Fake After School Hari ke-131, 1 Agustus - TopicsExpress



          

Fake After School Hari ke-131, 1 Agustus 2014 “Awaaaas.” Aah, peristiwa ini terjadi lagi. Sebuah truk merah muncul dari perempatan jalan, kelihatannya supir truk tidak melihat lampu lalu lintas berwarna merah, dan menyerbu dengan kecepatan tinggi ke arahku. Aah, jika saja aku adalah superwomen. Mungkin aku akan mengepalkan tanganku dan meninju truk tersebut sehingga aku selamat. Atau mungkin, aku adalah anak SMA yang punya keberuntungan tinggi, hingga truk tersebut meledak dan tidak menabrakku. Namun, inilah aku, seorang anak SMA yang tidak punya kekuatan fisik, mental maupun supernatural untuk mencegah maut terjadi di depan mataku. BAAAAM. Tubuh kecilku beradu dengan badan truk merah tersebut, menghasilkan reaksi tolak menolak ke arah berlawanan pada tubuhku. Ciuuuut, tubuhku melayang seperti frisbee yang dilemparkan oleh pemilik anjing, dan kemudian tubuhku akhirnya mendarat ke aspal jalanan. Ngg, keadaan tubuhku, agak sulit untuk dideskripsikan. Tragis. Entah kenapa, tangan kiriku put*s, tangan kananku hanya punya tiga jari, mulutku s*bek hingga ke telinga dan meninggalkan kesan aku tersenyum lebar-lebar, kaki kananku berp*tar ke kiri, dan hanya kaki kiriku saja yang kelihatan normal. Aku pikir ini aneh. Tidak mungkin tabrakan sekecil itu bisa membuat seluruh tubuhku kelihatan seperti seekor ayam yang disembelih dan dipotong-potong anggota badannya. Dan jika kalian bertanya, apakah aku mati? Ya, aku sudah mati, namun hidup lagi. Aneh? Jika kalian pikir ini aneh, pikirkan saja aku adalah avatar player yang bermain MMORPG, masuk dungeon, dan mati melawan final boss, apakah aku mati? Iya, namun aku dihidupkan lagi di kota terdekat kan. Demikian lah dengan keadaan ku sekarang. Aku mati, dan dihidupkan lagi di kamar tidur ku. Berpakaian seperti saat tabrakan, namun seluruh anggota tubuhku masih menyatu, dan tidak ada bekas darah ataupun luka yang tertinggal di tubuhku. Jika kalian bingung, maka ibaratkan saja kondisiku seperti avatar MMORGP yang punya HP dan MP yang penuh. “Ellie menulis lagi percobaan ke-131 ke buku diary nya.” Aku telah merasakan rasa kematian ini sebanyak 131 kali, dan rasanya aku sudah mulai bosan. Dan di saat aku berpikir hal tersebut, bel tanda masuk sekolah pun berbunyi. Hari ke-1, 1 Agustus 2014 Kalian tahu, hari ini merupakan hari paling spesial bagiku. Hari ini hari pertama aku masuk SMA. Aku diterima masuk di SMA favorit ku yang berada di atas bukit kota tempatku tinggal. Sekolah itu punya perpustakaan yang besar, dan aku sangat ingin membaca buku di dalamnya. Karena pikiran itulah, aku mulai berangkat dari rumah sekitar jam 7.00 AM karena jam 8.00 AM pagar sekolah tersebut sudah ditutup dan tidak ada satupun siswa maupun guru yang bisa masuk setelah jam tersebut. Peraturan sekolah tentang jam masuk sekolah tersebut memang ketat, namun untukku itu bukan masalah. Rumahku tidak terlalu jauh dengan lokasi sekolah, tinggal berjalan kaki selama 20 meter, kemudian menyeberang jalan besar, dan akhirnya tiba deh. Namun, tragisnya aku terkena kecelakaan, persis dan mirip banget dengan kecelakaan yang telah tertera di atas. Setelah tertabrak dan tubuhku mempertunjukkan ketragisan