari jam sembilan” “bawa kendaraan?” “sepertinya tidak” “apa setiap malam dia keluar?” “tidak, si Aa kan anak baru di sini. Jadi belum kenal lingkungan ini dengan baik” “berapa lama biasanya dia keluar?” “mmhh... biasanya jam sepuluh sudah pulang. Memangnya kenapa Teh? Ada apa tengah malam begini menelpon? Pertanyaan Teteh juga tidak biasa” “mmhh... begini. Teman kami Rani menghilang sejak pulang dari pameran jam sembilan tadi. Maaf, tapi mungkin... ada sangkut pautnya dengan Harun” “apa?! Serius Teh?! Kenapa tidak panggil polisi saja?” “justru sekarang Teteh di rumah Rani bersama teman-teman dan para polisi. Kalau bisa tolong Anita hubungi Harun sekarang” “iya, Anita ambil hp dulu. Ini nomor hp Anita, setelah ini telpon ke nomor Anita saja” “iya. Berapa?” Vivi lalu mematikan speakerphone dan mencatat nomor yang Anita berikan. “iya baik, kami tunggu. Mohon bantuannya, terima kasih ya... assalamu’alaikum...” “mudah-mudahan ini adalah sebuah petunjuk penting” ucap Deryl. “dari jawaban Anita tadi, sepertinya Harun memang ada sangkut pautnya dengan kasus hilangnya Rani” ucap Alex. “iya, tapi kita tidak boleh berprasangka buruk dulu” ucap Lily. Beberapa menit berlalu. Saat mereka sudah kehabisan waktu untuk menunggu, Vivi coba menghubungi Anita. “halo... Anita? Ini Teh Vivi. Bagaimana?” “maaf Teh, nomor Aa Harun tidak bisa dihubungi. Tapi kalau dia pulang, akan Anita beritahukan ke Teteh” “iya, baik. Kalau begitu terima kasih atas bantuannya, sekali lagi maaf ya telah mengganggu. assalamu’alaikum...” “kurang ajar! Itu pasti dia! Pasti dia pelakunya!” ucap Jinx. “hey bodoh! Jangan dulu berprasangka buruk seperti itu!” ucap Ricky. “tapi sudah jelas kan?! Dia tidak ada di rumahnya saat Rani menghilang!” “sudah! Diam kalian berdua!” teriak Vivi. “iya, maaf...” jawab Ricky dan Jinx. *** “maaf” ucap Rani memecah keheningan malam ditengah perjalanan. “ada apa?” tanya Harun. “Rani lupa. Keluarga Rani pasti sangat mencemaskan Rani. Kalau boleh... Rani ingin menelpon ke rumah” “ini” Jenderal S meminjamkan hp-nya. “terima kasih banyak” ucap Rani. “tidak perlu sungkan. Seharusnya Bapak minta maaf sebab telah lupa untuk menyuruh mu menelpon ke rumah” ucap Jenderal S. “iya, tidak apa-apa” ucap Rani. *** Para Polisi dan Detektif memutuskan untuk menunda penyelidikan hingga besok karena hari sudah sangat larut. Para tetangga sebagian sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Begitu juga dengan teman-teman Rani. Namun baru beberapa langkah kaki mereka beranjak dari pintu, telpon rumah berdering. Mereka bergegas kembali masuk ke rumah membuat suasana tegang memenuhi atmosfir. “itu... pasti telpon dari si penculik” ucap Ricky tegang. “dia... pasti meminta uang tebusan” tambah Jinx ikut tegang. “diam!” ucap Risha sambil menjitak kepala mereka berdua hingga benjol. “jangan memperkeruh keadaan!” tambahnya. “iyaa...” jawab mereka berdua. “tapi yang jelas, kita harus siap dengan segala kemungkinan” ucap Deryl. “iya” jawab yang lain ikut tegang. Orang yang ditunjuk untuk menjawab telpon adalah Agus, ayahanda Rani. “iya halo...” sapa Agus. “Rani! Benarkah ini kau nak?! Kau baik-baik saja nak?!” tanya Agus khawatir. Segala rasa bercampur