BMDW Chap.4 Author : Aika Umezawa, T Bagaimana perasaan - TopicsExpress



          

BMDW Chap.4 Author : Aika Umezawa, T Bagaimana perasaan seseorang yang tiba-tiba mendapat sebuah deklarasi peperangan dari orang yang sama sekali tidak ia kenal? Bingungkah? Pasti. Itulah yang dirasakan oleh Haruno Sakura saat ini. Terlebih lagi, orang itu adalah best-friend-wanna-be dari pemuda yang akhir-akhir ini akrab dengannya. Yeah, siapa yang tidak iri kalau bisa menjadi salah satu orang terdekat dari pemuda serba bisa—pintar, kaya, virtuoso, dan err, dingin? Begitulah. Seingat gadis itu, belum ada undang-undang yang mengatur tentang pembatasan dalam pertemanan dengan anggota keluarga Uchiha. Oke, mungkin kalau Tayuya anggota parlemen, ia akan segera membuat undang-undang tersebut. Sadar bahwa orang yang menjadi rival-nya berbahaya, berbagai penyelidikan dilakukan. Dengan kemampuannya dalam bersosialisasi, dalam beberapa jam Sakura sudah mendapat seluruh informasi yang ia butuhkan. Gadis itu memperhatikan selembar kertas di hadapannya dan menaikkan alisnya pada sebuah kalimat. Spesialisasi: Bantingan Apa aku akan tetap hidup? pikir Sakura. Jujur saja, bermusuhan dengan teman seangkatan hanya karena seorang laki-laki itu sangat-tidak-logis. Seakan-akan pasokan cowok di dunia sudah habis diambil orang. Uchiha Sasuke memang pantas untuk direbutkan, tapi, apa tidak ada cara lain untuk bersaing secara sehat? Apalagi, Tayuya adalah andalan klub judo. Tidak bisa dibayangkan apabila gadis itu berani melayangkan bantingannya pada tulang-tulang putri Haruno. Baiklah, Tayuya tidak akan berani melakukan itu di depan Sasuke. Tapi siapa yang tahu? Kenekatan gadis remaja SMA perlu diwaspadai. Sakura menghela napas dan menyandarkan punggungnya pada sofa putih empuk di belakangnya. Diletakkannya kertas itu begitu saja di atas meja, terhempas-hempas oleh hembusan pendingin ruangan di ruang keluarga. Di tengah-tengah pikirannya yang runyam, alunan nada Utakata Hanabi dari supercell melantun merdu dari iPhone di saku celana Sakura. Dirogohnya saku celananya dan mengeluarkan benda elektronik itu. Ditekannya sebuah tombol di layar sentuh ponselnya dan mendekatkan speaker pada telinga kanannya. Ya, Hinata? . . . Bring Me Down © Aika Umezawa . . Standard Disclaimers Applied . . Warning: Alternate Universe, Out of Characters (perhaps) . . . Chapter 4 . Toxic . . . Konoha Mall begitu ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang di akhir pekan ini. Tidak jarang kafe-kafe yang berjajar di sepanjang koridor lantai 5 dipenuhi oleh pertemuan antar kolega, reuni-reuni, atau sekedar menghabiskan malam Minggu mereka dengan secangkir latte. Jari-jari lentik meraih pegangan cangkir keramik dan menghirup frappuccino di dalamnya. Sepasang iris mutiaranya memandang pemandangan Konoha di sore menjelang malam hari dari kaca besar di sisi kanan tempat ia duduk. Posisinya benar-benar strategis dan sangat indah. Ia dapat melihat Istana Kaisar dengan gemerlap cahaya lampu-lampu yang menerangi setiap sudut kota Konoha. Berbagai macam jenis kendaraan berlalu lalang melewati skywalk yang menghubungkan gedung barat dan gedung timur Konoha Mall tepat di bawah kafe tempat gadis itu berada. Sekelebat warna merah muda berjalan ke arah meja gadis itu. Semua mata memandang sosok tersebut antara kekaguman dengan keheranan. Ya, pemandangan langka melihat seorang gadis muda memiliki rambut yang tercelup warna