Duel Melawan Semak Karena dikepung tanah kosong, rumah saya - TopicsExpress



          

Duel Melawan Semak Karena dikepung tanah kosong, rumah saya juga dikepung semak. Dari sekian semak itu ada tiga jenis tumbuhan yang menjengkelkan, ilalang, tanaman merambat dan semak berduri, sejenis putri malu tapi yang sanggup membesar dan meninggi. Jika dua jenis ini bertemu hasilnya sungguh menakutkan. Inilah semak yang mendorong kita lebih suka cuma memandangi katimbang menyiangi. Tak terkira rumit dan susahnya untuk membersihkan jenis semak ini terutama bagi tenaga amatiran seperti saya. Maka pada babak awal kami harus berperang melawan semak, kami datangkan ahlinya. Tak harus seluruh semak, cukup dua meter dari jarak tembok rumah kami. Jarak yang kami perkirakan aman dan mencegah hewan-hewan berbahaya untuk masuk ke rumah kami. Di tangan tenaga ahli, semak celaka iti bersih hanya dalam sehari. Pemandangan itu mendatangkan rasa nyaman dan aman. Tapi perasaan itu tak lama saya rasakan karena sepertinya semak itu selalu cepat melebat lagi. Rasanya baru kemarin ia kami babat, kini telah merajelala. Sementara bunga yang kami tanam dengan sengaja dan kami harap pertumbuhannya segera terasa sangat lama, semak yang kami perangi ini malah terasa sangat cepat. Pada awalnya soal ini terasa seperti ironi. Tapi perasaan ini saya tinjau kembali. Pertama rasa ironi itu jangan-jangan hanya soal rasa. Apa saja yang tak cocok dengan keinginan kita langsung disebut ironi. Padahal baik rumput liar dan rumput hias sama-sama punya hal tumbuh sudah tentu dengan caranya sendiri. Sudah barang tentu rumput hias lebih lambat karena hidup di dalan pot dan jelas saja rumput liar lebih cepat karena tumbuh bebas. Jadi itu bukan ironi, tapi malah harmoni. Yang kedua, perasaan cepat tumbuh itu jangan-jangan juga hanya perasaan saja. Ia terasa cepat, lebih karena tak kita perhatikan dan terutama tak kita kehendaki saja. Ego saya terhadap semak itu ialah sekali tebas harus selamanya mati agar hidup saya tak ia repotkan lagi. Sehingga perasaan sudah menebas inilah ukurannya, walau ia cuma sekali. Cuma sekali lalu bereslah seluruh urusan di dunia. Ini tentu tak masuk akal. Saya hanya fokus pada rasa enak sendiri sampai lupa bahwa semak itu juga berhak punya rasa enak. Akhirnya saya menempuh rasa ketiga dalam soal semak ini. Secara rutin saya malah menengok pertumbuhannya agar bisa mencegahnya menjadi besar dan liar. Akhirnya saya menarik simpulan semak ini memang sengaja selalu bertumbuh agar saya punya alasan gerak tubuh. Tanpa semak itu menumbuh kerja saya lebih banyak, mengetik, membaca, bicara, tiduran dan bermalas-malasan. Padahal tubuh juga punya hak untuk digerakkan. Jadi semak liar itu sedang mengajari agar semua dari kita toleran kepada hak.
Posted on: Tue, 26 Nov 2013 04:32:20 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015