saat mereka mendengar Agus berbicara dengan si penelpon. “siapa tahu dibelakang Rani ada para penculik yang menyuruh Rani menelpon, lalu meminta uang tebusan” ucap Jinx super tegang. “Rani baik-baik saja Yah. Maaf telah membuat semua khawatir” jawab Rani. “kalau begitu syukurlah. Lalu sekarang kamu dimana? Apa yang terjadi pada mu sebenarnya?” tanya Agus lagi. “sekarang Rani dalam perjalanan pulang bersama...” Rani menoleh pada Harun. “katakan saja” ucap Harun. “... bersama Harun” lanjut Rani. “jadi ternyata benar penculiknya Harun! Akan aku hajar dia!!” ucap Jinx. “bisa diam dulu tidak sih?!!” ucap Risha sambil menjitak kepala Jinx lagi. “maaf...” ucap Jinx. “itu Jinx dan Risha ya?” tanya Rani yang mendengar keributan di telpon. “iya, teman-teman mu ada disini. Mereka juga sangat mengkhawatirkan mu. Apalagi Vivi, dia tidak berhenti menangis dari tadi. Kami sangat menanti mu pulang, cepatlah pulang” ucap Agus. “iya, sebentar lagi Rani tiba di rumah. Nanti Rani akan jelaskan semuanya di rumah. Sudah dulu ya Yah, sekali lagi maaf. Assalamu’alaikum...” “iya, wa’alaikum salam” ucap Agus. Mereka bersorak gembira dan bersyukur. *** Suasana haru menyelimuti saat Rani tiba di rumahnya. Tangisan haru dan bahagia bercampur sementara Harun diam saja di dalam mobil hingga mereka pun tak menyadari keberadaannya. Jenderal S menjelaskan kasus menghilangnya Rani pada bawahannya. Para petugas itupun lalu pamit dan menyatakan kasus menghilangnya Rani ditutup. Mesin mobil Land Rover itu menyala kembali. Mereka yang menyadari keberadaan Harun karena Rani mengatakan bahwa Harun ada didalam mobil bersamanya, segera mengerumuni mobil itu bersama Rani. Pintu tengah mobil itu pun terbuka. “ada apa?” tanya Harun. “anu... terima kasih. Maaf, tadi Rani lupa mengucapkannya” ucap Rani. “itu tidak perlu” jawab Harun. “hey, mampirlah dulu” ucap Vivi. “ini terlalu malam, di rumah mungkin Bibi ku sedang menantikan ku” jawab Harun tanpa memandang wajah mereka. “hey, maaf ya. Tadi kami sempat berburuk sangka pada mu. Ternyata... bukan kau penculiknya. Hey lihat... wajah mu sampai babak belur begitu, mereka menghajar mu habis-habisan ya? Ha ha ha ha ha...” ucap Jinx tertawa terbahak-bahak. “diam kau!” ucap Risha sambil lagi-lagi menjitak kepala Jinx. “aduuhh...” ucap Jinx. “kau tidak apa-apa kan sayang? Ayo ke rumah Risha dulu, kita obati luka-luka Aa ya...” ucap Risha khawatir. “sudahlah. Pak, ayo berangkat” ucap Harun dingin. Mobil itupun melaju kearah rumah keluarga paman dan bibi Harun. “bye-bye...” ucap para gadis. Di rumah, Rani menjelaskan peristiwa penculikan yang menimpanya dan Harun yang menghilangkan prasangka buruk mereka terhadapnya. Bahkan mereka malah berterima kasih pada Harun karena di tempat mereka berdua diculik, ia telah melindungi Rani. Cerita pun sedikit mengalami rekayasa, bahwa yang menolong mereka dan melumpuhkan para preman adalah para anggota satuan Buser. Sementara motif di balik penculikan tetap dirahasiakan. *** Sesampainya di rumah, Harun disambut paman dan bibinya dengan penuh khawatir. Tidak terkecuali Anita sepupunya. Tapi mereka pun bersyukur karena Harun pulang dalam keadaan selamat meski dengan beberapa luka. Segera ia