kelopak bunga sakura dengan mata hijau emerald cemerlang. Sudah lama? Gadis itu menyamankan dirinya di sofa seberang tempat gadis bermanik mutiara itu duduk. Ia menggelengkan kepalanya dengan senyum manis mengembang di wajah cantiknya. Tidak. Aku juga baru sampai, jawabnya. Pesanlah sesuatu, Sakura. Perempuan dengan iris zamrud—Sakura—meletakkan tasnya di sebelahnya dekat jendela dan membuka daftar menu di atas meja. Ia melambaikan tangannya memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. Waiter tersebut menganggukan kepalanya dan masuk ke dalam ruangan bertuliskan Staff Only. Sakura mengeluarkan novel bersampul biru laut dari tas dan menyerahkannya pada sahabatnya itu. Trims, Hinata, kata Sakura. Gadis yang dipanggil Hinata itu menganggukkan kepalanya dan memasukkan novel yang dikembalikan Sakura ke dalam tas tangannya. Tangannya mengaduk-aduk frappuccino yang sudah diminumnya sepertiga dan mengambil kentang goreng dari keranjang kecil yang dianyam dari rotan sebagai penyaji. Kudengar Tayuya menantangmu, ya, ujar Hinata. Tidak bisa dibilang menantang, sih. Kau tahu darimana? Sakura menyandarkan dirinya pada punggung sofa. Hinata tertawa kecil. Kau tahu kalau sumber informasiku cukup banyak. Aku tahu dari Ino. Gadis berambut merah muda itu menghembuskan napas sambil memijit pelipisnya. Tukang gosip itu... bisa tidak sekali saja dia menjaga omongannya, rutuk Sakura. Haha, jadi bagaimana? tanya Hinata. Hmm, yah. Dia bilang, Beware, slut. Saat aku sedang bicara pada Sasuke sambil menunggumu di depan kelas, jawab Sakura, apa itu bisa dianggap sebagai sebuah tantangan? Sort of. Apalagi dia mengataimu slut seperti itu. Aku cukup terkejut bahwa kau tidak membalas kata-katanya. Sakura mendengus kesal. Aku ingin melakukan itu, tapi aku harus menjaga temperamenku juga. Lagipula Tayuya mengatakannya dengan sangat pelan. Bisa saja kalau aku membalasnya, dia akan berkelit dan malah menyerangku balik. Hm. Kau pintar. Hei, apakah kau tidak merasa bahwa ini seperti drama yang sedang booming di hampir setiap stasiun TV setiap harinya? Bisa saja kau akan dikerjai habis-habisan oleh fangirls Sasuke. Semacam bullying begitu, cetus Hinata. Kau pasti sudah gila. Kalau itu benar-benar terjadi, jelas aku tidak akan diam saja seperti orang bodoh, sahut Sakura. Tawa ringan meluncur dari bibir Hinata. Sahabatnya ini tidak bisa dianggap enteng. Tayuya pasti akan kerepotan menghadapinya. Sakura hanya memutar bola matanya dan menyeruput blueberry milkshake pesanannya yang baru datang. Ia benar-benar tidak mau memikirkan Tayuya atau apapun yang akan dilakukannya nanti. . . . Aku heran kenapa Sasuke-kun mau berdekatan dengan seorang gadis berambut pink abnormal dan jidat yang luasnya melebihi Tokyo Dome, kalimat penuh dengan ketidaksukaan meluncur begitu saja dari bibir Tayuya saat Sakura lewat di depannya sekembali dari kantin. Ino dan Temari menaikkan alis mereka masing-masing. Baru kali ini mereka melihat langsung bagaimana Sakura menjadi korban dari ejekan Tayuya hanya karena kedekatannya dengan pujaan siswi Konoha. Dengan cuek, Sakura berkata, Sayangnya gadis berambut pink abnormal dengan jidat yang luasnya melebihi Tokyo Dome ini tidak perlu bersikap munafik di depan Sasuke. Sakura berjalan santai melewati Tayuya yang sudah merenggangkan tangannya untuk sekedar menggaruk wajah gadis Haruno itu. Matanya berkilat marah, kesal, dan apapun yang ia rasakan saat itu. Ia tidak