dari seorang korban kecelakaan yang malang, seluruh tubuhku seperti menguap dan menghilang ke udara kosong. Kemudian, selang satu detik kemudian, aku telah berada di kamar tidurku, memakai seragam sekolah dalam keadaan sehat walafiat. Seperti nya aku lagi berhalusinasi dan memutuskan untuk bolos sekolah hari ini. Hari ke-131, 1 Agustus 2014 Namun, setelah hari ke-1 aku mencoba lagi dan lagi dengan berbagai cara dan upaya untuk pergi ke sekolah namun yang terjadi hanyalah kecelakaan berturut-turut dan secara tragis aku mati dan hidup dan mati dan hidup lagi. Singkat nya, itu merupakan siklus hidup-matiku. Dan seperti hari-hari sebelumnya, aku memutuskan untuk menyerah dan menghabiskan waktuku di kamar tidurku. Jalan-jalan keluar seperti shopping tidak membuatku tertabrak truk, namun melangkah ke dunia luar membuatku teringat akan kecelakaan tersebut, dan membuatku mengendap saja di dalam kamarku. Entah sejak kapan, aku jatuh tertidur, dan kemudian terbangun di sore hari, karena suara bel rumahku berbunyi. Siapa? Hingga sekarang, tidak ada satu pun makhluk hidup yang berinteraksi dengan ku selain kedua orangtua ku yang berpikir aku sedang bolos. Namun, akhirnya, mungkin dan mungkin saja. Seorang pangeran berkuda menyelamatkanku yang terkurung di kastil ini selama 131 hari. Aku bergegas ke ruang tamu, dan membukakan pintu rumahku. Di hadapanku berdiri seorang cowok seumuran denganku, berkacamata, menyandang tas berisi buku, dan kemudian tanpa diperintah, dia berteriak kerasukan seperti melihat hantu di sore hari. “Ha.. Han… Hantuuu…” Hee, pangeran berkudaku memanggil putrinya hantu. Benar-benar tidak sopan. Huh. “Ellie?” tanya laki-laki di depanku setelah dia puas meneriakkan kata hantu dari tenggorokan nya. “Eh, kamu siapa ya?” aku penasaran kenapa dia tahu namaku. “Namaku adalah Jica. Aku harusnya teman sekelasmu. Kenapa Ellie nggak ke sekolah hari ini?” Benar juga. Aku tidak masuk sekolah selama 131 hari, bukankah itu sudah merupakan hal yang aneh? “Eee, Ellie lagi sakit perut hari ini.” Aku mengatakan alasan yang tidak masuk akal. Siapa yang akan percaya ada seorang siswi SMA yang bolos sekolah selama 131 hari karena alasan sakit perut? “Oh, begitu.” Dia percaya? Kebohongan di siang bolong ku dipercayai olehnya? “Tapi, kenapa tadi pagi aku melihat Ellie ketabrak truk ya?” tanya dia lagi. JDARRR. Suara petir muncul di belakang ku. “Eh, Ellie ketabrak truk? Haha, benar-benar mustahil banget.” Aku mencoba tertawa namun entah kenapa terdengar seperti cegukan orang gila. “Beneran. Saat aku hendak pergi ke sekolah, aku tersesat di jalan, dan setelah bertanya kesana kemari, akhirnya aku tahu juga arahnya. Namun, saat di perempatan jalan, aku melihat mu menyeberang jalan, dan sedetik kemudian, kamu melayang seperti bola baseball yang dipukul, dan mendarat di aspal jalanan. Keadaan kamu tragis banget, aku mencoba mendekat namun sekejap kemudian, jasad kamu sudah nggak ada di situ lagi. Supir truk yang menabrak mu juga kebingungan, dan akhirnya menyimpulkan itu cuman khayalan nya doang. Jadi, yang ingin kutanyakan benarkah kejadian itu terjadi atau itu hanya halusinasi ku saja?” Penjelasannya panjang lebar banget, membuatku ingin tidur, namun karena ini adalah pembicaraan