menjalani interogasi oleh paman dan bibinya. Selesainya ia diinterogasi, ia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dengan air hangat lalu pergi kekamarnya untuk bersiap tidur. Sebelum tidur, ia kembali teringat Rani. Tadi, entah kenapa untuk sesaat ia melihat Rani adalah Raisa. Padahal, ingatan tentang gadis itu sudah memudar dari hatinya. Bahkan meski ia memiliki foto gadis itu, ia tak mau untuk melihatnya. *** Malam semakin mendekati pagi. Rumah Rani sudah sepi dari orang-orang yang mendatangi rumahnya karena ikut khawatir akan keadaan Rani yang sempat diculik. Terkecuali para gadis teman-teman Rani. Beberapa orang dari mereka memutuskan untuk menginap di rumahnya. Karena setelah kejadian yang menimpanya, mereka jadi takut untuk keluar malam. Mereka pun tidur bersama berdesakan di kamar Rani. Kali ini Rani yang merasa sangat lelah, tidur dengan lelapnya bersama beberapa orang teman dekat yang mencintainya. *** Hari minggu pagi. Saat klub olah raga mengadakan acara senam bersama di lapangan sekolah mereka yang cukup luas, klub seni beladiri mengadakan latihan seperti biasa. Latihan mereka kali ini sekaligus sebagai media promosi. Pukul 7.30 pagi di ruang olah raga. “dimana anggota tim kita yang lain?” tanya Deryl. “mungkin mereka masih tidur” jawab Nina. “ternyata mereka malah lebih pemalas dari ku. Dasar payah” ucap Jo. Saat yang bersamaan di rumah Rani. “anak-anak, apa kalian sudah bangun? Sudah siang, ayo cepat mandi lalu sarapan” ibunda Rani membangunkan mereka dari balik pintu kamar yang terkunci dari dalam. “iyaa... sebentar...” jawab Rani. “Vivi, Risha, Lily, ayo cepat bangun. Sudah siang” ucap Rani sambil membereskan tempat tidurnya. “sebentar, aku masih ngantuk... lima menit lagi...” jawab Risha tanpa membuka matanya. “iya lima menit lagi...” tambah Vivi. “huaahh... aduuhh... kepala ku pening. Mungkin karena aku kurang tidur. Jam berapa sekarang?” tanya Lily. “setengah delapan” jawab Rani. “aapaaa?!” teriak Lily sambil bergegas. “haah... ternyata sudah siang ya?” ucap Vivi yang terbangunkan suara ribut Lily. Ia lalu duduk sambil menggaruk-garuk pantatnya. “ayo cepat bangun sapi!” ucapnya sambil menimpuk kepala Risha dengan bantal. “aduuh! Siapa yang menimpuk ku?!” ucap Risha kesal lalu bangun dengan terpaksa. “ayo bangun, sudah siang. Kita ada jadwal latihan kan?” ucap Rani lalu keluar dari kamar setelah selesai membereskan tempat tidurnya bersama Lily. “cepat turun dari kasur! Sedang aku bereskan” ucap Lily. Risha turun dari kasur dan mengambil ponselnya lalu berjalan keluar dari kamar dengan sempoyongan hingga ponselnya berdering. “iya halo... wa’alaikum salam” jawab Risha dengan nada mengantuk. “hey pemalas, ini aku Jo” sapa Jo yang menelpon dengan ponsel Bo. “enak saja kau sebut aku pemalas! Ada perlu apa telpon aku?!” “hey, sekarang ada jadwal latihan kan? Teman-teman yang lain sudah menunggu” “duluan saja” “kenapa? Kau baru bangun ya? Dasar pemalas, bau mulut mu itu tercium sampai kemari tahu” ucap Jo memanas-manasi. “apa?!! Awas ya!! Akan aku tendang bokong mu habis-habisan!” “memangnya kau bisa menghajar ku dari sana? Lagi pula... aku ini jelas lebih kuat dari mu” “kurang ajar!! Jangan