menyangka bahwa Sakura akan membalas kata-katanya kali ini. Begitulah segelintir peristiwa yang terjadi di sekitar Sakura. Sebagian kecil, sangat kecil tepatnya. Agak berlebihan memang untuk menyebutnya sebagai peristiwa, namun itulah kenyataannya. Tayuya benar-benar gencar mengejeknya sejak hari di mana ia menyatakan perang pada nona Haruno. Gadis berambut merah itu sepertinya benar-benar tidak suka dengan kedekatan Sakura dan Sasuke. Padahal mereka berdua hanya teman biasa, namun tetap saja gadis itu tidak bisa terima. Dan Tayuya sendiri tahu kalau Sasuke sudah punya pacar, tapi tidak mengurungkan niatnya untuk menetapkan gadis bermarga Haruno itu sebagai rivalnya. Yang menyenangkan dari semua ini adalah: Tayuya tidak berani mengejek Haruno Sakura di depan Uchiha Sasuke, memberikan keuntungan tersendiri untuk Sakura tentunya. Sakura-chan! Sakura menoleh dari balik bahunya dan melihat seorang pemuda berambut pirang jabrik yang menunjukkan cengiran khasnya berjalan mendekati dirinya. Namikaze Naruto, orang yang mengklaim dirinya sebagai sahabat terbaik Uchiha Sasuke—yang disangkal habis-habisan oleh sang Uchiha. Sakura sempat satu kelas dengan Naruto saat awal tahun pertama di SMA, namun akhirnya terpisah dengan Sakura di XI-5 dan Naruto di XI-7. Naruto mengikuti klub yang sama dengan Sasuke, karate. Naruto mempercepat langkahnya begitu melihat Sakura menunggunya untuk turun bersama. Ia sempat menabrak beberapa orang karena terburu-buru menghampiri Sakura, yang ditanggapi dengan tawa sang gadis. Ya ampun, Naruto. Kau tidak perlu menabrak semua orang hanya untuk bertemu denganku, baka, ujar Sakura. Naruto hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil nyengir. Mereka berdua berjalan bersama menuju gerbang di bawah; hal yang jarang sekali terjadi dalam hidup seorang Namikaze Naruto. Ia sudah lama tidak bertemu dengan gadis berambut pink yang sudah menjadi teman baiknya di SMA sejak awal tahun ajaran baru. Baru saja Naruto ingin menanyakan banyak hal pada Haruno muda, seseorang menyelanya. Naruto! Pemuda berambut pirang itu menoleh ke kanan dan menemukan Tayuya sedang berdiri di depan kelasnya. Wajahnya terlihat kesal saat mendapati Sakura berdiri di samping Naruto. Gadis Haruno hanya memutar bola matanya dan berjalan lebih dulu, meninggalkan Naruto di belakang bersama Tayuya. Koridor yang padat oleh siswa-siswi yang baru saja keluar dari kelasnya untuk kembali ke rumah mengharuskan Sakura berada dalam jarak dengar percakapan Naruto-Tayuya. Pulang bareng, ya! ajak Tayuya sambil menggelayuti lengan Naruto. Oh dear, siapa yang slut sebenarnya? Batin Sakura. Naruto yang pada dasarnya sulit menolak permintaan orang—terutama seorang gadis—hanya mengangguk dan berkata, Tapi aku mau ke XI-9 dulu. Sakura akhirnya bebas dari kerumunan manusia itu dan berada di tempat yang lebih lega dari koridor yang sempit itu. Baru saja ia menuruni satu anak tangga, Tayuya berseru, Mau apa ke XI-9? Mau ketemu SASUKE? dengan suara yang cukup besar untuk didengar seluruh koridor. Baiklah, pertanyaannya barusan memang ditujukan kepada Naruto. Namun matanya menatap Sakura seolah-olah mengejeknya, ingin melihat reaksi Sakura yang jarang menanggapinya. Ia menyeringai lebar, merasa menang lagi hari ini. Tetapi... For Gods sake, young lady. Kalau mau bicara itu di depan orangnya langsung, jangan dari belakang seperti ini. Cups! sahut Sakura kencang sambil melambaikan tangannya selamat