HAL-HAL YANG DIANGGAP MEMBATALKAN PUASA Oleh : H. Akhmad Fanany - TopicsExpress



          

HAL-HAL YANG DIANGGAP MEMBATALKAN PUASA Oleh : H. Akhmad Fanany Rachman Bismillahir rahmanir rahiim Assalammualaikum warahmatullahi wabarakathu Ada beberapa permasalahan yang oleh sebagian umat dianggap sebagai pembatal puasa namun sesungguhnya tidak demikian. Keterangan-keterangan yang dibawakan nantinya sebagian besar diambilkan dari kitab Fatawa Ramadhan -cetakan pertama dari penerbit Adhwaa’ As-salaf- yang berisi kumpulan fatwa para ulama seperti Asy-Syaikh Ibnu Baz, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan lain-lain rahimahumullahu ajma’in. Di antara faidah yang bisa kita ambil dari kitab tersebut adalah: > Bahwa orang yang melakukan pembatal-pembatal puasa dalam keadaan lupa, dipaksa, dan tidak tahu dari sisi hukumnya, maka tidaklah batal puasanya. Begitu pula orang yang tidak tahu dari sisi waktunya seperti orang yang menjalankan sahur setelah terbit fajar dalam keadaan yakin bahwa waktu fajar belum tiba. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin setelah menjelaskan tentang pembatal-pembatal puasa, berkata: “Dan pembatal-pembatal ini akan merusak puasa, namun tidak merusaknya kecuali memenuhi tiga syarat: mengetahui hukumnya, ingat (tidak dalam keadaan lupa) dan bermaksud melakukannya (bukan karena terpaksa).” Kemudian beliau membawakan beberapa dalil, di antaranya hadits yang menjelaskan bahwa Allah swt telah mengabulkan doa yang tersebut dalam firman-Nya: “Ya Allah janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kalau kami salah (karena tidak tahu).” (QS. l-Baqarah: 286) (Hadits yang menjelaskan hal tersebut ada di Shahih Muslim). Dan yang dimaksud oleh Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin adalah apabila orang tersebut benar-benar tidak tahu dan bukan orang yang tidak mau tahu, wallahu a’lam. Sehingga orang yang merasa dirinya teledor atau lalai karena tidak mau bertanya, tentu yang lebih selamat baginya adalah mengganti puasanya atau ditambah dengan membayar kaffarah bagi yang terkena kewajiban tersebut. > Orang yang muntah bukan karena keinginannya (tidak sengaja) tidaklah batal puasanya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits: “Barang siapa yang muntah karena tidak disengaja, maka tidak ada kewajiban bagi dia untuk mengganti puasanya. Dan barang siapa yang muntah dengan sengaja maka wajib baginya untuk mengganti puasanya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang lainnya, dishahihkan oleh As-Syaikh Al-Albani t di dalam Al-Irwa’ no. 930) Oleh karena itu, orang yang merasa mual ketika dia menjalankan puasa, sebaiknya tidak berusaha memuntahkan apa yang ada dalam perutnya dengan sengaja, karena hal ini akan membatalkan puasanya. Dan jangan pula dia menahan muntahnya karena inipun akan berakibat negatif bagi dirinya. Maka biarkan muntahan itu keluar dengan sendirinya karena hal tersebut tidak membatalkan puasa. (Fatawa Ramadhan, 2/481) > Menelan ludah tidaklah membatalkan puasa. Berkata Asy-Syaikh Ibnu Baz t: “Tidak mengapa untuk menelan ludah dan saya tidak melihat adanya perselisihan ulama dalam hal ini, karena hal ini tidak mungkin untuk dihindari dan akan sangat memberatkan. Adapun dahak maka wajib untuk diludahkan apabila telah berada di rongga mulut dan tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk menelannya karena hal itu memungkinkan untuk dilakukan dan tidak sama dengan ludah. > Keluar darah bukan karena keinginannya seperti luka atau karena keinginannya namun dalam jumlah yang sedikit tidaklah membatalkan puasa. Berkata Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin dalam beberapa fatwanya: a.