pergi kemana-mana! Tunggu saja! Akan aku buktikan kalau aku lebih kuat dari mu!” “iya... tapi jangan buat aku bosan menunggu ya” ucap Jo lalu menutup telpon. “kau memang pintar Jo. Dengan begitu, dia pasti akan datang” ucap Bo. “hmph, piece o’cake” ucap Jo. *** Lily dan Risha tergesa-gesa mandi lalu memakai baju hingga baju Risha sempat terbalik. “maaf ya tante, Lily pamit pulang” “iya Mamah Neneng, Risha juga mau pulang saja” “kenapa buru-buru sekali? Sarapan dulu” ucap ibunda Rani. “Risha sarapan di rumah saja” “iya tante, tidak usah repot-repot. Maaf kami sedang buru-buru” tambah Lily. “ya sudah, hati-hati di jalan ya...” “iya... assalamu’alaikum” ucap Risha dan Lily pamit. “Ran... kami pergi dulu ya...” “iya...” jawab Rani “mereka buru-buru sekali?” “hari ini ada jadwal latihan sekaligus sebagai media promosi klub. Semua anggota klub seni bela diri seharusnya hadir untuk latihan” jawab Rani. “oh begitu” “tambah lagi mereka memang seperti itu Tante. Mereka kadang suka terburu-buru” ucap Vivi sambil sarapan pagi. *** Di sekolah. “apa kalian tidak perhatikan?” tanya Jinx. “soal apa?” tanya Ricky. “semalam para Polisi dan Detektif itu tidak menginterogasi Rani setelah mendapat sedikit penjelasan dari lelaki tua itu” “iya juga, mereka malah menutup kasus itu dan langsung pergi” tambah Bo. “hmmhh... lelaki tua yang semalam itu kalau tidak salah, pak Sudirman. Dia adalah seorang petinggi TNI. Aku heran... kenapa dia turun tangan langsung untuk kasus biasa seperti itu?” ucap Deryl. “jawabannya adalah Scorpion. Seperti yang kita tahu dari berbagai media, semua kasus yang berkaitan dengan mereka adalah rahasia. Kasus mereka ditangani langsung oleh para Pemburu yang dibawahi langsung oleh pak Sudirman. Itulah yang menjadikan kasus semalam tidak biasa dan terkesan ditutup-tutupi” jawab Jo. “jadi begitu?” ucap Deryl. “lalu... apa motif mereka menculik Rani dan Harun?” tanya Ricky. “jika motifnya uang, sepertinya tidak mungkin. Mereka bisa mendapatkan uang lebih banyak dengan mudah hanya dari pasar gelap dan narkoba. Jadi, tidak mungkin mengambil resiko dengan menculik mereka karena jika berhasil pun, uangnya tidak seberapa” jelas Muha. “lalu... apa kaitan antara ketiganya?” tanya Bo. “Alex, apa kau tahu sesuatu? Antara Harun dan Scorpion?” tanya Deryl. “aku tidak tahu banyak tentang dia. Semua tentang dia ku peroleh dari Anita. Katanya hampir semua anggota keluarga Harun dibantai oleh mereka. Mungkin... kematian Raisa juga ada hubungannya” jawab Alex. “ngomong-ngomong, Raisa itu siapa?” tanya Jinx. “aku merasa beruntung pernah mengenal gadis itu. Dia adalah gadis paling sempurna yang pernah ku kenal. Dia... tunangan Harun” jawab Alex. *** “bagus... serangan-serangan mu... semakin hebat...” ucap Deryl sambil menangkis serangan-serangan Alex. “kemampuan mu... juga semakin berkembang” ucap Alex sambil menyerang Deryl. Sementara itu di bagian yang lain. “sial! Tendangan ku... tidak ada yang... kena!” ucap Ricky sambil menyerang Muha. “jurus tendangan mu... memang hebat... tapi... dalam hal kecepatan respon... akulah yang paling unggul” ucap Muha sambil menghindari serangan-serangan Ricky. Tak berapa lama kemudian. “selamat pagi... maaf