Cerita lagi kita… ^_^ BERHARAP LAHIRNYA BANYAK PENULIS - TopicsExpress



          

Cerita lagi kita… ^_^ BERHARAP LAHIRNYA BANYAK PENULIS PEREMPUAN. Saya memang lupa menceritakan ini. Kejadiannya pekan lalu. Bersama beberapa kawan, kami diberi mandat oleh Kantor Bahasa Sultra (Sulawesi Tenggara) untuk melatih di beberapa sekolah terkait kepenulisan dan seni panggung. Saya dimandati melatih penulisan cerpen di SMPN 5 Kendari. Metodenya terserah trainner. Jamnya (waktu latih yang digunakan) pun terserah trainner. Plotnya: lima kali pertemuan. Saya menunggu jadwal yang mestinya disusun seorang guru pendamping siswa. Ia sedikit repot diawalnya, terkesan dadak sana-sini. Sesuatu yang mestinya tak perlu ia risaukan, sebab saya meluaskan baginya pilihan apapun: mereka bebas memilih waktu (yang tak mengganggu jam pelajaran), bebas menentukan tempat (melantai di rumput taman pun boleh), termasuk mereka harus merasa nyaman dulu sebelum saya mulai menginfiltrasi mereka dengan materi. Infiltrasi. Saya suka lemma ini..hahaha Saya lebih suka begitu. Saya lebih suka langsung memeraktekkan apa yang saya maksud, ketimbang bicara yang mungkin saja sebagian dari mereka sukar mengikutinya. Saya lebih suka mereka mengobservasi apa saja sebelum saya berbagi materi. Sebab di situlah intinya. Hari pertama, saya langsung terkejut. Peserta yang berminat ada 14 orang, dan semuanya perempuan. Tak ada batang hidung seorang anak lelaki pun. Baguslah. Biar saja. Makin banyak penulis perempuan kelak, maka makin bagus. Mereka antusias sekali. Namun terlalu penurut. Mungkin karena masih remaja. Saya lebih suka mereka mendebat saya. Menyatakan pendapatnya. Keliru berpendapat itu soal lain. Sebab saya menerima apapun, termasuk kekeliruan. Tak apa-apa. Orang belajar memang harus keliru dulu, baru kemudian belajar menjadi benar. Saya pancing mereka dengan hal-hal salah, tapi tak satu pun yang mendebat. Menerima saja. Saat saya katakan bahwa apa yang saya sampaikan adalah sesuatu (yang mungkin keliru) barulah mereka tertawa. Saya senang karena akhirnya mereka tertawa. Di situlah saat yang tepat bagi saya untuk “masuk”, dan membereskan masalah. Misi pertama selesai: membuat mereka tertawa dan merasa nyaman dengan kehadiran saya. Hari pertama itu kami sepenuhnya bercanda. Tentu saja mereka tak sadari, di saat mereka menuruti nafsu bercanda mereka, saya menyusupkan beberapa hal dasar pada mereka untuk meminati kepenulisan. Saya suruh setiap mereka bercerita sesukanya, sebagaimana cara mereka bercerita setiap saat, pada kawannya, adiknya, atau orang tuanya. Pakai bahasa mereka sendiri, istilah mereka, gaya dan gestur mereka sendiri. Semua tingkah mereka itulah yang kerap memancing datangnya tawa di pertemuan pertama itu. Keuntungan buat saya: saya senang melihat mereka tertawa dan sekaligus ikut tertawa bersama mereka. Di pertemuan kedua dan berikutnya (empat hari berselang), barulah saya beritahu bahwa kemarin mereka telah “menulis” cerita pendek pertama mereka. Wajah-wajah melongo muncul di depan saya. Kok bisa? Kan kemarin kita cuma bercerita dan tertawa-tawa selama 2 jam? Tanya beberapa remaja perempuan itu. Lalu tahulah mereka bahwa apa yang mereka lakukan adalah tipikal bercerita yang alami dan murni. Sebuah story telling. Mereka bercerita dengan santai. Melecutkan gagasan secara spontan, melahirkan plot dengan mudah, lalu membenturkannya dalam cerita mereka. Bercerita dengan menggunakan semua pancaindera mereka. Semua itu bisa mereka lakukan karena tak adanya tekanan di sekeliling mereka. Santai saja dan berceritalah. Just…tell yours story. Barulah setelah mereka paham, saatnya tiba…memindahkan semuanya ke atas kertas. Write yours story. Ujung-ujungnya, saya jauh dari kerepotan. Di sisa hari pelatihan, mereka melakukannya dengan cepat, tangkas dan bergairah. Cerita-cerita mereka pun dipenuhi hal-hal yang tak terduga. Memang asyik menggali gagasan dari benak mereka. Banyak sekali gagasan baru. Mereka begitu saja bisa menulis. Spontan dan asik. Saya bahkan hanya tinggal melengkapi mereka saja dengan metode observasi, analisis dan logika, pengayaan bahasa dan cara menggunakannya dengan tepat, serta meyakinkan mereka bahwa menulis tidak akan mengganggu pekerjaan mereka kelak. Mereka boleh bikin urusan menulis berkait dengan pekerjaan, boleh tidak, atau melakukan kedua-duanya. Lima hari yang luar biasa tentunya. Di hari terakhir saya meminta mereka menyusun sebuah proyek individual. Mereka menentukan dan melakukan semuanya di proyek itu. Saya hanya cukup memberikan alamat email dan bersiap memberikan asistensi terkait proyek tersebut. Luar biasa. Cerita-cerita mereka menarik. Gagasannya memukau. Istilah-istilah lokalnya aduhai. Karena ini proyek individual dan asistensi gratis, tentu saja mereka tetap saya arahkan untuk membenahi sedikit hal yang terkait penggunaan dan pengayaan bahasa. Well done. Mision incompleted. Mandat saya selesaikan dengan baik. Mereka senang, sayapun senang. Semoga dari 14 bibit penulis perempuan itu, satu-dua atau tiga-empat, dan boleh juga saya berharap enam-delapan orang menjadi penulis yang cakap. Tak perlu terkenal, sebab yang penting adalah…kau bisa menuliskan gagasan dan ceritamu.
Posted on: Thu, 04 Jul 2013 13:12:56 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015