jalan, meninggalkan Tayuya yang meneriakinya, DASAR JIDAT LEBAR PINKY! namun tidak didengar oleh sang korban yang sudah melenggang kangkung di lantai 1 dengan wajah puas karena berhasil membuat Tayuya kesal. Sayangnya Naruto tidak cukup pintar untuk mengerti perseteruan antara kedua gadis itu dan hanya melongo heran. . . . Tayuya itu pernah suka dengan Naruto, kata Ino. Mereka berdua bersantai sejenak di sebuah kafe setelah 3 jam non-stop berkeliling Konoha Mall mencari jam tangan baru dan sekedar window shopping setelah ujian tengah semester baru saja berakhir kemarin. Sakura menyeruput strawberry sprinkle tea miliknya dan memasukkan potongan kue dengan garpunya ke dalam mulut. Sudah kuduga, sahut Sakura sambil mengunyah tiramisu. Tangannya sibuk pada jejaringan sosial dan blog di layar laptopnya. Ia membuka tab baru dan mengetikkan website EA Games. Ia butuh game baru untuk melampiaskan ketidaktenangan yang melandanya akhir-akhir ini. Sahabatnya pirangnya itu memainkan helaian-helaian rambutnya dengan jari telunjuk, dan tangan satu lagi mengaduk asal dilmah tea di depannya. Tayuya akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya. Sangat agresif. Sekedar informasi untukmu, Tayuya bisa menyerang tanpa sepengetahuanmu. Ia bisa memutarbalikkan fakta sesuai dengan yang diinginkannya, ujar Ino menasehati. Sakura mengangguk pelan. Aku tahu itu. Dilihat sekali juga sifatnya itu mudah sekali ditebak. Kau tidak mau memberitahu ini pada Sasuke? Sakura mengalihkan pandangannya dari layar MacBook Pro miliknya pada manik blue topaz Ino. Iris itu menatapnya serius bercampur khawatir. Jelas sekali ia tidak ingin sahabatnya disakiti hanya karena seorang laki-laki. Berebut lelaki bukan hal yang patut dibanggakan. Kau lebih banyak diam setiap kali Tayuya mengejekmu. Yah, walau sesekali kau membalasnya. Tapi kau cenderung diam dan berpura-pura tidak ada apa-apa. Kau tidak ingin Sasuke tahu? Bagaimana pun ini juga menyangkut dirinya, jelas Ino. Haruno itu hanya tersenyum tipis. Ia kembali mengetikkan sesuatu di laptopnya sambil sesekali menyesap minumannya. Biarkan saja. Ini semua baru dimulai, kata Sakura tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tipis laptop. Diam saja bukan berarti aku tidak melakukan perlawanan. Aku hanya tidak mau salah melangkah yang bisa merugikan diriku, lanjutnya. Sasuke juga tidak bodoh. Cepat atau lambat, dia akan tahu dengan sendirinya tanpa kuberitahu sekalipun. . . . Bel istirahat makan siang menggema di seluruh gedung barat Perguruan Konoha tingkat SMA. Satu per satu murid-murid menengah atas tersebut keluar dari kelas masing-masing, sendiri ataupun bersama dengan teman-teman mereka. Kantin yang ditata layaknya restoran Jepang pada umumnya begitu penuh oleh para siswa dan siswi yang mengantre untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebuah sosok berlari-lari kecil dengan bentou di tangannya menuju kelas XI-3. Helaian rambut merah mudanya berayun lembut seiring dengan langkahnya. Dibukanya pintu kelas tersebut dan masuk ke dalamnya. Terlihat sahabat pirangnya itu menunggu di bangkunya. Kotak bentō-nya diletakkan di atas meja beserta botol minumnya. Lama kauuu, suara nyaring khas Ino menyambut Sakura yang menyeringai kecil dan menyamankan dirinya di bangku depan nona Yamanaka. Kau saja yang tidak sabaran. Mana Hinata? Sakura mengedarkan pandangannya dengan sepasang iris emerald pada sekelilingnya. Dia sedang