Djono W Oesman Cintaku Tercecer di Perjalanan 20 November 2011 - TopicsExpress



          

Djono W Oesman Cintaku Tercecer di Perjalanan 20 November 2011 pukul 20:15 Jelang Acara Reuni M-Jawa Pos ke Wonosobo yg Diprakarsai Bupati Wonosobo M Kholiq, Mantan Wartawan JP. --------------------------- Lusa ke Wonosobo. Entah mengapa, sy tak bosan-2nya bepergian. Sejak kecil, setiap kali akan berangkat ke suatu tempat, apalagi jauh, senang bukan kepalang. Sampai kini pun perasaan itu tak berkurang. Apalagi bakal ketemu puluhan teman lama. Hati ini berbunga-2. Catatan MAS IWAN SAMS diposting Selasa lalu, jumlah peserta: Rombongan Jatim 34, Jateng/DIY 15, DKI/Jabar 11. Total 59 kawan sy (minus sy) berkumpul. Itu blm termsk yg daftar hari ini dan besok. Inilah bepergian dg jumlah peserta terbesar kedua sepanjang sejarah Jawa Pos. Subhannallah… Terbesar pertama, 15 Agt 1986, seluruh pekerja JP Sby bersama keluarga tour ke Jkt. (memanfaatkan libur 17 Agt). Saat itu, sebelum brkt, setelah Satpam menggembok pintu ktr Kembang Jepun, Pemred Pak Dahlan ‘halo-2’: Jumlah peserta lebih 200 orang. Sy senang luar biasa. Malam sblm brkt, sy sampai tak bisa tidur, saking senangnya. Hunting pagi-2 setengah ngantuk. Siang ngetik berita semangat lagi. Deadline ditutup 13.00 teman-2 bersorak-2. Berebut naik bus, kami bercanda riang. Sy mengincar, duduk di sebelah cwek cantik (ssst… orangnya ada di Sby) tapi gagal. Dia keburu ditempel seorang kawan. Mungkin mereka sdh janjian. Saat itu sy lajang, dia gadis, kawan yg menempel juga bujang. Tempat duduk yg kosong di sebelah Jamrozi, layouter andalan Pak Dahlan. Ogah-2an sy duduk disitu. Jamrozi orangnya ramah, gaul, suka bercanda. Tapi karena hati sy sedang ‘bures’, di mata sy dia banyak cing-cong. Suara Jamrozi berteriak-teriak memanggil teman dlm bus, membuat sy tambah tak suka. Muncrat… muncrat… muncrat… Tercium bau tak sedap, kayaknya bersumber dari mulut dia (mohon maaf, Bro….. itu kan 25 thn lalu). Turun dari bus, kemeja sy berkibar-2. Halaman Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yg luas, membuat hati ini lapang. Tampak kapal besar bertulisan “KM Kambuna”. Ratusan keluarga besar JP rasanya berjalan nggremet di areal pelabuhan. Si dia sy lirik, aduh… sy terpesona. Rambutnya melilit-2 dipermainkan angin laut. Senyumnya segar, sesegar biru langit. Kulitnya yg coklat begitu eksotik disiram matahari. Saat berlari kecil, dia segesit burung Camar yg terbang di atasnya. Sayang, dia ditempel terus oleh cecunguk itu. Masih ada kesempatan di atas kapal, Bung. Langkah naik tangga kapal sy percepat. Berharap sampai duluan, sehingga bisa mempelajari situasi pembagian tempat. Ternyata tempat berupa kamar-2 yang sdh diatur panitia. Kamar blok cwek dipisahkan jauh dari cwok, kecuali keluarga. Satu kamar ukuran 2,5 X 2,5 mtr diisi 4 orang. Tersedia 2 bed susun. Panitia sudah mengatur, penghuni 2 : 2 dari divisi berbeda. Misal, 2 dari redaksi, 2 dari iklan. Katanya, biar makin akrab antar divisi. Sy duluan tempati bed bawah. Di atas sy Dicky (fotografer). Bed satunya dua kawan dari divisi cetak. Sy lupa namanya. Yg jelas bukan si cecunguk. Setelah meletakkan tas, sy ambil jaket dan keluar kamar. Jaket ini kebanggan sy. Pembagian dari ktr warna abu-2. Di dada kanan ada bordir “Jawa Pos”. Dada kiri bordir nama sy. Meskipun bentuknya ndeso, tapi selain bagian redaksi tak diberi jaket ini. Sy berdiri di anjungan memandang laut. Kapal mulai bergerak perlahan, meninggalkan pelabuhan. Laut lepas, kita pergi… Sudah sy lupakan si cantik. Kalau sy mikiri dia terus, bisa musnah seluruh kesenangan bepergian. Padahal, ombak laut berkilau-2. Begitu luas, menyatu di ujung cakrawala. Sy selalu suka menikmati di kesendirian. Tapi, jelang senja si doi muncul di anjungan. Bersama dua kawan cweknya, mereka