DEMI MASA Sarlito Wirawan Sarwono “Demi masa, sesungguhnya - TopicsExpress



          

DEMI MASA Sarlito Wirawan Sarwono “Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali yang beriman dan beramal soleh, dan mereka yang berpesan dgn kebenaran dan mereka yang berpesan dengan kesabaran” (Surah Wal-Asri, Al Qur’an, 103: 1-3). Begitulah pesan Allah swt pada umatnya. Banyak sekali tafsir tentang ayat yang satu ini, tetapi saya sendiri menfasirkannya dalam bahasa pop kira-kira seperti ini, “Jangan sia-siakan waktu. Tetaplah beriman dan beramal soleh, selalu di jalan yang benar dan selalu bersabar. Kalau tidak kalian akan rugi sendiri”. Menurut saya, ini ayat yang sangat sakti. Coba tanya pada setiap orang yang sukses, pasti mereka sangat menghargai waktu. Bangun lebih pagi, bekerja lebih keras, selalu menepati janji, selalu tepat waktu dan seterusnya. Dalam adzan subuh pun selalu ditambahkan seruan yang tidak ada dalam adzan di waktu-waktu yang lain, “Sholat itu lebih baik dari pada tidur”. Orang Betawi bilang, “Buruan bangun, keburu nasi lu dipatokin ayam”. Di negara-negara maju, waktu sangat presisi. Di Belanda, saya ke kampus naik bus, dari halte dekat rumah, jam 08.02 (tertera di jadwal di dinding halte). Jam 08.00 belum kelihatan apa-apa, jam 08.01 kelihatan bus muncul di tikungan dan tepat berhenti di depan saya 30 detik kemudian. Saya dan penumpang lain naik, pas jam 08.02 bus berangkat. Demikian pula kereta api dan moda transportasi lain. Dengan waktu yang sangat presisi itu, mudah sekali orang merencanakan kegiatannya. Untuk suatu janji dengan orang tertentu, di tempat tertentu, dan jam tertentu, jauh-jauh hari kita bisa merencanakan perjalanan kita: naik bis nomor berapa, jam berapa, nyambung kereta api jam berapa, sambung bis lagi, plus jalan kaki sebentar, sampainya pasti tepat waktu (kecuali ada badai atau saalju). Kalau kita naik MRT di Singapur pun begitu. Kereta api datang setiap 2-3 menit. Sambil menunggu kita bisa melihat papan waktu yang menunjukkan berapa detik lagi kereta akan datang. Begitu papan waktu menunjukkan angka “nol” si MRT pun sampai. Secara internasional, waktu pun diseragamkan. Rata-rata-waktu dunia ditetapkan (entah siapa yang menetapkan) sebagai GMT (Greenwich Mean Time), yaitu waktu di kota kecil Greenwhich dekat London. Waktu-waktu lain di seluruh dunia mengacu ke GMT. WIB, misalnya adalah GMT +7, artinya kalau di GMT jam 00.00 tengah malam, di Kampung Rambutan sudah jam 07.00 pagi. Penetapan waktu internasional ini sangat berguna bagi penerbangan, orang yang bepergian ke luar negeri, atau bertransaksi bisnis dengan mitra di belahan bumi yang lain. *** Tetapi menyepakati waktu bukanlah hal yang mudah. Kita sekarang hampir selalu menggunakan kalendar Masehi, karena presisi dan seragam di seluruh dunia. Kita tahu persis kapan kita akan ulang tahun, kapan Hari kemerdekaan, kapan liburan sekolah, atau kapan arisan bulan depan. Namun jika kita teliti arti nama-nama bulan dalam kalender Masehi, kita akan tercengang, karena Septa artinya 7, padahal bulan September adalah bulan ke-9, dan Deca berarti 10, padahal Desember adalah bulan ke-12. Ternyata gara-garanya adalah karena ada dua nama Kaisar Romawi yang disisipkan dalam kalendar Masehi terebut, yaitu