ulangan matematika dadakan. Eh, Sakura. Apa benar Tayuya pulang bareng dengan Sasuke? Pertanyaan Ino membuat kedua alis Haruno muda bertaut bingung. Maksudmu? Ino mengambil telur gulung dan melahapnya. Mmm, iya... Tadi Tayuya menceritakannya padaku dengan sparkling eyes and excitable, oke, heboh tepatnya... gumam Ino di sela-sela kegiatan mengunyahnya, Katanya, Aku pulang bareng Sasuke, lhooo! Bertemu dengan ibunya juga, Tante Mikoto. Cantik banget, deh. Diajak dinner bareng dan diantar sampai rumah. AAAAA SENAAANG! Gitu. Tak lupa Ino memperagakan ekspresi dan nada bicara Tayuya saat mengatakan hal tersebut, yang lebih membuat Sakura ingin tertawa terbahak-bahak ketimbang khawatir. Khawatir? Yeah? Sakura mengangguk-anggukan kepalanya sambil terus menghabiskan isi bekalnya. Dengan mata melihat ke atas, menggigit ujung sumpit, ia berkata, Kalau tidak salah Hinata memang bilang seperti itu. Hah? respon Ino. Iya. Seusai latihan karate, Hinata sakit. Sasuke berniat mengantarnya dengan taksi, tapi ternyata Tayuya sengaja menunggu Sasuke untuk pulang bareng. Kebetulan rumah mereka satu arah, walau agak jauh, Sakura mengambil jeda sebentar untuk menarik napas dan melanjutkan ceritanya, akhirnya Tayuya ikut Sasuke mengantar Hinata. Selesai dengan Hinata, Sasuke ditelepon ibunya agar segera ke Konoha Square. Setelah itu aku tidak tahu. Ino mengangguk. Tangannya kembali mencomot telur gulungnya. Dengan mulut yang penuh dengan makanan, gadis itu berkata, Setelah itu seperti yang aku katakan. Tapi apa benar diajak dinner? Gadis Haruno hanya mengendikkan bahu dan melanjutkan sesi makan siangnya, walau otaknya terus berpikir akan kebenaran cerita tersebut. Mau tidak mau ia kepikiran juga. Entah kenapa ia punya firasat bahwa Tayuya akan kembali ke kelasnya—tempat Sakura berada sekarang—dan menceritakan pengalaman menyenangkan miliknya keras-keras agar terdengar oleh Sakura. Dan prediksinya amat sangat tepat. Pintu kayu bercat putih kelas XI-3 menjeblak terbuka, memunculkan sosok Tayuya dan seorang gadis berambut hitam panjang (yang Sakura tahu ia bernama Kin, teman sekelas Ino dan sahabat Tayuya). Ekspresi licik dan seringai terlukis di wajah gadis dengan rambut merah salmon itu. Ia mendudukkan dirinya pada bangku yang letaknya tidak jauh dari tempat Sakura dan Ino berada bersama sahabatnya itu. Sungguh, kemarin benar-benar miracle! Bisa dinner bareng Sasuke dan ibunya, diantar pulang jugaaa, suara Tayuya keras, memastikan Sakura mendengar setiap kata darinya dengan jelas. Dan kali ini Tayuya (mungkin) kurang berhasil karena Haruno itu tetap cuek dengan sikapnya yang menurut gadis itu sangat kekanakan. Saat itu juga Sakura berpikir untuk menanyakan kenyataannya pada Sasuke langsung daripada mendengarnya dari orang lain, apalagi dari Tayuya. Sakura menghabiskan bekalnya dalam waktu singkat dan segera membereskannya. Diteguknya cepat-cepat air mineral yang dibawanya. Setelah membungkus kotak bentō-nya dengan kain, Sakura beranjak dari bangku dan berkata pada Ino, Aku kembali ke kelas dulu. Selebihnya aku akan meneleponmu atau mengirim pesan singkat. Sebelum keluar dari kelas tersebut, Sakura sempat beradu pandang pada Tayuya yang menyeringai padanya. . . . Sang Uchiha bungsu kali ini melepas wajah stoiknya yang khas dan menggantinya dengan ekspresi penuh ketidakpercayaan. Sebelah alis terangkat dan tangan yang nyaris menggebrak meja perpustakaan yang sepi hari ini. Pemuda berambut