HAKIKAT REDENOMINASI UANG (KERTAS) Menyimak diskusi di salah satu - TopicsExpress



          

HAKIKAT REDENOMINASI UANG (KERTAS) Menyimak diskusi di salah satu media TV swasta nasional (Metro) tentang Redenominasi Mata Uang yang dihadiri oleh Deputi Gubernur BI, wakil menteri keuangan, dan YLKI ada hal2 yang menarik karena waktu itu pihak BI dan Kementerian Keuangan menolak istilah Sosialisasi Redenominasi tapi menggantinya dengan istilah Konsultasi Publik. Apa hakikat sebenarnya dari tayangan ini ? Saya teringat dengan solusi yang ditawarkan Bp. Zaim Saidi, aktifis PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dalam sebuah bukunya “Euforia Emas” Saya kutipkan ya : Bagi masyarakat tidak penting soal silang sengketa (redenominasi) itu, tetapi akibat dari proyek redenominasi itulah yang perlu dimengerti dan diantisipasi. Nantinya, masyarakatlah yang menerima akibatnya maka masyarakat perlu memahami tindakan dilakukan untuk menyelamatkan harta bendanya. Jika redenominasi dilaksanakan, atau selama masa rencana ini, apa yang harus dilakukan ? Redenominasi merupakan tindakan rekalibrasi mata uang. Langkah ini dilakukan karena dua alasan, yaitu (1) inflasi atau (2) devaluasi. Atau, bukan karena keduanya, melainkan dengan alasan geopolitik tertentu. Hal ini pernah terjadi ketika berbagai negara di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional Euro, yang mengharuskan tiap negara pesertanya mengkalibrasi mata uang nasional masing-masing. Jika karena inflasi ada dua variasi, yaitu hiperinflasi (inflasi sangat tinggi dalam tempo singkat), atau inflasi kronis (inflasi terus menerus terjadi dalam waktu panjang). Secara teknis redenominasi mata uang nasional adalah rekalibrasi mata uang suatu negara dengan cara mengganti curency unit mata uang lama (yang berlaku) dengan mata uang yang baru, yang dipakai sebagai 1 (satu) unit mata uang. Perbedaan dengan devaluasi, yaitu pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya dolar AS. Jika inflasinya sangat besar maka rasionya juga akan besar. Misalnya kelipatan 10, 100, 1000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu disederhanakan dan disebut sebagai “Penghilangan Angka Nol”. Munculnya gagasan BI untuk rekalibrasi rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui penghilangan tiga angka nolnya, yakni mata uang Rp 1.000,- menjadi Rp 1,- , penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis. Namun, bagi masyarakat umum apakah ada perbedaan implikasinya antara sanering, devaluasi, dan redenominasi ? Secara substansial, tentu saja tidak ada bedanya. Ketiganya hanya bermakna bahwa mata uang rupiah semakin kehilangan daya belinya. Konkretnya, masyarakat yang memegang rupiah semakin hari semakin dipermiskin. Penghilangan angka nol dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam berbagai aspek pengelolaan mata uang dengan angka nominal besar. Mesin kalkulator bahkan Microsoft Excel tidak akan bisa memuat angka-angka rupiah lagi. Kedua, alasan psikologis atau tepatnya psikis karena pada titik tertentu masyarakat tidak akan bisa menerima harga dengan nominal yang sangat besar. Namun waspadalah, redenominasi sebenarnya adalah merampas aset Anda. Hasil manipulasi Penghilangan angka nol itu hanya akan berlangsung sementara. Jika anda perhatikan, hasil sanering Rp 1.000,- menjadi Rp 1 pada tahun 1965. Pada tahun 1968, hanya dalam kurun waktu tiga tahun, telah muncul kembali uang Rp 1.000,-. Artinya rupiah kembali kehilangan daya belinya dalam waktu singkat. Perhatikan yang akan terjadi dengan sistem devisa saat ini, yakni dolar AS. Jika saat ini 1 dolar AS = Rp 9.000,- maka pasca redenominasi akan menjadi 1 dolar AS = Rp 9,-. Dengan sedikit manipulasi, nilai tukar kembali dapat dipermainkan, dan kini perubahannya akan menjadi jauh lebih sensitif, tetapi secara psikologs tak akan Anda rasakan. Dari 1 dolar AS = Rp 9,- menjadi 1 dolar AS = Rp 10,- tentunya akan lebih mudah terjadi, baik karena faktor dolarnya maupun faktor rupiahnya, tetapi secara psikologis akan kurang dirasakan dibanding perubahan dari 1 dolar AS = Rp 9.000,- menjadi 1 dolar AS = Rp 10.000,-. Bagi pemegang dolar AS semua sumber daya alam Indonesia akan kembali selalu dapat dibeli dengan harga yang semurah-murahnya. Adapun utang negara ini kepada para bankir asing (IMF, World Bank, dsb) akan selalu terasa manageable. Itu tujuan redenominasi yang sebenarnya ! Debtorship dapat terus dilestarikan. LALU, BAGAIMANA SOLUSI BAGI MASYARAKAT? Solusinya adalah pilihlah alat tukar yang tidak bisa disanering, didevaluasi, atau diredenominasi. Artinya tidak dapat dimanipulasi oleh siapapun, bukan cuma oleh bank sentral atau IMF, yaitu alat tukar yang memiliki nilai instrinsik di dalamnya. Gunakan Dirham (perak) dan Dinar (emas) yang kini mulai beredar luas di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Jadi, kini saat yang tepat untuk mengalihkan uang kertas anda menjadi Dirham dan Dinar karena keduanya adalah alat tukar yang bebas inflasi, dan mustahil diredenominasi. Disarikan dari Buku EUFORIA EMAS karya : Ir. H. Zaim Saidi, MPA Jika anda ingin mengkaji lebih lengkap dan mendalam, Anda dapat memperoleh buku tersebut di Agen2 Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham di seluruh nusantara. Atau bisa memesan ke Wakala (tempat penukaran dirham-dinar) terdekat. Silakan kunjungi website : wakalanusantara Semoga bermanfaat, Terima kasih. Wassalam.
Posted on: Sun, 14 Jul 2013 18:29:12 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015