Juli (kaisar Julius Caesar, 46 tahun Sebelum Masehi) dan Agustus (kaisar Agustus, 8 SM). Sebelum kalendar yang didasarkan pada peredaran matahari itu disepakati, sejarah kalendar di Romawi sana pun, banyak sekali ribetnya. Prosesnya terjadi selama berabad-abad, penuh intrik dan politik, antara yang pro kalender Bulan (Lunar) dan yang pro kalendar Matahari (Solar). Akhirnya kalender Matahari yang unggul dan kita pakai sampai sekarang. Tetapi kalendar bulanpun masih dipakai sampai hari ini. Khususnya untuk keperluan upacara adat atau keagamaan. Tahun Hijriah (Islam), tahun Saka (Jawa, Bali, Hindu) dan tahun Cina, adalah tahun-tahun Lunar. Masalahnya, tahun Lunar tidak sepasti tahun Solar (tidak ada hubungannya dengan mesin diesel), sehingga lebih sulit untuk dijadikan pegangan. Walaupun begitu, saya belum pernah mendengar acara Sekatenan (tahun baru Jawa) berbeda tanggal antara Yogya dan Solo, atau Cap Go Meh di Klenteng Tangerang berbeda tanggal dari di klenteng Pontianak. Walaupun menggunakan kalendar Lunar, semuanya presisi, sehingga dapat di rencanakan jauh-jauh hari, termasuk pesan tiket untuk pulang kampung atau pesan makanan dari perusahaan catering. Tetapi tidak begitu halnya dengan Islam. Beberapa tahun yang lalu (saya tidak ingat lagi tahun berapa), lebaran pernah ditetapkan sehari kemudian setelah rapat dengan debat panjang yang gak jelas di Departemen Agama. Suasana sudah malam takbiran, cucu-cucu bermain kembang api di halaman, bedug-bedug sudah disiapkan, tinggal dipukuli saja semalaman, yang tua-tua menyimak TV tentang pengumuman hari lebaran dari pemerintah. Tahu-tahu, lebarannya bukan besok, tetapi lusa. Istri saya yang paling dongkol, karena pesanan catering tidak bisa diubah lagi. Akhirnya kami putuskan lebaran besok saja (ikut Muhamaddiah), tetapi sholat Id lusa (ikut NU). Weleh-weleh, aneh. Tetapi apa boleh buat, dari pada makanan mubazir. Sebentar lagi kita masuk Ramadhan. Kapan mulai puasa? Tanggal 8, atau 9 Juli? Semua bertanya-tanya, termasuk rumput yang begoyangpun ikut bertanya-tanya. Menunggu bagaimana hasil ahli Hisab dan ahli Rukyat berdebat. Berdebat terus! Setahun minimal 3 kali umat Islam Indonesia dibuat bingung, yaitu katika akan puasa, mau lebaran dan mau sholat Iedul Adha. Rata-rata Indonesia sholat Idul Adha sehari sesudah Mekah, padahal menurut GMT, WIB lebih dulu dari WIM (Waktu Ini Mekah). Mengapa kita tidak meniru umat Islam di Kanada saja. Mereka sudah menetapkan bahwa 1 Ramadhan adalah 10 Juli, karena menurut perhitungan (Hisab) mereka, 1 Ramadhan di Mekah jatuh pada tanggal 9 Juli, yang artinya tanggal 10 di Kanada, maka mereka ikut saja Mekah (sholatpun menghadap ke Kiblat, mengapa puasa tidak?). Jadi masalahnya sebetulnya mau atau tidak para pemimpin umat Islam di Indonesia ini bersepakat? Demi masa, waktu itu harus disepakati. Yang namanya presisi itu basisnya adalah kesepakatan. Tanpa kesepakatan waktu, tidak jelas kapan kereta api akan datang, atau kapan catering akan dipesan. Maka kalian pun akan tergolong orang-orang yang merugi. Termasuk istri saya (dan saya sebagai bandar isteri saya). Selamat beribadah puasa. Maaf lahir batin. SINDO 7 Juli 2011
Posted on: Tue, 09 Jul 2013 03:39:46 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015