kami terlambat” sapa Lily baru tiba bersama Risha. “selamat pagi sayang!” sapa Jinx dari tengah ruangan berlari menuju Risha sambil melebarkan lengannya hendak memeluk Risha. Dengan tatapan dingin, Risha memandangi Jo yang sedang berdiri di tengah ruang olah raga bersama Bo. Kemudian tanpa menoleh, Risha melangkah maju hingga ia terhindar dari pelukan Jinx dan Jinx pun terpaksa harus jatuh tersungkur dan hanya bisa memeluk bayangan Risha. “sekarang kau dalam bahaya besar Jo” ucap Bo. “tidak. Kali ini aku sudah siap” jawab Jo. Risha berdiri berhadapan dengan Jo. “kau sudah siap?” tanya Risha. “seharusnya aku yang bertanya begitu” jawab Jo. “tentu saja aku selalu siap. Sekarang, aku akan benar-benar menghajar mu habis-habisan tanpa ampun” ucap Risha. “ayo buktikan” ucap Jo. Risha melangkah ke belakang Jo menuju tempat istirahat untuk menaruh tasnya. Semua orang yang ada di ruangan itu dibuat penasaran dengan apa yang akan terjadi. Mereka pun menghentikan latihan mereka lantaran ingin menonton pertandingan antara Jo dan Risha. “hadirin sekalian! Sebentar lagi kita akan menyaksikan pertarungan spektakuler abad ini antara gadis terkuat di sekolah kita, Risha...” ucap seorang komentator dadakan. Para penonton ramai bersorak untuk Risha. “... melawan pemuda paling pemalas di seantero sekolah kita, Jo...” lanjut si komentator. “kenapa aku disebut sebagai pemuda paling pemalas? Belum dimulai saja, sudah payah begini” ucap Jo. Para penonton tak kalah ramai bersorak untuk Jo. Sorakan yang begitu ramai mengundang kedatangan orang-orang dari luar ruang latihan. “biar semua orang tahu, kalau hari ini aku akan menendang bokong mu!” ucap Risha. “yaah... terserahlah, tapi itu pun kalau kau bisa” ucap Jo bernada meledek. “tentu saja, aku pasti bisa!” jawab Risha. “hmph...” Jo tersenyum. “hadirin sekalian... yang bertindak sebagai wasit adalah Deryl, ketua tim sebelas. Sedangkan yang bertindak sebagai juri adalah Yuni Nawati dari tim sebelas, Nugroho dari tim enam dan Tedy dari tim tiga...” ucap Komentator menunjuk wasit dan dewan juri seenaknya membuat empat orang yang disebut pun mau tak mau tampil seperti yang disebut komentator. Sorak sorai penonton pun semakin riuh redam memenuhi ruang olah raga itu. *** Di rumah Rani. “kira-kira mereka sekarang sedang apa ya?” tanya Vivi. “bukannya mereka sedang latihan?” jawab Rani. “maksud ku bukan cuma itu. Pasti ramai oleh para pengunjung pameran” “sayangnya sekarang aku ada janji” “bukannya sayang, tapi bagus” Tak lama kemudian, ponsel Vivi yang menggantung di dadanya berdering. “ini Lily” ucap Vivi saat melihat siapa yang menelpon. “iya halo, ada apa Li?” tanya Vivi. “di sekolah, tanpa direncanakan, Risha dan Jo mengadakan pertandingan satu lawan satu” jawab Lily dengan suara keras karena di belakangnya berisik. “ramai sekali?” tanya Vivi. “iya, ruang olah raga sampai penuh sesak. Sebentar lagi pertandingannya akan dimulai. Kalian akan menyesal kalau tidak datang” “ya sudah, kami akan ke sana sekarang” jawab Vivi. “iya kami tunggu. Sudah ya...” ucap Lily menutup telpon. “bagaimana? Apa kita pergi? Dia tak juga datang kan?” tanya Vivi. “sebentar lagi” “sampai kapan? Sekarang sudah hampir jam