serius, maka aku mencoba menjawab dengan serius juga. “Sebenarnya, Ellie kena kutukan.” “Kutukan?” “Jika kutukan ini diberi nama, mungkin, namanya adalah Kutukan Ellie Yang Hendak Pergi Kesekolah Untuk Pertama Kalinya Namun Tidak Bisa Pergi Karena Di Tabrak Truk Yang Hingga Hari Ini Terhitung Sebanyak 131 Kali.” “Hee. Itu merupakan masalah besar dong. Jadi, kamu nggak bisa masuk sekolah karena kamu akan ditabrak truk terus ya? Aneh juga ya?” “Yap, singkatnya Ellie mati, dan hidup lagi. Dan anehnya, hari ini berulang-ulang terus. Singkatnya, misalkan hari ini adalah tanggal 1 Agustus, maka jika Ellie mati, maka besoknya tetap tanggal 1 Agustus. Makin anehkan?” jawab ku lagi. “Hee. Menarik. Darah ksatria yang diturunkan kakekku mulai bergejolak mendengar ceritamu. Telah kuputuskan. Aku akan menolongmu untuk pergi ke sekolah apapun harganya, gimana?” “Oke, tapi besok kamu pasti lupa sama Ellie, soalnya besok Ellie mengulang hari ini lagi kan?” “Tenang saja. Besok, aku di tanggal 1 Agustus akan tetap ingat Ellie. Aku janji, besok kita akan berangkat ke sekolah bersama-sama, gimana?” Cowok yang percaya diri, terlalu percaya diri lebih tepatnya. “Baiklah. Palingan Ellie akan mati juga besok.” jawabku dengan bosan. Hari ke-132, 1 Agustus 2014 Dia benaran muncul di depan rumahku, meskipun kelihatan agak aneh. Aku segera berganti pakaian, mengenakan sepatu baruku, menutup pintu, dan menyapa nya. “Hei, Jica…” sapaku dengan ramah. “Kamu siapa?” dia kelihatannya lupa kepadaku. Harus kah kuberi ciuman pengingat? “Nama Ellie adalah Ellie. Kita sudah pernah bertemu.” “Hee. Beneran?” responnya setelah selesai membaca surat tsb seakan tidak percaya akan isinya. “Beneran. Jika kamu ingin bukti, Ellie tahu apa yang kamu lakukan disini?” “Emangnya aku lagi ngapain?” “Kamu ingin pergi ke sekolah namun tersesat hingga kesini. Jica menceritakan langsung kepada Ellie, bahwa kamu akan tersesat di depan rumah Ellie pada jam 07.00 AM karena terlalu bodoh menghafal jalan kan?” Apakah dia esper?, wajahnya kelihatan menggambarkan kalimat tersebut. “Baiklah, aku percaya. Jadi, kamu mau apa?” tanyanya ketus. “Ayo pergi ke sekolah bareng-bareng. Ellie dan Jica. Berdua.” jawabku dengan riang. Dia mengangguk yang kuartikan iya. Kami berjalan dan akhirnya tiba juga di perempatan maut yang sering mengambil nyawaku. Lampu lalu lintas sekarang berwarna hijau, sehingga kami harus menunggu terlebih dahulu. Ting. Lampu berubah warna menjadi Hijau. Dengan hati-hati, aku dan Jica melangkahkan kaki kami ke zebra cross. Setelah 15 langkah kami lalui dengan aman, kemudian datanglah maut itu lagi. Sebuah truk berwarna merah melaju dengan kecepatan cahaya. Aku menjadi pasrah saat melihat kejadian yang berulang-ulang ini lagi. Akhirnya, aku tidak bisa masuk sekolah juga ya? Sedetik lagi, badan truk itu menghantamku. Namun, aku merasakan sebuah dorongan dari sebelah kananku saat truk itu di depan kami. Ya, di depan aku dan Jica. Namun, karena Jica mendorongku ke samping, maka sebagai ganti yang merasakan kerasnya badan truk tersebut adalah JICA itu sendiri. BRAK. Tubuh Jica melayang dan mendarat di aspal yang dingin. Dan aku, Alhamdulillah, aku masih hidup dan berdiri di seberang jalan sambil tersenyum bahagia ke arah