Belajar Membahagiakan Orangtua Bus patas dengan beberapa kursi - TopicsExpress



          

Belajar Membahagiakan Orangtua Bus patas dengan beberapa kursi yang kebocoran air hujan masih nampak kosong. Di luar bus, kondektur masih berteriak mengundang penumpang. Saya, istri, dua buah hati kami yang lucu-lucu serta adik perempuan saya sedang dalam perjalanan menuju stasiun Pasar Senen. Kami akan kembali ke Malang, setelah beberapa hari di rumah orangtua di Bogor, menghadiri pernikahan adik saya. Kereta akan berangkat pukul 13:40. Waktu terus berjalan, hampir setengah jam lebih kami menunggu. Jam sudah menunjukkan pukul 12:20 bus belum juga berangkat padahal perjalanan ke stasiun masih jauh. Pengamen berikat kepala dengan groupnya terus bernyanyi, meski tidak mengurangi kegalauan kami. Perasaan galau semakin menjadi, tatkala sang pengamen memberikan informasi, Jakarta mendung berat, dan berpotensi macet total. Dug, ya Allah, bagaimana nasib perjalanan pulang kami ke Malang. Kalau sampai terlambat di stasiun, berarti tiket hangus, dan kami harus mencari waktu untuk pulang. Maklum sekarang pesan tiket harus jauh-jauh hari. Bus akhirnya berangkat, memasuki jalan tol suasana kemacetan mulai terasa. Bus berjalan merambat, sesekali berhenti sama sekali. Pikiran dan hati kami kuatkan sembari mencari alternatif bila benar-benar tertingal kereta. Keluar dari tol jam sudah menunjukkan pukul 13: 25. Hanya ada waktu 15 menit, harapan semakin menipis, karena stasiun masih lumayan jauh dengan kondisi jalan yang macet. Namun, saya berusaha tetap tegar dan yakin bisa naik kereta. Dalam hati saya menjerit dengan bertawasul, “Ya Allah kalau kepulangan saya bersama keluarga, untuk menghadiri pernikahan adik kemarin, benar-benar membuat orangtua saya bahagia (karena mereka sangat berharap kami bisa menghadiri pernikahan adik), membuat adik yang menikah juga bahagia, tolong dorong bus ini, atau panjenengan tahan kereta supaya tidak berangkat dulu”… sebuah permohonan yang saya sendiri kadang merasa geli. Dalam larut do’a, saya tidak tahu ternyata bus melaju cepat, lucunya, bus yang kami naiki itu sampai menerabas jalur busway, sehingga bisa lebih cepat. Akhirnya kami sampai stasiun, terdengar suara bel yang menandakan kereta berangkat. Jam sudah menujukkan pukul 13. 45, Ya Allah, sepertinya tertinggal. Perbaikan stasiun memaksa saya, istri dan anak-anak yang masih kecil harus memutar melewati jalan yang lebih jauh untuk masuk stasiun. Di pintu stasiun para petugas kebersihan dan kuli angkut meneriaki kami, “cepetan sudah ditunggu kereta mau berangkat”. Kami pun berlari menuju peron. Lucunya anak saya sempat salah masuk peron. Setelah pemeriksaan tiket sejenak, kami berlari menuju kereta yang ternyata masih menunggu. Hanya ada satu pintu yang masih terbuka, kamipun segera melompat. Dengan nafas terengah-engah, kami memasuki rangkaian beberapa gerbong kereta api. Beberapa saat setelah duduk di kursi, dan meletakkan tas di bagasi, kereta itu mulai berjalan, mundur 15 menit dari jadwal keberangkatannya. Alhamdulillah. Saya berbisik pada anak-anak, “Alhamdulillah keretanya ditahan gusti Allah, kita tidak jadi ketinggalan… Membahagiakan Orangtua Kisah ini terjadi sekitar bulan April yang lalu. Saya hanya ingin mengambil pelajaran dan berbagi dengan para pembaca MU. Satu hal yang saya renungkan, bahwa diantara amal yang balasannya cespleng birrul waalidain, yang salah satu bentuknya adalah membahagiakan orangtua. Sebaliknya, diantara dosa yang balasannya “kontan” di dunia adalah durhaka atau menyakiti orangtua. Meski masih belajar membahagiakan orangtua, sesuai kemampuan yang saya miliki, Allah SWT telah menunjukkan kebesaran-Nya. Kami ditolong-Nya sehingga tidak sampai keleleran di stasiun. Berbuat baik kepada orangtua, gampang-gampang susah. Lebih-lebih bagi mereka yang sudah berkeluarga. Kaki mereka sudah terikat dengan dua “kepentingan”. Menyenangkan orangtua sekaligus membahagiakan istri atau suami. Dan, banyak anak-anak, utamanya para suami, bisa jadi termasuk kita-kita, yang “mengorbankan” orangtuanya demi menjaga perasaan istrinya. Berapa banyak rumah tangga yang berantakan, ekonominya seret, hidupnya sumpek, salah satunya disebabkan karena suka menyakiti orangtua. Kalauun belum bisa membahagiakan orangtua, paling tidak, kita jangan menyakiti orangtua. Oleh: Fahrurozi Tamimi
Posted on: Tue, 30 Jul 2013 07:53:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015