pirang jabrik di sebelahnya hanya bisa menatap kedua teman baiknya bergantian dengan mata sapphire-nya, bingung. Onyx pemuda Uchiha beradu pandang dengan emerald yang menatapnya santai. Dinner? DINNER? desis Sasuke, kesal. Sakura menganggukkan kepalanya. Ino yang cerita. Dan Tayuya juga memperjelasnya. Sebenarnya Sakura tidak ingin menanyakan hal ini pada Sasuke. Tapi rasa penasarannya mengalahkan semuanya dan di sinilah ia, di perpustakaan, bersama Sasuke, dan Naruto yang kebetulan sedang bersama Sasuke. Ia duduk di sebelah Sasuke dengan Naruto yang duduk di depannya, dekat Sasuke juga. Pemuda Uchiha itu nyaris saja menjedukkan kepalanya pada meja dari kayu jati yang terkenal (sangat) keras saking frustasinya. Baru saja ia kembali setelah seminggu absen karena sakit dan ia sudah disuguhi dengan berita yang membuatnya ingin menggebuk meja di depannya. Sasuke menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, lalu bertanya, Dia bilang apa lagi? Dia bilang kalau ibumu mengajaknya dinner bareng dan mengantarnya pulang, ucap Sakura sambil memutar bola matanya. Sasuke mengerang frustasi. Dia menumpang, bukan diajak! Dia yang mau ikut menemui ibuku di Konoha Square. Ugh, apa mau gadis itu sebenarnya? Dia kan suka padamu, Sasukeee. Haruskah kau menanyakan itu? balas Sakura. Sebagai seorang perempuan, ia tahu benar bagaimana sikap seorang gadis yang sedang deeply-in-love with someone, apalagi seseorang seperti Tayuya. Benar-benar terlihat sekali betapa ia mencari perhatian Sasuke dan berbagai sikap agresifnya selama ini. Aku tidak akan pernah bersama dengan gadis seperti itu, sahut Sasuke cuek. Dan orang ini mencari masalah denganmu? Pertanyaan telak Sasuke membuat Sakura bungkam seketika. Sampai-sampai tidak menyadari kalau kedua mata pemuda Uchiha itu menyadari gerak-gerik Sakura yang menurutnya tidak seperti biasa. Sakura, kau menyembunyikan sesuatu dariku, ucap Sasuke tajam. ... Sakura— Tenang, Sasuke. Ini bukan sesuatu yang tidak bisa kutangani sendiri, balas Sakura, sebisa mungkin tidak terlihat mencurigakan. Sakura, ujar Sasuke, kalau masalahmu ini ada hubungannya denganku, aku berhak tahu semuanya. Ceritakan. Sakura tidak bisa mengelak lagi apabila Sasuke sudah menggunakan nada penuh perintah itu. Gadis itu menghela napas berat dan menyandarkan dagunya pada meja. Ingat tentang obrolan kita di Twitter? Yang tentang kau bermimpi aku memarahimu dan berganti topik jadi bayanganmu kalau aku tersesat dalam perjalanan menuju rumahmu dan sebagainya? Sakura bertanya. Sasuke mengangguk. Ia tahu maksud Sakura. Waktu itu ia sempat tertawa membaca respon dari gadis itu, sampai-sampai Itachi mengira kalau adiknya sudah gila karena melihat Uchiha Sasuke tertawa pada sebuah layar laptop. Tayuya tidak suka dengan kedekatan kita. Umm, kurasa dia iri padaku yang bisa akrab denganmu, ujar Sakura. Silakan tanya pada Ino, Temari, atau Hinata yang sudah pernah melihat bagaimana sikap Tayuya padaku. Hn, itu bukan urusannya. Terserah aku mau dekat dengan kau atau siapapun. Itu hakku, komentar Sasuke. Lagipula, obrolan kita biasa saja. Tidak ada yang aneh. Lalu? Menurutku juga begitu. Tapi kata Ino semua itu tidak terlihat biasa saja. Hal itu membuat fangirls-mu—ehm, termasuk Tayuya—iri padaku. Ia terus saja membicarakanku dari belakang. Well, okay. Kadang-kadang dia terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya padaku. Begitulah. Kau bisa menebak kelanjutannya, Sakura