Jica. “Aaah, akhirnya kutukanku hilang juga.” bisik ku. Eh, kalian ingin tahu kenapa kutukanku menghilang? “Tentu saja menghilang, karena kutukan itu telah pindah ke tubuh Jica. Singkatnya, agar diriku bisa ke sekolah dan tidak ditabrak oleh truk, maka aku harus mengorbankan satu orang lainnya kan sebagai ganti dari posisiku. Jadi, saat Jica mendekatiku, maka aku segera memutuskan bahwa dialah yang akan kuberikan kutukan ini. Selamat menikmati kehidupan abadi di neraka ya, Jica. Hahahahahaha.” Tawaku sambil melihat ke arah mayat Jica yang sudah menghilang dan mungkin hidup lagi entah dimana. “See you again, and have a nice day.” Akhirnya, 132 hariku di neraka akibat menolong seorang siswi yang akan tertabrak truk sudah berakhir. Bahagianya, pikirku. Hai, semuanya. Namaku Neku. Wujudku adalah seorang, maaf, seekor kucing kecil manis berbulu hitam. Seseorang memberikan nama tersebut kepadaku, saat aku sedang beristirahat di depan perempatan. Sebenarnya, Neku itu berasal dari kata neko yang berarti kucing, namun entah karena aku salah dengar atau dia yang salah ucap, sehingga namaku menjadi Neku. Aku diminta oleh Jin untuk melanjutkan kisah ini. Tentu saja dengan gayaku sendiri. Karena kekuranganku sebagai binatang yaitu tidak bisa berkomunikasi kepada manusia, maka Jin menghadiahiku sebuah gift yang bisa bertelepati kepada manusia. 1 Agustus 2014, 06.30 AM, Perempatan Jalan menuju Sekolah “Oiii, Ellie…” aku memanggil seorang siswi yang menunggu di perempatan jalan tersebut. “Eeh?” Ellie terkejut saat mendengar namanya, dia menoleh ke kiri dan kanan mencari sumber suara tersebut namun tidak ada seorang pun di perempatan ini. “Di bawah, di bawah.” aku memanggilnya lagi. Ellie menundukkan kepalanya ke bawah, dan melihatku. “Beruang?” Ellie memiringkan kepalanya ke kiri. “Aku kucing, bukan beruang. Namaku Neku. Salam kenal.” “Ooh, Neku. Salam kenal, namaku Ellie. Kamu aneh ya?” Kamu yang lebih aneh. Langsung percaya dengan kucing yang berbicara, dan masuk perkenalan diri lagi. Mengenyampingkan hal tersebut, aku berkata, “Biarin. Bisa bantu aku nyebrang ke sebelah sana gak?” aku mengangkat kaki depanku ke arah seberang jalan. “Oh, kebetulan Ellie juga mau kesana.” Ellie mengangkat tubuhku dan menggendongku di dada nya sambil menyebrangi zebra cross. Setelah tiba di seberang jalan, dia melepaskanku dari dada nya. “Terima kasih banyak. Ngomong-ngomong, apakah kamu kenal dengan siswa kelas X SMA bernama Jica?” “Jica? Kayaknya nggak deh, lagian Ellie kan baru hari ini masuk SMA, jadi belum pernah ketemu dengan siswa-siswi lainnya.” Jadi dia sudah lupa pada Jica dan 132 harinya di neraka ya, pikirku. “Kalau gitu, mau gak aku kenalin sama Jica? Sebentar lagi dia datang kok.” sahutku. “Oooh, Neku baik banget, mau bantuin Ellie buat temenan dengan Jica. Makasih. Jadi, kita nunggu aja nih di seberang jalan ini?” “Yap, dia sebentar lagi datang kok.” Jawabku sambil melirik jam tangan Ellie yang menunjukkan jam 07.00 AM. “Cowok yang itu ya?” tanya nya sambil menunjuk pada seorang cowok yang berkacamata, membawa tas ransel, dan kelihatan nya seperti melambaikan tangannya kepada Ellie. Aku mengatakan iya, sambil memperhatikan Jica berlari melewati zebracross, menghantam truk , melayang, dan