12.buru menggantikan kehancuran rumah tangga tersebut (yang adalah - TopicsExpress



          

12.buru menggantikan kehancuran rumah tangga tersebut (yang adalah keluarga dari anak angkatnya Rasul Allah) dengan menetapkan perkawinan yang baru untuk Muhammad?] Macam apakah tuhannya yang satu ini? Dalam bukunya, The Life of Muhammad, Dr. Haykal menolak cerita tentang Zayd dan Zainab ini. Dia mendeskripsikannya sebagai sesuatu yang memalukan dan dia menuduh kaum misionaris dan peneliti Barat mengada-adakannya untuk menjatuhkan Islam dan nabinya. Ketika saya masih seorang Muslim, saya berharap Dr. Haykal benar dan semua cerita merendahkan terhadap Muhammad memang kebohongan belaka. Namun, kita harus menatap fakta pahitnya dan membaca jawaban Dr. bint Al- Shati’, seorang ulama Muslim yang cukup terkenal, yang menyatakan kebenaran apa adanya: “Cerita tentang Muhammad, sang Rasul, yang mengagumi Zainab ... dan bagaimana dia meninggalkan rumah Zainab dengan berkata, “Terpujilah Allah yang merubah hati seseorang”, diceritakan kepada kita oleh pendahulu-pendahulu yang baik seperti Imam Al-Tabari dalam buku sejarahnya dan oleh Abu Ja’far Ibn Habib Al-Nabeh dan yang dikasihi Al-Tabari, dan tetangga Allah, Al-Zamkhashri. Orang- orang tersebut mengkisahkan cerita ini sebelum dunia mendengarkan Perang Salib, penginjilan, dan misionaris Barat. ... Mengapa kita harus menyangkal bahwa sang Rasul adalah manusia yang melihat Zainab dan mengaguminya... Muhammad tidak pernah menyatakan dirinya sempurna, tanpa nafsu manusia. Sebagaimana dia bergairah ketika melihat Aisyah daripada istri-istrinya yang lain, dia mengatakan, “Allah, jangan salahkan aku karena tidak memiliki apa yang engkau miliki (kemampuan menahan diri).”29 Semua kisah diatas adalah fakta, dibenarkan oleh para tokoh Muslim, bukan rekayasa misionaris Barat seperti dituduhkan oleh Haykal. *[Bahkan pihak Muslim pulalah yang ingin menyembunyikannya atau – seperti halnya Ibn Kathir – menghapusnya dari khazanah Islam karena dianggap tidak sehat, “kami ingin menghapus beberapa halaman dari kisah tersebut, sebab tidak sehat, dan kami tidak akan sebut lagi”. (Ibn. Kathir, Tafsir, vol.3, p.491)] 29 The Wives of the Prophet by bint Al.-Shanti’, hal. 61 & 63. Apakah seharusnya kita masing-masing memiliki tuhan dan “jibril” kita sendiri-sendiri agar kita dapat melakukan apa yang kita mau, dan menolak apa yang tidak kita inginkan, dengan berkedok bahwa tuhan yang memerintahkannya lewat “jibril” demi membenarkan tindakan kita? Mari kita bandingan hal ini dengan kehidupan Raja Daud, “Nabi Daud” bagi kaum Muslim. Daud bernafsu atas istri orang lain. Namun betapapun dia disayangi oleh Tuhan, Tuhan tidak membiarkan perselingkuhan tersebut terjadi begitu saja hanya karena Daud adalah seorang nabi dan seorang raja. Sebaliknya, Tuhan menegur dan menghukumnya dengan keras. Ancaman Tuhan berkumandang di seluruh Israel (!) saat Dia berkata kepada Daud: “Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan menambil isteri Uria, orang Het itu, untuk menjadi isterimu.” (2 Samuel 12:10). Daud menjawab dengan ratapan: “Kasihanilah aku, ya Tuhan, menurut kasih setiaMu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmatMu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.... Jadikanlah hatiku tahir, ya Tuhan, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!” (Mazmur 51:3-5, 12) Dengan kata lain, Tuhan adalah Tuhan yang suci dan murni yang tidak berkompromi dan berkonsesi dengan dosa. Kesuciannya untuk dosa siapapun, baik itu Daud maupun Muhammad. Tuhan yang Sejati menghukum dosa dan tidak malah memberinya hadiah! Sebaliknya Muhammad melakukan apa saja yang ia mau dan itu absah saja. Zainab sendiri menjelaskan: “Setelah bercerai, langsung dan lihatlah, Rasul Allah memasuki rumah saya saat saya sedang tidak berjilbab dan saya bertanya kepadanya, “Apakah akan seperti ini tanpa wali atau saksi?” Dia menjawab kepada saya, “Allah adalah walinya dan “jibril” adalah saksinya.” Akibat dari pernyataannya, Zainab menyombongkan diri di depan istri-istri Muhammad lainnya dengan mengatakan: “Ayah-ayahmu yang memberikan kamu dalam pernikahan, namun untuk saya, surgalah yang memberikan saya dalam pernikahan dengan Rasul Allah.”30 Namun agar Muhammad bisa keluar dari issue sah tidaknya ia mengawini Zainab, kembali “jibril” siap sedia menurunkan ayat dari tuhannya, menyatakan bahwa dia tidak bukan mengadopsi Zayd seperti yang umum maksudkan. Sehingga, khusus menikahi Zainab sesungguhnya sah: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”31 Ulama terpandang mencatat dalam bukunya, Al-Sira Al-Halabia: “Jika Muhammad bernafsu atas wanita yang sudah menikah, menjadi keharusan bagi suaminya untuk menceraikannya untuk dia (Muhammad).32 [Sedangkan ada seorang Nabi lain yang justru mengatakan dalam otoritas dan kekudusanNya: “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”. (Mat.5:27-28)] Jadi dimanakah alasan-alasan yang dilemparkan para ulama bahwa pernikahan Muhammad hanya semata untuk menguatkan hubungan Islam antar suku? Dimanakah aspek “demi kepentingan Islam”nya?
Posted on: Fri, 28 Jun 2013 06:19:29 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015