“Keluarnya darah di gigi tidaklah mempengaruhi puasa selama menjaga agar darahnya tidak ditelan…”. b. “Pengetesan darah tidaklah mengapa bagi orang yang berpuasa yaitu pengambilan darah untuk diperiksa jenis golongan darahnya dan dilakukan karena keinginannya maka tidak apa-apa…”. c. “Pengambilan darah dalam jumlah yang banyak apabila berakibat dengan akibat yang sama dengan melakukan berbekam, seperti menyebabkan lemahnya badan dan membutuhkan zat makanan, maka hukumnya sama dengan berbekam (yaitu batal puasanya)…” (Fatawa Ramadhan, 2/460-466). Maka orang yang keluar darahnya akibat luka di giginya baik karena dicabut atau karena terluka giginya tidaklah batal puasanya. Namun dia tidak boleh menelan darah yang keluar itu dengan sengaja. Begitu pula orang yang dikeluarkan sedikit darahnya untuk diperiksa golongan darahnya tidaklah batal puasanya. Kecuali bila darah yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sehingga membuat badannya lemah, maka hal tersebut membatalkan puasa sebagaimana orang yang berbekam (yaitu mengeluarkan darah dengan cara tertentu dalam rangka pengobatan). Meskipun terjadi perbedaan pendapat yang cukup kuat dalam masalah ini, namun yang menenangkan tentunya adalah keluar dari perbedaan pendapat. Maka bagi orang yang ingin melakukan donor darah, sebaiknya dilakukan di malam hari, karena pada umumnya darah yang dikeluarkan jumlahnya besar. Kecuali dalam keadaan yang sangat dibutuhkan, maka dia boleh melakukannya di siang hari dan yang lebih hati-hati adalah agar dia mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan. > Pengobatan yang dilakukan melalui suntik, tidaklah membatalkan puasa, karena obat suntik tidak tergolong makanan atau minuman. Berbeda halnya dengan infus, maka hal itu membatalkan puasa karena dia berfungsi sebagai zat makanan. Begitu pula pengobatan melalui tetes mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa kecuali bila dia yakin bahwa obat tersebut mengalir ke kerongkongan. Terdapat perbedaan pendapat apakah mata dan telinga merupakan saluran ke kerongkongan sebagaimana mulut dan hidung, ataukah bukan. Namun wallahu a’lam yang benar adalah bahwa keduanya bukanlah saluran yang akan mengalirkan obat ke kerongkongan. Maka obat yang diteteskan melalui mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa. Meskipun bagi yang merasakan masuknya obat ke kerongkongan tidak mengapa baginya untuk mengganti puasanya agar keluar dari perselisihan. (Fatawa Ramadhan, 2/510-511) > Mencium dan memeluk istri tidaklah membatalkan puasa apabila tidak sampai keluar air mani meskipun mengakibatkan keluarnya madzi. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits shahih yang artinya: “Dahulu Rasulullah saw mencium (istrinya) dalam keadaan beliau berpuasa dan memeluk (istrinya) dalam keadaan beliau puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan syahwatnya di antara kalian.” (Lihat takhrijnya dalam kitab Al-Irwa, hadits no. 934) Akan tetapi bagi orang yang khawatir akan keluarnya mani dan terjatuh pada perbuatan jima’ karena syahwatnya yang kuat, maka yang terbaik baginya adalah menghindari perbuatan tersebut. Karena puasa bukanlah sekedar meninggalkan makan atau minum, tetapi juga meninggalkan syahwatnya. Rasulullah saw bersabda: “(orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makannya karena Aku.” (Shahih HR. Muslim) Beliau juga bersabda: “Tinggalkan hal-hal yang meragukan kepada yang tidak meragukan.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasai, dan At-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.” Dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t di Al-Irwa) > Bagi laki-laki yang sedang berpuasa diperbolehkan untuk keluar rumah dengan memakai wewangian. Namun bila wewangian itu berasal dari suatu asap atau semisalnya, maka tidak boleh untuk menghirupnya atau menghisapnya. Juga diperbolehkan baginya untuk menggosok giginya dengan pasta gigi kalau dibutuhkan. Namun dia harus menjaga agar tidak ada yang tertelan ke dalam tenggorokan, sebagaimana diperbolehkan bagi dirinya untuk berkumur dan memasukkan air ke hidung dengan tidak terlalu kuat agar tidak ada air yang tertelan atau terhisap. Namun seandainya ada yang tertelan atau terhisap dengan tidak sengaja, maka tidak membatalkan puasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq (menghirup air ketika berwudhu) kecuali jika engkau sedang berpuasa (maka tidak perlu bersungguh-sungguh).” (HR. Abu Dawud, 1/132, dan At-Tirmidzi, 3/788, An-Nasai, 1/66, dan dishahihkan oleh As-Syaikh Al-Albani t di Al-Irwa, hadits no. 935) > Diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk menyiram kepala dan badannya dengan air untuk mengurangi rasa panas atau haus. Bahkan boleh pula untuk berenang di air dengan selalu menjaga agar tidak ada air yang tertelan ke tenggorokan. > Mencicipi masakan tidaklah membatalkan puasa, dengan menjaga jangan