mendarat di aspal. Yah, adegan kecelakaan ini sudah cukup basi, jadi kita skip saja ya. Yang berbeda hanyalah supir truk kali ini melarikan diri. “Eh!, Jica ketabrak truk?!.” aku memperhatikan rona wajah nya yang pucat dan terkejut. Tidak diragukan lagi, dia benar-benar lupa dengan segalanya. “Itu kematian yang ke-100 baginya.” “Eh?” “Dia telah melalui kematian itu sebanyak 100 kali. Dan kamu tahu, siapa sebenarnya yang membunuh Jica?” “Supir truk itu kan? Jangan bilang Ellie yang membunuhnya.” jawabnya bingung. “Yap, tebakanmu benar. Yang membunuhnya adalah kamu sendiri, Ellie.” sahutku sambil tersenyum. Setelah mendengar jawabanku, seluruh tubuhnya melemah, badannya terlihat lesu, dan kemudian dia jatuh berlutut di trotoar. Kulihat wajahnya menjadi pucat, bola matanya berputar-putar, air matanya mengalir deras, sambil berteriak seperti orang kerasukan. Tidak, kelakuannya bukan seperti orang kerasukan, tapi seperti orang amnesia yang tiba-tiba ingatannya kembali. “Tidak mungkin, Tidak mungkin. Ellie, Ellie yang membunuh Jica?” tanyanya lagi seakan tidak percaya dengan ingatannya sendiri. “Yap, seperti nya kamu sudah ingat. Butuh waktu lama juga ya? Sekarang apa yang akan kamu lakukan? Menyelamatkannya atau menghiraukannya begitu saja mati dan mati dan mati lagi seperti hal nya kamu yang dulu?” tanyaku “Aku akan ————————–.” jawabnya dengan tegas. “Jawaban yang bagus. Kamu benar-benar jahat ya, hahaha.” sahutku. “Ngomong-ngomong, apakah kamu penasaran kenapa mayatmu yang tertabrak truk menghilang?” tanyaku lagi. “Menguap kan?” tebaknya. “Itu dari sudut pandangmu. Jawabannya adalah karena ini.” Aku berlari secepat kucing berlari, dan akhirnya tiba di mayat Jica. Wajahnya mengenaskan namun mulutnya seakan tersenyum. Jadi, dia tidak menyesal telah menolong Ellie ya? Dasar manusia naif, pikirku sambil membuka mulutku lebar-lebar. Aku berbeda dengan kucing biasa, karena aku adalah kucing spesial. Mulut dan perutku lebih besar dibandingkan kucing biasa dan makananku juga berbeda dari kucing biasa. Setelah membuka mulutku lebar-lebar, aku segera melahap, menguyah, dan menelan mayat Jica dari kaki hingga ke kepalanya. Yap, santapanku adalah manusia. Ah, sarapan pagi ini lezat seperti biasanya. “Neku, kamu sebenarnya siapa?” tanya Ellie kepadaku. “Hee, daripada membicarakanku lebih baik aku akan jelaskan tentang dunia ini.” “Dunia ini?” “Yap, dunia ini bernama Cat’s box. Jin memodifikasi dunia ini dari teori Schrodinger’s cat. Sederhananya, dunia ini adalah semacam kotak yang mengulang-ulang waktu terus menerus. Di dunia ini hanya mengenal satu tahun, satu bulan, dan satu tanggal yaitu 1 Agustus 2014. Dalam kotak ini terdapat 31 kucing yang mewakili 31 siswa baru kelas X SMA Narasia termasuk Ellie, Jica, dan Jin. Namun, di antara 31 kucing tersebut harus ada 1 ekor kucing yang mati – dead cat -yang disebut kutukan oleh Ellie. Namun, 29 kucing yang tidak mati akan lupa ingatan, dan mereka akan mengulang lagi 1 Agustus 2014. Hanya Jin dan Dead Cat yang sadar bahwa waktu berulang-ulang terus di Cat’s Box ini. Apakah kamu sudah mengerti sekarang?” “Ya, tapi kenapa kotak kucing ini diciptakan?” “Aku juga tidak tahu apa tujuannya, hanya Jin yang tahu karena dia yang menciptakan kotak