bergurau. Dari jarak sktr 20 meter sy lihat senyumnya, menyatu dg silhouette langit jingga. Serius Dibalut Guyon Sy mendekat. Dada sy kok berdebar-debar. Segera sy atasi dg jalan sesantai-2nya. Saat dekat, tiga cwek menoleh. Sy bergaya spt memotret mereka. Telunjuk dan ibu jari dua tangan, sy satukan, membentuk bingkai segi empat. Sasaran sy arahkan ke wajah paling kiri, seolah ingin mengambil close up. “Wah, kamu dipotret dwo. Awas, besok masuk koran, lho,” ujar cwek yg tak disasar. Sy berpantomim seolah mengibas-2kan kertas di tangan kanan. Zaman itu cetak foto dicuci dulu, baru dikibaskan. ”Aduh… hasilnya kamu cantik sekali,” sy nekat pol. Reaksi dia ternyata datar. Hampir bersamaan dg pujian sy, eee… muncul si cecunguk. Cecunguk dg nada bergurau mengepalkan tangan ke atas. “Sing iku ojo diganggu, lho. Aku wis entek akeh, iki,” ujarnya sambil tertawa. (Yg itu jangan diganggu, lho. Aku sudah habis banyak, nee.) Sy balas dg gaya bergurau pula. “Lha nek arek’e gelem karo aku, yok opo?” (Kalau anaknya mau sama aku, bagaimana?) Lalu dg sigap dia menyahut. “Gak iso. Pokok’e gak iso.” (Tak bisa, pokoknya tak bisa) Kelihatannya bergurau, sebenarnya serius. Atau serius dibungkus gurauan. Yg sy amati reaksi mimik si cantik. Ternyata pandangan dia simpati ke cecunguk. Itu menandakan bahwa dia sudah memberikan sinyal, menegaskan pilihannya. Suasana kaku dipecahkan gurau dua cwek teman si doi. “Ayo, kita nyingkir. Engkok mundak kecipratan getih,” ujarnya tertawa, sambil menarik kawannya. (Ayo kita menyingkir. Ntar bisa kecipratan darah). Si doi ikutan pergi. Cecunguk menyusul mereka. Sy diam. Wajah cecunguk ini memang ganteng. Pakaian apa saja kelihatan keren. Sy kalah ganteng. Dan (ini yg berat) sy selalu tampak kumus-2. Yo wis, pek-2en. (Ya, sudah... ambil saja) Spy tak kelihatan nelangsa, sy jalan ke belakang anjungan. Disana teman-2 wrtwn berdiri bergerombol mendengarkan Pak Dahlan bicara. Sy ikut nimbrung. Daripada kecut. Itu obrolan santai. Pak Dahlan cerita, prediksi masa depan JP. Sebenarnya sebel. Rekreasi kok bicara kerja. Tapi, karena kehadiran sy telanjur dilihat Pak Dahlan, sy manggut-manggut koyok yes-2o. Padahal gak yes, blas… Usai makan malam, Pak Dahlan meninggalkan kami. Dia pesan, “Ayo, cepat tidur. Besok acaranya padat, lho.” Anjuran dia tak sy hiraukan. Sebab, di bar ada live music. Tapi, utk menghormati Pak Dahlan, sy jalan ke kamar. Sambil ngecek Dicky, yg dari tadi tak kelihatan. Dicky ternyata tidur. Malah sdh mendengkur. Di bed yang mestinya milik sy, ada yg tidur juga. Kurang ajar. Sy amati, anak bagian cetak, sy tak tahu namanya. Di bed satunya, masih di kamar itu, kosong atas-bawah. Gampang, nanti sy tidur disitu. Skrng ke bar dulu, ah…. Hampir masuk pintu bar, berpapasan dg Pak Dahlan (rasanya dia juga mau masuk). Dia negur: “Lho, kamu belum tidur, dwo?” Sy jwb asal saja,”Mencari Dicky, Pak,” sambil celingukan ke arah dalam bar, seolah enggan masuk. Saat sy berbalik, Pak Dahlan sudah pergi. Ya, sy lanjutkan saja masuk bar. Pilih duduk pojok, khawatir Pak Dahlan mendadak juga masuk bar. Smp band bubar 01.00, Pak Dahlan gak muncul lg. Sy tinggalkan bar bersama penumpang kapal yg bukan rombongan kami. Jadi, hanya sy anggota rombongan JP yg di bar smp tutup. Sy msk kamar, kondisi parah. Dua bed terisi penuh atas-bawah. Pemuda yg menempati bed sy sudah ngorok. Sy panggil-2 dia tak terusik. Sy amati lebih dekat, wadoh… wadoh… Mbok De…. Di bantal sudah tergambar ‘Pulau Jawa’. Dia ngiler, Rek…. Mau tidur di lantai, khawatir keinjak kawan yg turun dari bed. Sbb celahnya sangat sempit, lampunya remang. Sy ke anjungan lagi. Berbatang-2 rokok habis disitu. Diterpa angin laut sy tambah ngantuk. Mau rebahan di lantai, khawatir ngglundung kecebur laut. Pagar besi itu renggang-2. Pk 04.00 sy tak tahan lagi. Sy buka pintu