delapan” “justru sekarang masih jam delapan saja belum kan?” “ya sudah. Dasar keras kepala” “kau tidak pergi?” “mana mungkin aku pergi kalau kau tidak pergi. Lagi pula, aku penasaran. Apa dia akan menepati janjinya?” “itu pasti. Karena dia...” *** “kami sudah mengumpulkan semua barang bukti dari mereka. Kami sudah menemukan ponsel yang mungkin milik Rani” ucap Pak Sudirman. “terima kasih. Tapi... sebaiknya Bapak jangan terlalu banyak turun langsung dalam kasus yang berhubungan dengan mereka” ucap Harun. “mana bisa. Ini kasus besar” “meskipun ini kasus besar, Bapak cukup percayakan penanganan di lapangan pada kami” “kau tahu aku sangat bertanggung jawab atas diri kalian?” “dan kami juga bertanggung jawab atas keselamatan Bapak. Ini demi keselamatan Bapak sendiri. Sudah berkali-kali aku beri tahu kan?” “yaah... baiklah kalau begitu. Lain kali aku akan berusaha mengendalikan diri untuk tidak terjun bersama kalian. Tambah, aku memang sudah tua. Seharusnya aku banyak istirahat” Mereka sampai di tempat pemeriksaan barang bukti. “mana ponsel milik Rani?” tanya Jenderal pada anak buahnya. “ini Pak, item nomor P.16” “ini. Coba kau periksa” ucap Jenderal sambil menyerahkan ponsel itu pada Harun. Harun lalu menyalakan ponsel mati itu dan ternyata ponsel itu masih bisa diaktifkan. Ia lalu memeriksa ponsel itu baik-baik. Tak lama kemudian, beberapa pesan singkat masuk. Pesan masuk itu dari Vivi, Risha dan teman-teman yang lain yang semalam mengkhawatirkan Rani. Ia lalu memeriksa sisa pulsa ponsel itu. Setelah dirasa cukup, ia menelpon seseorang. Ponsel Vivi yang diletakkan di atas meja berdering. Namun karena Vivi sedang asyik main PS dengan Sutan adiknya Rani, ia tak tahu kalau ponselnya berdering cukup lama. Rani sendiri sedang berada di kamarnya. “bagaimana?” tanya Pak Sudirman. “tidak diangkat. Mungkin mereka sedang ada di sekolah. Disana sedang ramai karena ada kegiatan promosi klub” Harun menutup panggilan. “promosi klub ya? Apa kau ikut bergabung dengan salah satu klub?” “aku tidak berminat” *** “ahh sial! Aku kalah lagi! Kamu curang ya Sutan?!” tanya Vivi kesal. “tidak Teh, Sutan memang punya banyak cheat and trick tapi tadi tidak dipakai satu pun” jawab Sutan. “eh? Satu panggilan tidak terjawab?” ucap Vivi saat melihat ponselnya. “ini! Rani!” ucap Vivi yang bergegas menuju Rani. Tanpa mengetuk pintu, Vivi langsung masuk ke kamar Rani. Di dalam kamar ternyata Rani sedang memeriksa luka memar di bahunya. “ada apa? Kenapa kau seperti yang kebakaran jenggot begitu?” tanya Rani. “ini! ini! Tadi nomor ponsel mu menelpon tapi tidak aku angkat!” ucap Vivi panik sambil memperlihatkan ponselnya. “tadi aku sibuk main PS bersama Sutan!” lanjutnya. “jadi ponsel ku sudah ketemu?” ucap Rani. “bukan begitu! Siapa tahu ponsel mu ada entah dimana dan masih bersama mereka! Coba kalau mereka tadi menelpon untuk mengancam nyawa kita?!” “kalau begitu kita telpon balik saja nomor ponsel ku” “kamu ini bagaimana sih?!” “sudah tenang saja” Mereka lalu menelpon balik nomor hp Rani. Beberapa saat menunggu, akhirnya panggilan mereka dijawab. *** bersambung...
Posted on: Fri, 01 Nov 2013 11:50:51 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015