ini. Namun, satu hal yang kuketahui adalah untuk kembali ke dunia nyata, maka Jin harus mati.” Yap, sampai disini dulu perjumpaan kita. Aku mau melihat keadaan Jica di rumahnya dulu. Terimakasih. Hai, namaku Neku. Aku telah berjalan selama 1 jam untuk mencapai rumah Jica. Benar-benar melelahkan. Terlebih lagi, sepanjang perjalanan tidak ada hal menarik yang perlu kuceritakan kepada kalian. Setelah tiba di depan rumah Jica, aku segera memanjat pohon di samping rumahnya, dan melompat ke jendela kamarnya. Kulihat dia sedang tidur-tiduran sambil membaca komik. “Oiii, lagi ngapain?” tanyaku kepadanya. “Eh?” dia terkejut hingga terbangun. Kemudian dia melihat ke arahku, dia berkata, “Kalo masuk kamar orang itu, ketuk dulu pintu kamarnya. Dan udah dibilang dari dulu kan, jangan masuk lewat jendela.” dia kelihatannya kesal karena aku mengganggunya. “Omong-omong, akting kamu bagus juga ya tadi, ketabrak mobil, Hahaha. Aku hampir tertawa saat melihat Ellie pucat pasi melihatmu ketabrak mobil.” aku membuka pembicaraan. “Pantatmu. Itu bukan dikategorikan sebagai mobil lagi, itu truk tahu. Dan kamu tahu gak betapa sakitnya ketabrak truk. Udah supir nya nggak bertanggung jawab lagi.” “Haha. Salahmu sendiri, siapa suruh menyelamatkan dia.” “Ah, berisik. Jadi, apakah kamu udah menjalankan tugasmu dengan baik?” tanyanya sambil mengakhiri percakapan dan memulai percakapan baru lagi. “Siaaaap. Aku udah bilang segalanya kok ke dia, dan kelihatannya dia udah ingat kembali.” “Dan jawabannya?” “Hehe, ini bagian yang mengejutkan. Dia bermaksud untuk menolongmu loh, dasar cewek munafik. Udah membunuh terus mau menolong lagi, kalo bukan munafik apalagi ya sebutannya.” “Bit*h.” “Eh?” aku terpana persekian detik, saat sebuah buku melayang melewati kamar tersebut dan mengenai kepalaku. Sakit nya minta ampun. Menerima energi momentum dari buku tersebut, aku terdorong ke belakang dan menghantam rak buku. Dan saat aku membuka mata, di depan ku, terlihat Jica marah luarbiasa, seakan-akan dia bisa saja akan membunuhku. 1 detik kemudian, dia akhirnya bisa mengendalikan dirinya. “Sekali lagi kamu bilang dia munafik, aku akan makan kamu hidup-hidup.” ancamnya lagi, setelah kemarahannya mereda. “Oke. Aku janji.” jawabku keheranan. Dasar manusia aneh, pikirku. Andai saja, bentukku bukan kucing, akan kumakan kau hingga mati. “Aa,ah. Aku jadi malas melihat wajahmu lagi. Keluar sana, dan kalau Ellie udah datang, baru kamu boleh masuk lagi. Mengerti?” “Mengerti.” aku menurut saja, sambil keluar dari jendela dan naik ke atas atap rumahnya. Bosan juga jika aku harus menunggu Ellie tiba. Paling tidak dia akan muncul sekitar jam 4 setelah sekolah usai. 1 Agustus 2014, sore hari. Seusai sekolah, aku segera melangkahkan kakiku menuju rumah Jica. Meskipun untuk mendapatkan informasi berupa alamat siswa baru sangat sulit, namun dengan berbagai koneksi yang kudapatkan, akhirnya aku berhasil juga meminta alamatnya kepada Wali kelas ku. Tidak menunggu lama, akhirnya aku tiba di rumahnya. Rumahnya kelihatan sederhana dari luar. Tidak membuang waktu, aku segera mengetuk pintu rumahnya. Semoga dia ada rumah, pikirku. “Siapa ya?” sebuah suara terdengar dari dalam rumah Jica dan kedengarannya seperti suara Jica. “Ini