mengakhiri penjelasannya. Sasuke terdiam sebentar tanpa mengucapkan apapun. Pikirannya berkelut satu sama lain, memikirkan cara terbaik yang ada. Selang 15 detik, akhirnya ia berkata, Hn, baiklah. Aku yang akan menyelesaikan ini. Kau diam dan lihat saja. Sakura membelalakkan matanya. Hah? Tidak, tidak. Ini urusanku, Sasuke. Kau tidak perlu ikut-ikutan. Aku bisa sendiri, kok, balas gadis itu. Yang ada masalah ini akan semakin runyam, melihat sikap Sasuke yang kadang-kadang mengambil jalan pintas yang lewat di pikirannya begitu saja tanpa memikirkan konsekuensi di waktu ke depan. Dan menjadi urusanku juga karena akulah sumber permasalahannya. Aku ingin membantu, timpal Sasuke. Aku tidak menerima penolakan darimu. Aku akan membantu. Titik, tambahnya begitu melihat Sakura yang bersiap untuk mengeluarkan kata-kata penolakan bantuan itu. Gadis itu merengut melihat sikap sang Uchiha yang mengatur seenaknya. Huh, baiklah. Jangan sampai kau bertindak gegabah, pesan Haruno muda. Aku berusaha untuk tidak menyulitkan posisimu, balas Sasuke. Umm, kalian bicara apa dari tadi? respon Naruto setelah sekian lama mendengarkan obrolan kedua temannya dan memutuskan bahwa ia tidak mengerti sama sekali dengan apa yang dibicarakan. Sasuke dan Sakura saling menatap satu sama lain. Sepertinya mereka berdua sama-sama lupa kalau Naruto juga berada di sini, bersama mereka. Untuk kesekian kalinya, pemuda bermarga Namikaze itu terlupakan keberadaannya. . . . Tayuya tidak mengaku, Sakura, Uchiha Sasuke menghampiri Sakura yang tengah memilih-milih buku di perpustakaan koridor Novel Klasik. Lengan kirinya memangku dua buah novel; Hamlet karya William Shakespeare dan The Phantom of the Opera karya Gaston Leroux. Sasuke mengambil salah satu novel dan membukanya. Alisnya terangkat saat melihat isi novel tersebut yang menggunakan bahasa Inggris klasik, bahasa yang sering digunakan dalam opera sabun abad ke-15. Kata-katanya yang puitis dan agak asing, jelas bukan sesuatu yang mudah dimengerti oleh Uchiha bungsu itu. Sejenius apapun dirinya, kalau sudah menyangkut sastra, ia angkat tangan dan lebih memilih mengerjakan puluhan soal matematika dibandingkan membuat sebuah puisi. Tangannya mengambil novel yang lainnya dan langsung mengembalikannya begitu membuka halaman pertama yang disusun dalam bahasa Perancis. Ia tidak habis pikir bagaimana gadis di hadapannya ini mampu membaca susunan kata-kata rumit dalam bahasa asing dengan ratusan halaman. Mengaku apa? tanya Sakura sambil berjalan ke arah ibu penjaga perpustakaan untuk meminjam buku yang dibawanya. Ia mengeluarkan kartu perpustakaan dari saku rok dan menyerahkannya pada ibu itu. Sasuke mengikutinya dari belakang, dengan kedua tangan di saku celana seperti biasa. Dia bilang dia tidak pernah mengejekmu atau apapun sejenisnya dan berkata bahwa mungkin itu hanya sugestimu saja untuk memfitnahnya, ujar Sasuke, yang dibalas dengan tatapan tajam dari Sakura. Jadi maksudmu aku berbohong padamu, begitu? Sakura tidak habis pikir betapa pintarnya Tayuya dalam memutarbalikkan fakta. Benar-benar ular berbisa. Bagaimana mungkin ia bisa mengaku kalau ia tidak melakukan apa-apa sedangkan banyak bukti yang mengacu padanya? Pikir Sakura. Aku tidak bilang begitu. Aku ingin mendengar pendapat dari kedua pihak. Pasalnya ia benar-benar berkeras bahwa dirinya tidak melakukan apapun padamu, jawab Sasuke tenang. Dan kau percaya itu? balas Sakura kesal. Gadis