Air Mata Yang Menjadi Mata Air ___________________________ Suhu - TopicsExpress



          

Air Mata Yang Menjadi Mata Air ___________________________ Suhu udara yang mulai terasa hangat sepertinya tidak mampu menghangatkan suasasa hatiku saat itu. Kesedihanku memuncak dalam hatiku dan tertuang dalam tetesan-tetesan air mata yang kemudian mulai membasahi wajahku. Aku hendak mencoba membohongi persaanku dengan berpura-pura tersenyum, namun spertinya tidak bisa. Air mataku terus menetes dan menetes. Itulah suasana hatiku pada pagi hari, 2 Juli 2010. Pada waktu itu aku menyaksikan secara langsung kakekku menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya sampai dadanya terlihat mengempis tak berudara lagi. Sungguh aku tak bisa menahan kesedihanku. Sang kakek yang kukasihi kini telah tiada. Bagiku, beliau adalah seorang guru yang telah banyak memberi perubahan dalam hidupku. Bahkan, aku sempat menaruh kasih yang lebih dari seorang kakek kepadanya yaitu sempat mengaggapnya sebagai ayahku. Bisa disebut, beliau adalah ayah sekaligus kakek bagiku. Waktu itu, banyak orang datang menghibur keluargaku. Ada yang berkata, “Sudahlah! Jangan menangis! Semua akan baik-baik saja. Tuhan lebih sayang kepada Opa.” Juga ada yang datang turut menangis atau mengambil bagian dalam kesedihan kami. Namun ada juga yang menangis bukan karena merasa turut berduka namun karena matanya pedih akibat asap dapur dari rumah duka, juga bau masakan yang sedikit tajam menggangu hidung yang berpengaruh pada mata (kebiasaan orang Minahasa). Sepertinya kita kesampingkan dahulu alasan yang terakhir dari penyebab orang-orang menangis dan memusatkannya kepada sebuah verba, yaitu “menangis”. Semua orang mungkin pernah menangis. Ya, termasuk Saya dan Anda (mungkin). Saat kita membuka mata pertama kali dan melihat dunia, yang kita lakukan pertama kali adalah menangis. Konon, kalau bayi tidak menangis saat lahir ada beberapa kemungkinan, yaitu bisa saja si bayi mengalami penyakit atau bisa saja ia sudah meninggal. Bahkan juga, Lord Baden Powel, bapak pandu sedunia (pramuka) yang dikenal dengan sifatnya yang selalu bergembira dan berbahagiapun pernah meneteskan air matanya saat ayahnya meninggal. Namun ada juga bebrapa orang dewasa yang tidak bisa meneteskan air mata atau menangis karena mengidap suatu penyakit mata. Ada bebrapa faktor yang menyebabakan orang bisa menangis, namun biasanya yaitu ketika orang itu sedang bersedih hati. Misalnya ketika mengalami penolakkan, pengkhianatan, kehilangan (orang yang dikasihi, dsb), dan sebagainya. Namun, pada intinya semuanya menangis atau melahirkan perasaan sedih dengan mencucurkan air mata bahkan mengeluarkan suara. Suasana ini (menangis) juga dicatat dalam Injil Yohanes 1:1-44. Bahkan Yesus sendiri pernah menangis; ayat 35 “Maka menangislah Yesus.” Jika kita cermati dengan seksama, sebenarnya alasan Yesus menangis bukan hanya karena Ia simpati kepada Maria yang datang bermohon kepada-Nya (ayat 33) atau karena kematian Lazarus tetapi semua itu terjadi karena salah satu alasan yang merupakan sifat dasar-Nya yaitu kasih. Ya, karena kasih. Sepertinya, alasan ini ditemukan dan dikemukakan oleh orang-orang Yahudi yang ada pada waktu itu, yaitu dalam ayat 36 "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!" Jadi alasan mengapa orang bisa menangis, bukan hanya karena sedang bersedih hati tetapi juga karena kasih. Kasih? Apa itu kasih? Lihat 1 Korintus 13:4-7. Mungkin anda bertanya, Apa kita boleh menangis dikala kita mengalami sesuatu pergumulan, dsb? Jawabannya, Ya. Tapi menangisnya sungguh-sungguh yah. Jangan dibuat-buat. Nanti orang yang melihatnya menyebut, “Ah, itu sih air mata buaya.” Juga, bagaimana dengan yang mengatakan kalau seseorang menangis atau bersedih berarti ia tidak beriman? Karena, katanya kita harus terus bersukacita atau jangan berdukacita? Jawabanya, Lihat renungan “Bersukacita atau Berdukacita?”. Menangis adalah bukti dari adanya cinta. Ketulusan dari cinta akan nampak ketika air mata mulai menetes membasahi wajah kita. Andar Ismail menulis, “cinta perlu diperjuangkan dengan pergumulan derita dan air mata ..” Juga Khalil Gibran, “Cinta adalah saat kamu menitikkan air mata …”, juga C.S. Lewis, “Semakin besar kasih sayang, semakin besar kesedihan (kesedihan yng berujung pada tangisan)”, Semuanya berujung pada satu ekspresi, yaitu “Menitikkan air mata”. Ya, menangis. Jadi menangis perlu juga yah? Kemudian apa yang terjadi setelah Yesus menangis (dalam Yohanes 11:1-44)? Yang terjadi adalah Keajaiban. Lazarus keluar dari kuburnya. Lazarus bangkit. Lazarus hidup kembali. Banyak orang yang menyaksikan menjadi takjub dan menjadi percaya kepada-Nya (ay. 45). Bahkan bukan hanya Lazaraus yang memperolah kehidupan tetapi juga bagi orang-orang yang percaya kepada Yesus karena melihat keajaiban waktu itu. (Lihat Yohanes 3:16 dan renungkan). Sungguh hebat, yah? Ya. Ternyata, menangis ada manfaatnya juga. Kasih yang tulus menghasilkan air mata. Dan, kasih yang tulus (caharity) itulah yang mampu mengubahkan air mata menjadi mata air. Ya, mata air kehidupan. Bukan air mata buaya. Oleh karena itu menangislah selagi kita bisa menangis. Luapkan semua isi hatimu dengan air mata. Karna Tuhan mengerti setiap tetesan air mata. By, Clieff H. Sumangkut. Rabu, 17 Juli 2013. Tataaran, Lemlit - Kampus UNIMA.
Posted on: Wed, 17 Jul 2013 12:19:01 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015