aku, Ellie.” Aku menjawab dengan gugup. “Eh?” dia mengeluarkan suara keheranan dan kemudian pintu di depanku terbuka lebar-lebar. Aku menundukkan kepalaku. Betapa memalukan. Akulah yang telah membunuhnya. Seorang pengecut yang membiarkan temannya mati sendirian. Manusia sampah, begitu pikirku. “Oooh, Ellie. Apa kabar? Kamu sehat kan?” “Eh?” aku tidak bisa menangkap situasi ini. Jica berbicara kepadaku seolah-olah aku tidak pernah berbuat hal jahat kepadanya. “Jangan bengong disitu terus. Ayo masuk.” dia mempersilahkanku masuk. “Haaa…” aku tidak bisa merespon jawabannya, sehingga aku melepaskan sepatuku dan masuk ke ruang tamunya. Jica kemudian menuju ke dapur rumahnya, dan kelihatannya seperti menyiapkan makanan ataupun minuman untukku. Sementara dia sibuk akan hal itu, aku menganalisa situasi sejauh ini. Menilai dari responnya tadi, aku berasumsi bahwa Jica masih ingat akan diriku, akan diriku yang membunuhnya. Tapi, respon apa itu? Seakan-akan dia tidak punya rasa dendam kepadaku ataukah dia seorang manusia suci? Semenit kemudian, Jica membawa kue yang kelihatannya enak, dan menyuguhkannya kepadaku. Karena dari sekolah aku berlari tanpa berhenti ke rumahnya, maka aku merasakan rasa lapar di perutku, sehingga tanpa sungkan aku memakan kue tersebut. “Kue itu, ada racunnya loh.” Jica mengatakan hal tersebut saat separuh kue telah kumakan. “Apa?” aku segera meletakkan separuh kue tersebut dari mulutku ke meja, saat Jica tertawa dan berkata “Haha, bercanda. Aku bercanda. Lihat, aku makan juga nih.” Dia menjawab sambil memakan separuh kue yang ku taruh di atas meja tadi. Setelah kue tersebut menghilang dari atas meja, aku segera ingat tujuanku datang ke rumahnya. “Jica, aku sudah tahu semuanya. Kamu pelaku dari semua ini kan?” tanpa basa basi aku segera berubah ke detektive mode. “Maksudmu?” “Jangan berlagak nggak tahu. Aku memang punya dosa kepadamu, tapi dari awal, segala sesuatu ini disebabkan oleh kamu kan?” Dia tersenyum. Tersenyum jujur. “Beruang itu, eh salah, Neku bilang ke Ellie bahwa 31 siswa terperangkap di Cat’s Box ini, namun aku tidak percaya sama sekali. Saat aku memeriksa daftar murid baru di kelas X, yang kutemukan bahwa hanya ada 30 siswa di kelas kita, termasuk Ellie dan Jica. Tidak ada siswa misterius yang bernama Jin.” “Heee. Jadi, analisismu apa?” “Jin adalah Jica. Tidak perlu detektif sekelas Sherlock Holmes untuk mengetahuinya. Karena hal ini sangat mudah untuk ditemukan. Di saat aku meneliti daftar siswa baru tersebut, terdapat namamu, tidak, nama lengkap mu, Jesicca Jin.” Jessica Jin. Itulah nama lengkap Jica. Namanya kedengaran seperti cewek, namun dia memang seorang cewek tulen. Benar-benar cewek. “Haha, benar sekali. Namaku adalah Jessica Jin. Jenis kelamin perempuan. Hobiku adalah crossdressing menjadi cowok.” Dia mengakuinya. “Dan pertanyaanku sekarang, kenapa kamu sengaja memberitahukanku segalanya lewat kucing itu? Tentang dunia ini, tentangmu, dan tentangnya?” tanya ku. “Karena aku ingin minta maaf kepadamu.” Jawab nya dengan tulus. “Eh?” “Apakah kamu sudah bertemu dengannya?” tanyanya lagi. “Cerill?” tanya ku “Iya.” “Aku segera menemui siswi yang kutolong pertama kali itu. Dia bernama Cerill. Aku menanyakan kepadanya, apakah dia kenal seorang