bermarga Haruno itu sudah bersiap-siap untuk mencari perhitungan dengan Tayuya karena berani membuat dirinya terlihat sebagai seorang pembohong di depan Sasuke. Ia membalikkan badannya dan keluar dari perpustakaan dengan terburu-buru. Tunggu, Sasuke menahan tangan Sakura dan menariknya pelan untuk mendekat padanya. Dibalikkannya tubuh gadis itu agar menghadap dirinya. Mata emerald Sakura berkilat marah dan menatap tajam pada onyx sang Uchiha. Aku lebih percaya padamu, Sakura. Aku tahu kau tidak mungkin berbohong padaku. Terus apa? Caramu bicara seolah-olah memojokkanku dan mengatakan bahwa aku yang menzalimi Tayuya, balas Sakura pedas. Aku sudah mendengar semuanya dari Ino dan Hinata, sahut Sasuke. Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuatmu tertimpa masalah seperti ini. Sakura terdiam. Permintaan maaf dari pemuda di depannya membuat kemarahannya menguap begitu saja. Ia mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan kedua iris yang menghipnotis semua wanita itu. Awalnya gadis itu berpikir bahwa kata-kata maaf dari Sasuke itu hanya sebuah formalitas, namun tidak. Pernyataan itu tulus. Terpancar dari cara Sasuke menatapnya yang penuh dengan rasa bersalah. Tanpa disadarinya, semburat merah tipis menyapu wajah Sakura. Sasuke memejamkan matanya sejenak dan menghela napas. Karena aku, kau jadi kena masalah. Ini bukan salahmu, Sasuke, kata Sakura. Kalau saja aku tidak pernah bertemu denganmu, mungkin saja ini tidak akan terjadi, ya... Bodoh. Kau mengenalku lebih dulu dibanding Tayuya, sahut Sasuke. Jangan bicara seperti itu lagi. Aku tidak pernah menyesal telah mengenalmu. Aku senang... punya teman sepertimu. . . . Bodoh. Kau mengenalku lebih dulu dibanding Tayuya, sahut Sasuke. Jangan bicara seperti itu lagi. Aku tidak pernah menyesal telah mengenalmu. Aku senang... punya teman sepertimu. Aku menahan napasku. Kali ini degup jantungku ikut berdebar keras, satu hal yang tidak pernah terjadi selama aku berdekatan dengan Sasuke. Ditambah lagi dengan tangan Sasuke yang masih memegang lenganku. Ini-membuatku-gila. Kurasakan wajahku memanas. Sial kau, Sasuke. Kenapa aku jadi seperti ini? Tanganku yang satunya memegang ujung vest putih yang kukenakan. Tiba-tiba kata-kata Ino beberapa bulan yang lalu terlintas dalam kepalaku. Haruno Sakura, suatu saat nanti dapat kupastikan bahwa kau akan terjebak dalam pesona sang Uchiha, bahkan tanpa kau sadari. Dan sepertinya, sekarang hal itu sudah dimulai bukan? Ini semua gara-gara anak ituuu! Kalau saja ia tidak mengatakan itu pastinya aku tidak akan kepikiran seperti ini. Akan kuselesaikan ini secepatnya, ujar Sasuke. Dan kalau Tayuya dan teman-temannya masih begitu juga padamu, atau kita ambil kemungkinan terburuk dia akan berani main tangan padamu... . Aku bisa membayangkan bagaimana diriku kalau terkena bantingan maut Tayuya. Hergh, jangan sampai itu terjadi. . ... kalau sampai itu terjadi, walau tidak langsung, aku akan melindungimu. . ... . Hah? Aku tidak salah dengar, kan? . Tanpa prolog terlebih dahulu, kurasakan wajahku benar-benar semerah lobster. Walau secara tidak langsung, kalimat akan melindungiku itu benar-benar... membuatku tenang. Jantungku serasa menabuh genderang taiko pada Festival Obon. . Gawat. Ini gawat sekali. . Ino, sepertinya aku jatuh cinta pada orang ini. . . . . . To be continued . . . .
Posted on: Sun, 27 Oct 2013 11:45:09 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015