CERITA BUNDA SOAL Tegar_Septian 09/30/2003 ----- Original - TopicsExpress



          

CERITA BUNDA SOAL Tegar_Septian 09/30/2003 ----- Original Message ----- From: Kumala To: puterakembara.org Sent: Friday, August 29, 2003 7:04 PM Subject: [Puterakembara] Salam Perkenalan Salam perkenalan. Saya Kumala, ibundanya Tegar Laga ( 5 th 10 bln ) yang sekarang sudah kelas 1 SD. Suami saya ( Ghano ) sudah memperkenalkan diri lebih dulu 2 hari yang lalu. Saya baru bisa hari ini karena alamat e-mail saya ini di kantor dan kebetulan sejak 3 hari lalu saya sakit ( demam radang tenggorokan ) dan baru hari ini masuk kerja lagi. Saya senang bisa bergabung dengan milis ini dan berharap bisa mendapat lebih banyak lagi informasi di seputar autisme demi kebaikan anak-anak kita semua dan juga bisa saling berbagi pengalaman. Saya ( sekaligus mewakili suami ) berterimakasih atas info yang diberikan dr Theresia Kaunang mengenai Pervasive Developmental Disorder & Autism. Untuk Bu Muttya (Mama Adit) yang bertanya bagaimana perjalanan Laga sampai masuk ke sekolah mainstream/regular, suami saya minta spy saya saja yg cerita sekaligus dalam e-mail perkenalan ini, sekalian sharing pengalaman nih buat rekan-rekan milis yang lain. Anak saya, Laga, ketika pertama kali saya periksakan ke psikiater ( Mei 2000 ) dinyatakan autistik lalu saya bawa lagi ke psikiater lain untuk memperoleh second opinion dan psikiater kedua ini tidak spesifik menyatakan autistik, hanya menyebut PDD. Meski beda istilah, keduanya tetap menganjurkan Laga untuk menjalani terapi. Waktu itu masih sulit mencari tempat terapi sehingga selama 3 bln Laga hanya terapi seadanya yang kurang terarah di RS Harapan Kita (disana juga jadwal penuh). Sambil terus mencari tempat terapi yang lebih baik, Laga sempat diobservasi oleh psikolog yang juga menyatakan Laga autistik. Alhamdulillah akhirnya (Juli 2000) saya mendapat tempat terapi yang kebetulan baru buka di dekat rumah saya (Bintaro) dan Laga mulai diterapi secara intensif, terarah dan terpadu. Karena Laga sangat sensitif pada suara (misalnya suara bor, bel atau nada yg melengking tinggi, bahkan kadang di saat sepi suara motor yang masih sangat jauh dia sudah bisa menangkap ), dr Melly menganjurkan supaya Laga ikut Auditory Integration Training ( AIT ); setelah bbrp hari bersama Laga, dr Mc Carthy tanya ke saya, �Dulu Laga ini apa diagnosanya?� Saya jawab, �Autistik.� Dijawab sama dr Mc Carthy, �Kalau menurut saya, Laga ini seorang Asperger,� sambil dia jelaskan. Aduh, apa lagi itu Asperger Syndrom? Lalu saya cari literaturnya supaya lebih jelas lagi. Apapun labelnya pokoknya terapi jalan terus karena alhamdulillah Behaviour Modification Therapy terlihat jelas hasilnya. Laga pesat sekali kemajuannya. Alhamdulillah, AIT juga setelah beberapa bulan mulai terlihat hasilnya: Motorik halus Laga semakin banyak kemajuan, yang tadinya memegang pensil saja perlu usaha keras, Laga mulai bisa menulis, menggambar pun mulai jelas bentuknya. O ya, Laga juga mulai mahir naik sepeda roda 2. Soal masuk sekolah, ada cerita sendiri : pertama kali Laga saya masukkan pre-school, dia nggak bisa diam lari sana-sini.Tapi, semua lagu yang di ajarkan guru saat teman2nya buat lingkaran sambil jalan membuat gerakan2 mengikuti guru (dimana Laga tidak berpartisipasi), Laga bisa hafal semua dan menyanyikan sesuai irama. (O ya saya lupa cerita, Laga alhamdulillah kemampuan verbalnya baik, sejak 1,5 th dia mulai bisa berkata-kata menirukan