Giri Ilangan Awal Mula Berdirinya Kademangan Gumelem Diposting - TopicsExpress



          

Giri Ilangan Awal Mula Berdirinya Kademangan Gumelem Diposting oleh : Ipung Kategori: Sejarah - Dibaca: 521 kali Barang siapa yang bisa menemukan kelapa kendit dan meminum habis airnya, dialah orang yang nantinya akan menurunkan raja- raja setanah jawa. Adalah kisah antara Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pamanahan yang melatar belakangi berdirinya Kerajaan Mataram. Diterima wahyu kedaton oleh Ki Ggeng Giring yaitu berupa kelapa kendit, sebuah kelapa yang permukaan kulitnya terdapat garis seperti gelang yang melingkar horizontal. Namun, adik Ki Ageng Giring yaitu Ki Ageng Pamanahan lah yang meminum air kelapa tersebut. Dari kejadian itulah di mulainya perjalanan Ki Ageng Giring untuk siyar islam di antero Tanah Jawa. Perjalanan Ki Ageng Giring dalam siyar islam berakhir sekitar wilayah gumelem. konon ketika rombongan para santri pengantar jenasah Ki Ageng Giring yang wafat ketika menyiarkan ajaran islam menuju Dukuh Giring Kabupaten Gunung Kidul sampai di kaki Gunung Wuluh, karena sudah merasa letih rombongan pun beristirahat dilereng gunung tersebut dan keranda yang dipakai untuk mengangkat jenasah Ki Ageng Giring diletakkan di atas tanah. Tapi pada saat itu, tanah yang dipakai untuk tumpuan keranda semakin lama semakin amblas. Karena kawatir tanah tersebut akan longsor, para santri itupun berusaha mengangkat keranda tersebut. mungkin karena terlalu kelelahan atau ada sebab yang lain, keranda tersebut tidak bisa diangkat. Dengan maksud ingin menyelamatkan jenasah sang Ki Ageng, dibukalah keranda tersebut. Alangkah terkejutnya para santri ketika mendapati bahwa keranda itu ternyata kosong. Karena kebingungan dengan menghilangnya jenasah Ki Ageng Giring, para santri itupun bersepakat untuk mengubur keranda itu dipuncak Gunung Wuluh dan meneruskan perjalanan kembali. Atas kejadian tersebut, Gunung Wuluh itupun berganti nama menjadi Gunung Ilangan (Giri Ilangan). Kisah menghilangnya jenasah Ki Ageng Giring di Giri Ilangan memang sangat melekat dikalangan masyarakat Desa Gumelem, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Berada di puncak gunung, makam Ki Ageng Giring terdiri dari lima teras berundak yang diyakini sebagai lambang dari rukun islam, seperti yang diceritakan Achmad Sujeri yang akrab disapa Jeri juru kunci makam. Menurutnya, meskipun hanya keranda dan pakaiannya saja yang dimakamkan, tapi keyakinan bahwa Giri Ilangan adalah sebagai tempat mukswo atau murcanya ki ageng giring itu sudah sangat kental, maka tidaklah heran kalau Giri Ilangan ini ramai sekali dikunjungi peziarah baik dari dalam maupun luar kota. Ketika akan memasuki area makam, yang akan dijumpai adalah jalan berbatu yang menanjak dimana dipinggir sebelah kiri jalan terdapat sebuah lempeng batu yang dikenal sebagai batu sajadah. Keberadaan batu ini sering sekali dipakai oleh para peziarah untuk menjalankan ibadah shalat. Memasuki teras kedua yang ada hanya dataran pendek dengan beberapa tanaman kembang kamboja ditiap sisinya, begitu juga pada teras ke tiga. Pada teras ke empat terdapat sebuah bangunan pendopo yang biasanya dipergunakan sebagai tempat upacara adat para peziarah seperti selamatan dan sebagainya. Pada teras ke lima terdapat sebuah bangunan berbentuk gapura dari susunan batu bata yang dibentuk menyerupai bentuk ornamen candi dengan pintu kayu jati berukir yang sudah berumur ratusan tahun. Pintu inilah satu-satunya jalan masuk menuju makam. Seperti pada makam- makam kuno lainnya, bentuk bangunan makam Ki Ageng Giring berupa sebuah cungkub beratap. Menurut juru kunci, kisah perjalanan Ki Ageng Giring juga sangat kental hubungannya dengan nama Desa Gumelem, yaitu dari kisah perjalanannya menuju Desa Giring Kabupaten Gunung Kidul. Saat rombongan sedang menyeberang hampir saja hanyut terbawa arus sungai yang deras, karena kejadian itulah desa yang dulunya bernama Deasa Karang Tiris berubah menjadi Desa Gumelem dari kata kelelem atau tenggelam. Yang menarik di giri ilangan ini selain keberadaan makam Ki Ageng Giring, tepatnya di kaki bukit ini