-Beberapa Hadits Lemah dan Palsu Yang Mahsyur Di Bulan - TopicsExpress



          

-Beberapa Hadits Lemah dan Palsu Yang Mahsyur Di Bulan Ramadhan- -Hadits Tidurnya Orang Yg Berpuasa “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437). Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696). Terdapat juga riwayat yang lain: “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif,sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653). Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya,seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah. Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah,bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan. -Hadits Doa Berbuka Puasa “Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni,innaka antas samii’ul ‘aliim.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1),Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710) Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar. Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz: Yang artinya: “Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa,kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.” Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih : “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.” Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits: “Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa: "Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah. . ." (‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah , 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud . -Hadits Mengucapkan Minal Aizin Wal Faizin “Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata: Taqabbalallahu minna wa minka.” Beliau bersabda: “Ya,Taqabbalallahu minna wa minka.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (2/319), Al Baihaqi dalam Sunan- nya (3/319), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (3/1246). Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524),oleh Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz (4/1950), oleh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (5666). Yang benar, ucapan ‘Taqabbalallahu Minna Wa Minka’ diucapkan sebagian sahabat atau atsar (ucapan sahabat) bukan Hadits berdasarkan sebuah riwayat: Artinya: “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya ketika saling berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan: "Taqabbalallahu Minna Wa Minka" (Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda)”. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294),dishahihkan oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354). Oleh karena itu, boleh mengamalkan ucapan ini,asalkan tidak diyakini sebagai hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Satu catatan pula yang mesti diperhatikan: tidak ada pengkhususan di Idul Fithri untuk saling maaf memaafkan.Semacam sering kita dengar tersebar ucapan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” saat Idul Fitrhi. Seolah-olah saat Idul Fithri hanya khusus dengan ucapan semacam itu. Ini sungguh salah kaprah. Idul Fithri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan. Waktu untuk saling memohon maaf itu luas. Ketika berbuat salah, langsung meminta maaf, itulah yang tepat. Tidak mesti di saat Idul Fithri. Karena jika dikhususkan seperti ini harus butuh dalil dari Al Qur’an dan Al Hadits. Buktinya, tidak ada satu dalil yang menunjukkan seperti ini. Satu ucapan lagi yang keliru saat Idul Fithri, yakni ucapan “Minal ‘Aidin wal Faizin”. Ucapan ini dari segi makna kurang bagus arti dari ucapan tersebut adalah “Kita kembali dan meraih kemenangan”. Ini suatu kalimat yang rancu. Kita mau kembali ke mana??? Apa pada ketaatan atau maksiat??? Jika mengandung dua makna seperti ini hendaknya ditinggalkan. Karena bisa jadi orang memahami yang dimaksud adalah kita kembali pada maksiat. Artinya, ibadah hanya dibulan Ramadhan saja, setelah itu sah-sah saja untuk maksiat, sah-sah saja untuk tinggalkan shalat dan ibadah wajib lainnya. Akibat ucapan keliru,berujung pada amalan yang keliru. Satu hal lagi yang mesti dipahami,makna “Minal ‘Aidin wal Faizin” adalah sebagaimana yang kami sebutkan di atas. Dan bukan maknanya adalah “Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Setiap kali ada yang ucapkan “Minal ‘Aidin wal Faizin” lantas diikuti dengan kalimat “Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Dikira artinya adalah kalimat selanjutnya. Ini sungguh keliru. Ini pemahaman orang yang tidak paham bahasa Arab. Semestinya hal ini diluruskan. Makna kalimat “Minal ‘Aidin wal Faizin” adalah “Kita kembali dan meraih kemenangan”. Namun sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru. Sehingga sudah sepantasnya kita hindari. Ucapan yang lebih baik adalah sebagaimana telah dikemukakan di awal tulisan dan dicontohkan langsung oleh para sahabat, yakni “ Taqobbalallahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian)”. Demikian, semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang sahih. Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat dan ampunannya kepada kita di bulan mulia ini. Dan semoga bisa meluruskan kekeliruan yang selama ini ada. Semoga amal-ibadah di bulan suci ini kita berbuah pahala disisi Rabbuna Jalla Sya’nuhu . Semoga yang sedikit ini bermanfaat. jika kurang yakin silahkan merujuk pada kitab-kitab tersebut. Wallahu alam Bishawab. . . sumber: Muraja’ah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar Artikel muslim.or.id Artikel rumaysho
Posted on: Sun, 07 Jul 2013 23:48:58 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015