terutama iklan TV, tapi dia tidak paham artinya dan tidak dipakai untuk berkomunikasi.) Di pre-school ini sepertinya para orangtua yang sering menunggui anaknya di dalam kelas sudah mulai aneh melihat Laga dan saya pun mulai curiga disini, sehingga akhirnya Laga saya bawa ke psikiater. Setelah dinyatakan autistic, saya mulai mencari �Kelompok Bermain� yang kira-kira pas untuk Laga ( murid sedikit dan guru-gurunya benar-benar �care� pd anak-anak). Akhirnya saya (pakai feeling) memilih yang dekat rumah saya. Sekelas hanya 11 anak dan gurunya 2 orang. Saya temui guru2nya dan saya jelaskan keadaan Laga, bagaimana sebaiknya menangani dia kalau lagi keluar �perilaku antik�nya, dst. Alhamdulillah, guru2 ini sangat kooperatif dan berusaha membantu Laga semaksimal mungkin sampai akhirnya Laga pun sekolah TK disana, setiap kali naik kelas & berganti guru, saya bicara lagi pada guru2 tsb. Alhamdulillah, kemajuan Laga pesat dan terlihat jelas. Hal ini juga menggembirakan guru2nya semua. Laga mulai belajar bersosialisasi dan malah akhirnya dia kelihatan mulai �enjoy� berteman. Saya gembira sekali dan saya pikir saya sudah bisa merasa �nyaman� dalam arti Laga akan bisa meneruskan SD di sekolah itu karena guru2 Laga sendiri menyatakan, secara akademis Laga tidak bermasalah. Malah dia lebih dulu bisa baca-tulis & baca iqro daripada teman2nya. Masalahnya �mood�nya, kalau menyelesaikan tugas perlu sering diingatkan secara verbal dan kadang tidak mau berpartisipasi. Tapi kenyataannya, setelah di test masuk SD ( sekarang �kan masuk SD pakai tes, apalagi kalau SD swasta, Wah deg degannya kayak tes mau masuk universitas ) dan Laga bisa menyelesaikan tes-nya dengan baik, saya dipanggil kepala sekolah dan beliau minta maaf tidak bisa menerima Laga di SD tsb. �Lho, kenapa�, Tanya saya, �bukankah hasil tesnya tidak ada masalah?� Jawabnya, �Masalahnya bukan Laga, ibu. Tapi sekolah ini bukan sekolah untuk anak autis.� Jadi Laga tidak diterima bukan karena dia tidak mampu tapi karena dia punya label �Autis�! Saya jadi ingat cerita teman saya yang anaknya sekarang sudah kelas 2 SD di sekolah regular ( dia tidak memberitahu ke sekolah kalau anaknya autistik ) lalu kebetulan ada murid baru yang autistic masuk ke kelas yang sama dengan anaknya. Langsung bbrp hari kemudian anak itu jadi bahan pembicaraan kelompok ibu2 orangtua murid kelas tsb. Aat ngobrol ( di dalamnya ada teman saya juga ) �kok anak autis diterima disini ya? Kita mesti protes sama yayasan nih.� Padahal anak-anak mereka itu se-gank dgn anaknya teman saya yg autis hanya saja mrk tidak tahu. Kesimpulannya, memang perlu sekali komunikasi mengenai �Autisme� ke masyarakat luar karena kok nyatanya masih banyak yang tidak paham tentang �Autisme� dan jelas bisa merugikan anak-anak kita. Jadi, di sekolah Laga yg sekarang ini saya tidak terus terang pd pihak sekolah bahwa Laga autistik, karena saya tidak mau dia jadi kepental krn �label� itu. Saya hanya banyak komunikasi dg guru2nya (bukan berarti Laga mulus 100% juga) krn masa2 awal mrpk masa adaptasi yang cukup berat juga buat Laga dan guru2nya sendiri sempat �merasa� Laga ini kok �lain� dibanding murid2 lain tapi alhamdulillah setelah 2 minggu Laga mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Begitulah ceritanya. Wah, saya kayak nulis cerpen nih. Terimakasih saya bisa berkenalan dengan semua rekan milis Puterakembara.
Posted on: Wed, 25 Sep 2013 04:53:48 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015