siswi bernama Jica? Dan dia bukan hanya menjawab iya, tapi mengungkapkan semua rahasiamu.” “Haha. Dasar cewek. Sejujurnya, aku sangat suka kepadanya. Dari SMP, tidak, dari SD aku sudah jatuh cinta kepadanya. Di hari ini, aku akhirnya memberanikan diriku untuk menyatakan cinta kepadanya di perempatan jalan itu, namun dia malah membalas ….” “Eeeh? Kamu serius. Kamu cewek loh. Dasar les*ian. Mati aja sana.” aku melanjutkan perkataannya. Setelah aku mengatakan hal itu, dia menangis sekeras-kerasnya. Air matanya berlinangan dan jatuh ke sofa. Aku tidak bisa merasakan kesedihannya, karena itu aku berkata. “Jadi, cuman karena itu kamu membuatnya menderita?” “Hahahahahaha, setelah aku ditolak di perempatan itu, dia berjalan menjauhiku, di saat itulah aku melihat sebuah truk mendekat, aku mendorongnya dan dia akhirnya mati. Hahahaha, tapi, tapi, tapi, aku tidak akan puas hanya dengan satu kematian, dua, tiga, sampai 1000 kematian. Aku akan terus membuatnya merasakan rasa kematian itu, lagi dan lagi.” sikapnya berubah 180 derajat saat menjawab pertanyaanku, dan sekarang dia tertawa seperti orang gila. “Karena itu kamu kemudian menciptakan Cat’s box ini?” “Haha, benar sekali. Namun…” setelah letih tertawa, dia menunduk lesu. “Aku kan?” “Ya, setelah dia merasakan satu kematian, hanya satu, di kematian kedua kamu menolongnya, dan malah menjadi yang tertabrak hingga 131 kali. Aku sangat merasa bersalah. Orang yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan masalah ini terlibat juga. Karena itu, aku mengambil alih peranmu sebagai korban.” “Tapi, kalau kamu merasa bersalah, kenapa kamu tidak menghancurkan kotak kucing ini saja?” “…….” dia diam seribu bahasa mendengar pertanyaanku, kelihatannya dia sudah tahu bahwa aku mengetahui jawabannya. “Aku penasaran. Seperti yang dikatakan Neku, Jin atau Jica harus mati kalau dunia ini ingin berakhir. Tapi, meskipun kamu ditabrak truk terus menerus dan mati, dunia ini tidak hancur. Jadi, dari sini aku berasumsi, bahwa…” “Dunia ini akan berakhir kalau aku mati karena dibunuh.” jawabnya dengan tegas. “Karena itu kan, kamu membangkitkan ingatanku lagi. Agar aku bisa membunuhmu. Rencana yang bagus, Jica. Karena aku memang akan membunuhmu disini.” “Alasanmu?” “Karena kamu sudah membuatku menderita selama ini. Apakah alasan itu tidak cukup?” tanya ku Jica terlihat ragu-ragu, seakan dia tidak percaya dengan perkataanku. “Tapi, kamu tidak membawa pisau atau, uhuk… uhuk… ueeek…” Dari mulutnya tidak keluar kata-kata, melainkan darah merah segar yang bercampur dengan kue yang dimakannya tadi. Dia terhuyung-huyung dan kemudian jatuh tertelentang di sofa. Satu detik kemudian, dia sudah tidak bernyawa lagi. Arsen 50 ppm yang kumasukkan ke kue itu benar-benar mematikan ya, pikirku. Etoo, demikianlah akhir dari kisah ini. Akhirnya dunia kembali seperti semula, yang tidak kembali hanyalah Jessica Jin. Dia ditemukan mati keracunan di rumahnya. Pelaku kasus ini masih misteri, karena polisi tidak berhasil mengungkapkan pelaku kasus ini. Siapa yang membunuhnya ya? Apakah kalian tahu siapa pelakunya? THE END Cerpen Karangan: Kururu Facebook: Hamdan Cheveuxleon MR.JES
Posted on: Mon, 28 Oct 2013 07:36:12 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015