Film “The Croods” dan Doktrin Halus Kaum Pagan 22 April - TopicsExpress



          

Film “The Croods” dan Doktrin Halus Kaum Pagan 22 April 2013 Adakah di antara Kompasianers yang sudah nonton film animasi The Croods? Barangkali saya termasuk orang yang ketinggalan mengajak anak-anak pergi ke bioskop untuk menyaksikan film produksi DreamWorks Animation ini. Padahal film yang didistribusikan oleh 20th Century Fox ini sudah ditayangkan perdana akhir Maret 2013 lalu. The Croods bercerita tentang sebuah keluarga di zaman prasejarah yang dikenal dengan era Croodacious. Film ini mirip dengan cerita The Flinstone, kartun layar lebar yang sempat populer pada 1960-an. Sebagai kepala keluarga, Grug (disulihsuarakan oleh Nicholas Cage), yang selalu memberikan informasi betapa bahayanya dunia di luar gua. Selain terdapat banyak mahkluk jahat, juga gempa bumi kerap melanda, menyebabkan keluarga Croods ini percaya info dari Grug. Tak heran, seluruh anggota keluarga, yakni Ugga (Catherine Keener), Gran (Cloris Leachman), dan Thunk (Clark Duke), harus menetap terus di dalam gua. Suatu hari, salah seorang anak keluarga Croods, Eep (Emma Stone) keluar dari gua. Putri Grug yang punya jiwa petualang ini penasaran dengan sinar terang yang ada di luar gua. Adalah Guy (Ryan Reynolds) yang membawa ‘penerangan’ bagi keluarga Croods. Pria sebatang kara yang telah ditinggal mati oleh orangtuanya ini berhasil meyakinkan keluarga Croods, bahwa ada masa depan yang lebih baik selain berada di dalam gua. Sebab, matahari selalu akan memberikan masa depan. Sepintas, alur kisahnya menarik sekali. Sebagai penonton, kita diajak berpikir agar jangan seperti katak dalam tempurung. Jangan takut untuk menuju masa depan yang cerah. Buat anak-anak yang menonton pun menarik, apalagi dibumbui oleh gambar-gambar kelam tentang kehidupan manusia gua yang hanya menggunakan kekuatan fisik dan menggunakan hukum alam. Sementara begitu Guy muncul, nampak panorama indah penuh dengan warna ditampilkan begitu indah. Sejak scene awal, sebenarnya saya sudah curiga orang-orang di balik pesan film The Croods ini. Konsep judul filmnya saja dibuat mirip Stonehenge atau sekumpulan batu-batu raksasa. Stonehenge adalah tempat pemujaan kaum pagan. Lalu, voice over (VO) yang dibacakan oleh Emma Stone begitu menyanjung kehebatan matahari. Mahkluk ciptaan Tuhan ini disanjung-sanjung begitu indah, dianggap sebagai pemberi kehidupan bagi umat manusia. Benar matahari memberikan kehidupan buat mahkluk hidup, tetapi Kompasianers tahu, bahwa ada Zat yang lebih tinggi dari matahari, yakni Sang Pencipta. Menjadikan matahari sebagai Dewa adalah tradisi yang dilakukan kaum pagan. Paganisme mempercayai matahari sebagai dewa tertinggi mereka. Kenapa matahari? Sebab, matahari dianggap sebagai simbol kehidupan bagi peradaban paling primitif pada manusia, yang di film animasi ini digambarkan pada keluarga Croods. Matahari dijadikan sesembahan saat itu, tetapi masih dilakukan hingga saat ini oleh banyak bangsa, khususnya bangsa-bangsa keturunan Keltik, yaitu manusia berkulit putih dari dataran Eropa. Sosok Guy yang ada di film The Croods inilah yang mengenalkan pada keluarga Croods tentang ‘Dewa Matahari’ sebagai peradaban masa depan. Pemujaan terhadap Dewa Matahari nampak jelas di film The Croods. Scene ketika Eep berjumpa dengan Guy, misalnya. Dengan ‘kebodohan’ Eep’, ia baru mengerti apa itu api. Api yang bisa terus menyala, menggantikan matahari yang hilang setelah malam. Scene lain, saat keluarga Croods panic dengan api yang ada dimana-mana, membakar tubuh Thunk maupun rumput-rumput di padang ilalang. Suasana yang membuat lucu penonton film ini, termasuk anak-anak saya, tidak disadari sebagai bagian dari pesan tersembunyi kaum pagan. Dalam salah satu ritual kaum pagan dikenal dengan perayaan Summer Soltice. Dalam perayaan ini, kaum pagan melakukan pembakar api unggun raksasa, lalu mereka berpegangan tangan mengelilinginya. Scene-scene di film The Croods memang tidak terang-terangan memperlihatkan ritual pegangan tangan, tetapi dua scene yang saya kisahkan sudah jelas memperlihatkan ritual Summer Soltice itu. Apalagi scene keluarga Croods yang panik karena api, ditutup dengan beberapa letupan api yang mirip dengan kembang api pada saat tahun baru, yang meledak di atas langit. Guy dianggap sosok yang punya otak, sedang keluarga Crood tidak. Ini digambarkan pula dengan jelas di salah satu scene. Scene ini sangat telak ingin mengatakan, manusia yang ada di dunia ini tidak punya otak jika tidak mengikuti apa yang Guy yakini sebagai penganut paganism. Guy yakin, dengan berjalan menuju sebuah tebing tinggi, maka akan dekat dengan Dewa Matahari. Tebing tinggi tersebut sesungguhnya juga sebuah simbol kaum pagan, yakni mirip pilar dan obelisk. Alur kisah The Croods yang menjadi konsep ini jelas penonton secara tidak sadar diajak mengikuti kepercayaan kaum pagan. Menuju ke puncak dan berjumpa dengan Dewa Matahari untuk mendapatkan keselamatan di masa depan. Kompasieners, tentu saja saya tidak ingin mengganggu kenikmatan menonton anak-anak saya kemarin pada saat menyaksikan film yang disutradarai oleh Kirk DeMicco dan Chris Sanders ini. Saya membiarkan mereka menikmati film berdurasi 98 menit ini. Namun, seusai nonton, saya menjelaskan tentang kaum pagan di balik film ini. Dan saya menerangkan kembali pemuja terhadap Dewa Matahari adalah anggota Freemasonry yang merupakan bagian dari kelompok Illuminati. Saat ini memang sulit menghindari gerombolan Illuminati mendoktrin kita. Hebatnya, sudah sejak lama doktrin tersebut masuk melalui film anak-anak, seperti animasi The Croods ini. Tak heran, film ini menjadi film box office di Amrik dan Kanada begitu hari pertama dirilis, dengan perolehan US$ 44,7 juta. Oleh karena itu, sebagai orangtua ada baiknya kita jangan acuh. Beri penjelasan juga pada anak-anak, maksud di balik alur atau konsep film yang sedang atau telah mereka tonton. [] hiburan.kompasiana/film/2013/04/22/film-the-croods-dan-doktrin-halus-kaum-pagan-553596.html
Posted on: Fri, 21 Jun 2013 00:52:37 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015