5 NEGARA YANG MERAUP UNTUNG DARI KEKAYAAN ALAM DI INDONESIA - TopicsExpress



          

5 NEGARA YANG MERAUP UNTUNG DARI KEKAYAAN ALAM DI INDONESIA Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah. Namun, pemerintah sendiri mengakui salah urus dalam mengelola potensi tersebut. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswo Utomo mengakui kesuksesan ekspor kekayaan alam Indonesia belum menyejahterakan rakyat. Penyebabnya adalah ketidakpaduan dalam diri pemerintah, khususnya pusat dan daerah. Masing-masing mengeluarkan aturan sendiri dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA). "Kita semua punya, yang belum punya adalah rasa kebersamaan. Kita harus sama, kita harus satu," ujar Susilo dalam diskusi Kadin di Jakarta, Senin (24/6). Ambil contoh dalam kasus batu bara, salah satu komoditas primadona tambang kita. Negara ini sejatinya tidak punya banyak batu bara. British Petroleum Statistical Review melansir, cadangan batu bara Indonesia hanya 4,3 miliar ton, 0,5 persen cadangan dunia. Namun, dari 340 juta ton produksi setiap tahun, 240 juta ton diekspor. Padahal Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah berkali-kali berteriak pembangkitnya butuh pasokan batu bara. Kabarnya banyak pemerintah daerah yang kaya batu bara begitu royal memberi konsesi tambang untuk perusahaan asing, yang jelas berorientasi ekspor. Berlawanan dari pemerintah pusat yang berusaha mengatur pasokan bahan bakar non-fosil agar lebih merata. Itu baru satu kasus, belum lagi menengok persoalan minyak dan gas (migas). Sistem production sharing contract (PSC) memang membuat sebuah blok minyak tetap menjadi milik pemerintah, meski perusahaan asing yang mengelolanya. Namun, karena pemerintah tak serius mengembangkan Pertamina, akhirnya BUMN itu seperti jadi anak tiri di negeri sendiri. Saat ini Pertamina sebagai perusahaan migas nasional hanya menyumbang 24 persen dari produksi minyak domestik. Alhasil, target lifting pemerintah 826.000 barel per hari dipenuhi dari kinerja operator asing seperti Chevron atau British Petroleum. Dengan pengelolaan SDA yang melulu berorientasi ekspor dan cenderung melupakan kebutuhan dalam negeri, untung perusahaan berada di urutan pertama, baru disusul kesejahteraan rakyat. Itupun melalui jatah yang diperoleh pemerintah pusat dan daerah terlebih dulu, untuk kemudian disalurkan ke masyarakat. Padahal, setiap kali isu pemerataan hasil kekayaan alam muncul, warga selalu ingat pasal 33 Undang-Undang Dasar Indonesia. Beleid itu mengamanatkan sumber daya alam harus dioptimalkan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Lebih parah lagi, karena menyerahkan SDA pada perusahaan asing, pemerintah saat ini tidak terlihat ingin mengembangkan industri hulu di dalam negeri. Padahal pasokan bahan baku dari kekayaan alam, penting untuk penguatan industri hulu seperti semen dan kertas. Ketua Tim Kerja RUU Perindustrian Kadin, Rauf Purnama menilai visi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak jelas soal pengelolaan kekayaan alam hingga pengembangan industri hulu. Berbeda dari era Presiden Soekarno. "Misalnya sepatu, baju, karpet, itu industri hulu bahannya dikuasai asing, harusnya itu pemerintah lebih mengembangkan ke situ. Bung Karno dulu banyak bikin pabrik kertas, semen, itu industri hulu. Nanti kalau (industri) sudah mampu diserahkan ke swasta," kata Rauf. Di tengah carut marut tersebut, investor asing menangguk untung besar. Ekspor terus berjalan dan pengerukan SDA Indonesia tetap berlangsung. Meski demikian mereka tidak bisa disalahkan, karena ekspansi bisnis tersebut berjalan sesuai koridor. Bahkan pemerintah sendiri yang memberi karpet merah bagi perusahaan migas dan tambang luar negeri untuk menggarap kekayaan alam di Tanah Air.
Posted on: Tue, 25 Jun 2013 07:35:05 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015