terdapat bangunan makam kuno yang dulunya merupakan sebuah padepokan yang berhubungan langsung dengan cikal bakal awal mula berdirinya kademangan Gumelem. Dimana kisah sejarah ini juga masih berkaitan dengan adanya makam Ki Ageng Giring. Masih diceritakan oleh Achmad Sujeri, Sebagai seorang yang masih kerabat dari Kerajaan Mataram, kepergian Ki Ageng Giring tentu saja membuat Danang Suta Wijaya yaitu raja Mataram yang bergelar sultan Agung Ing Ngalogo merasa kehilangan. Maka diutuslah panglima perangnya Yudo Kusumo untuk mencari keberadaan gunung ilangan tersebut. Mendapati perintah tersebut, berangkatlah Yudo Kusumo bersama kedua anaknya yaitu Wirakusuma dan Wirareja serta beberapa prajurit menuju Giri Ilangan pada saat itu setelah ditemukannya giri ilangan oleh Yudo Kusumo, karena merasa bertanggung jawab untuk menjaga, Yudo Kusumo pun memohon kepada raja mataram untuk menetap tinggal di gunung tersebut. Permintaan panglima perang inipun dikabulkan oleh Danang Suta Wijaya, Ucapnya menceritakan. Yang perlu diperhatikan, lanjutnya, bahwa Ki Ageng Giring dan Yudo Kusumo atau Kiageng Gumelem itu sama-sama cucu dari Ki Ageng Selo. Ki Ageng Giring anak dari Ki Ageng Nis, sedangkan Ki Ageng Gumelem (Yudo Kusumo) adalah anak dari Nyi Ageng Talupi. Keduanya merupakan anak dari Ki Ageng Selo. Keberadaan Yudo Kusumo di Giri Ilangan selain menjaga dan merawat makam juga membangun sebuah padepokan. Belum begitu lama tinggal di padepokan, datanglah seorang utusan dari mataram yang menyampaikan pesan kalau Yudo Kusumo harus mencari sebuah perlengkapan perang berupa tombak dan bendera atau panji-panji. Dari beberapa sumber mengatakan bahwa perintah itu sebenarnya sebuah sanepan atau kiasan agar Yudo Kusumo mendirikan sebuah pemerintahan di wilayah Gumelem, tapi ada juga yang menganggap bahwa perintah tersebut adalah sebuah perintah untuk berangkat perang, karena pada saat itu bertepatan dengan terjadinya pemberontakan kepada mataram oleh Adipati Ukur, Jelasnya. Sebegai bekas panglima perang, tanggung jawab terhadap keamanan mataram tentu saja masih melekat di sanubarinya. Maka ketika terjadi pemberontakan oleh Adipati Ukur di mataram, diutuslah Wirakusuma berangkat untuk menumpas pemberontakan tersebut. Tapi apa yang diinginkan Yudo Kusumo saat itu dengan mengirim anak pertamanya tidak sesuai dengan harapannya. Bukannya menumpas pemberotakan, Wirakusuma malah bersekongkol dengan Adipati Ukur dan ikut memberontak kepada mataram. Pemberontakan Wirakusuma terjadi di gunung tidar. Mendengar kejadian tersebut, Yudo Kusumo Mengutus salah satu anak didiknya yang bernama Raden Jono untuk menangkap Wirakusumo dan Adipati Ukur. Diutusnya Raden Jono ke Mataram olehYudo Kusumo, karena Raden Jono adalah satu-satunya yang mengetahui kelemahan kesaktian yang dimiliki Wirakusuma, Terusnya menceritakan. Kepergian Raden Jono ternyata membuahkan hasil yaitu tertangkapnya Adipati Ukur beserta Wirakusuma yang kemudian diadili dengan hukuman mati. Sebagai rasa terimakasih atas jasa Yudo Kusumo, mataram memberikan sebuah hadiah berupa tanah perdikan dan diangkat menjadi demang di gumelem dengan gelar Ki Ageng Gumelem. Seperti halnya sebuah kerajaan yang tahtanya diturunkan secara turun temurun, kedudukan Demang Gumelem juga demikian. Setelah kepemimpinan Demang Yudo Kusumo, kedudukan demang diteruskan secara turun temurun hingga pada kepemimpinan Demang Nurdaiman I. ketika kepemimpinan demang Nurdaiman I inilah kademangan gumelem pecah menjadi dua yaitu Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon. Komplek makam Ki Ageng Gumelem memang sangat dikeramatkan. Untuk memasukinya pengunjung harus melewati tiga pintu gerbang. Sama seperti makam Ki Ageng Giring, pada pintu gerbang kedua makam Ki Ageng Gumelem terdapat pagar yang mengelilingi makam. Pagar yang terbuat dari susunan bata merah ini dibangun sekitar abad XVI. Sementara di sebelah barat terdapat komplek makam-makam demang lainnya. Serta sebuah pendopo yang dipergunakan sebagai paseban yang ramai dikunjungi oleh peziarah pada malam kamis wage. //ipung
Posted on: Mon, 28 Oct 2013 03:44:33 +0000

Trending Topics




© 2015