kamar-2 di sekitar kamar sy, satu demi satu. Semua dikunci. Frustrasi, sy jalan-2 naik-turun tangga. Ternyata di bawah ada kelas masal. Orang tidur berjejer kayak iwak (ikan) pindang. Sy baru kali ini naik kapal, sehingga baru tahu ada kelas masal. Akhirnya sy tidur menyusup di celah kosong. Dapat Lagi di Taman Mini Pagi yg cerah, kapal merapat di Tanjung Priok, Jkt. Dari atas kapal sy lihat kerumunan orang di bawah, di dermaga. Saat siap-siap turun Pak Haji Anas (redaktur) memberitahu, “Itu para wartawan kita yg di Jkt sdh siap menjemput,” sambil menunjuk sekumpulan pemuda di dermaga. Wah, kawan-2 Jkt mengenakan jaket seragam sama dg sy. Yg sy kenal Mas ROS, Zarmansyah, Eddy Aruman, Kanzul Fikri (alm), dan Wahyudi (alm). Mereka yg menyiapkan kendaraan utk kami keliling Jkt. Tiba di Taman Mini, sy baru tahu jika diantara rombongan penyambut, ada dua cwek cantik. Namanya Diani dan Lala. Mereka bagian keuangan dan administrasi. Selama ini sy hanya tahu nama, belum lihat orangnya. Kulitnya putih-2, mulus-2. Dan, belum menikah. Tapi tidak eksotik spt yg dari Sby tadi. Sy mendekat ke Lala. Di Taman Mini kami foto berdua. Bertukar alamat, tukar cerita ke-khasan Jkt dan Sby. Dia ngajak makan Ketoprak. “Makanan begini apa ada di Sby?” tanyanya. Sy jwb, baru kali ini sy lihat Ketoprak. Saat kami makan sambil ngobrol, kawan sy, wartawan IR (alm) melirik. Lantas, ia seperti sengaja lewat di depan sy. Sambil ‘berdehem’ (pura-pura batuk) ia nggojloki, tapi tak menghadap ke sy: “Cik cepet’e oleh.” (Cepat amat, sdh dapat). Sy pura-2 tak tahu, tenang saja makan. Sebab, IR bicara sambil memandang teman-2 yg menyebar di sekitarnya. Ir menyerang lagi: “Ndusel, teruuuss.... Kali ini sy tak bisa menahan tawa, hingga tersedak. Lala yg tak ngerti bahasa Jawa, memandang heran ke arah sy. “Mas ketawa, ya?” tanyanya. “O, maaf. Saya tersedak,” jwb sy cepat. Tapi pandangan Lala sudah tak seperti semula. Dia menyimpan keheranan. Jiangkrik, gara-2 IR suasana jadi rusak. Saat sy membayar Ketoprak yang berarti menjauh dari Lala, IR mendekati sy. Dia ketawa cengingisan. “Tak delok teko adoh, koen koyok pitek jago sing nguber babon,” ujarnya. “Nguber karo nyirek-2 ngene,” tambahnya. (Aku perhatikan dari jauh, kamu kayak ayam jago yg sedang birahi mengejar betina. Mengejar bergaya miring-miring.) Ia berkata begitu sambil memperagakan gaya ayam jago sedang birahi: Jalan miring srentengan, sambil membentangkan sayap. Kami tertawa terpingkal-2. Sy lirik Lala tambah heran. Ia memicingkan mata, memandangi kami tertawa. Ini benar-benar suasana sudah rusak. Dengan start spt itu, sy tidak lanjut ke Lala. Untuk menjelaskan ke dia, selain butuh kronologis detil, juga belum tentu dia paham. Karena idiom-idiom bahasa Sby yang lucu, belum tentu lucu bagi orang dari daerah lain. Beberapa thn kemudian Lala menikah dg wartawan JP juga, Wahyudi (alm). Banyak alm, ya... Hari sudah gelap, rombongan balik ke Sby dg bus. Kelap-kelip lampu rumah-2 di pedesaan Cikarang sebenarnya sangat indah. Hamparan sawah tampak remang ditimpa sinar purnama. Bentangan kabel listrik mengkilat, naik-turun dari sisi pandang kaca bus. Tapi, sy sudah sangat mengantuk. Tak kuasa lagi menikmati indahnya perjalanan ini. Ketika sy tarik handel agar kursi rebah ke belakang, ternyata macet. Kawan-2 di bus itu sudah tidur di jok yg miring. Sy coba tarik-2 handel lagi, memang macet-cet. Akhirnya sy tertidur, posisi duduk tegak. Sementara moncong sy dekat dg rambut kawan yg duduk di depan. (didedikasikan kepada peserta reuni: Jangan ada cinta lokasi, bahaya.) Note: Si Cantik dan Cecunguk akhirnya menikah saat sy sdh pindah tugas di Jkt, 1989. Pernikahan mereka langgeng sampai sy menulis ini. Subhannallah...
Posted on: Thu, 03 Oct 2013 10:27:15 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015