sampai ada yang masuk ke kerongkongan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas ra dalam sebuah atsar: “Tidak apa-apa bagi seseorang untuk mencicipi cuka dan lainnya yang dia akan membelinya.” (Atsar ini dihasankan As-Syaikh Al-Albani t di Al-Irwa no. 937) Demikian beberapa hal yang bisa saya ringkaskan dari penjelasan para ulama. Yang paling penting bagi setiap muslim, adalah meyakini bahwa Rasulullah saw tentu telah menjelaskan seluruh hukum-hukum yang ada dalam syariat Islam ini. Maka, kita tidak boleh menentukan sesuatu itu membatalkan puasa atau tidak dengan perasaan semata. Bahkan harus mengembalikannya kepada dalil dari Al Qur`an dan As Sunnah dan penjelasan para ulama. Berikut ini adalah hal-hal yang membatalkan puasa: 1. Makan, minum atau menghisap sesuatu dengan sengaja, baik yang bermanfaat atau yang berbahaya seperti rokok. JIka tidak sengaja karena lupa maka tidak batal, asalkan begitu teringat sedang berpuasa harus menghentikan makannya. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa lupa bahwa ia puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah disempurnakan puasanya; sesungguhnya Allah yang mmeberi makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim). 2. Melakukan jima’ (hubungan intim suami istri) pada siang hari di bulan Ramadhan padahal ia sedang berpuasa. Bagi yang melanggarnya, wajib membayar kifarat (denda) sesuai dengan kemampuannya. Boleh memilih salah satu dari tiga macam denda: memerdekan seoran budak; mengerjakan puasa selama dua bulan berturut-turut; atau memberi makan 60 orang fakir miskin dengan ¾ liter per orang. 3. Mengeluarkan air mani dengan cara onani atau masturbasi, mencium, memeluk, merangkul, menghayal dan lain-lainnya, serta memandang segala sesuatu yang dapat menggugah nafsu syahwat. Sabda Rasulullah saw: “Sekilas pandangan mata kadang-kadang merupakan sebuah anak panah yang berbisa di antara panah-panah iblis yang terkutuk. Maka barangsiapa menahan diri daripada pandangan seperti itu, karena rasa takutnya kepada Allah, maka Allah swt akan melimpahkan kepadanya manisnya iman dalam hatinya.” (HR. Al Hakim). 4. Keluar darah haidh dan nifas, maka wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Dari Aisyah ra: “Kami disuruh oleh Rasulullah saw mengganti puasa, dan tidak disuruhya mengganti sholat.” (HR. Bukhari) 5. Mengeluarkan darah dengan jalan hijamah (membekam) atau yang serupa. Sedang keluar darah dengan sendirinya atau karena mencabut gigi dan yang semisalnya, tidak membatalkan puasa, karena hal tersebut tidak termasuk dalam pengertian hijamah. 6. Muntah disengaja, tetapi jika muntah tanpa disengaja atau dibuat-buat, maka tidak batal puasanya. Sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengganti puasanya, dan barangsiapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah ia mengganti puasanya (pada hari yang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi). Sedangkan berikut ini adalah hal-hal yang tidak membatalkan puasa namun bila dilakukan akan menghapus pahala puasa. 1. Mengucapkan kata-kata yang sia-sia atau tercela. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa adalah tabir penghalang (dari perbuatan dosa). Apabila seseorang di antara kamu sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan sesuatu yang keji dan berbuat jahil. Andai ada orang lain yang mengajak berkelahi atau menunjukkan cercaan kepadanya, hendaknya ia berkata: ‘aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa’. (HR. Bukhari danMuslim) 2. Mendengarkan segala sesuatu yang dibenci agama, sebab segala sesuatu yang dilarang mengucapkan berarti dilarang pula mendengarkan. Sanda Rasulullah saw: “Orang yang menggungjing, dan mendengarkan gunjingan, sama dosanya.” (HR. Thabrani). 3. Melakukan perbuatan tercela seperti pergi ke tempat maksiat, atau perbuatan haram seperti berjudi.) Ada sejumlah persoalan yang sering menjadi perselisihan di antara kaum muslimin seputar pembatal-pembatal puasa. Di antaranya memang ada yang menjadi permasalahan yang diperselisihkan di antara para ulama, namun ada pula hanya sekedar anggapan yang berlebih-lebihan dan tidak dibangun di atas dalil-dalil yang sahih. Demikianlah kiranya apa yang saya ketahui dan saya bagikan kepada sahabat-sahabat sekalian, semoga bermanfaat bagi kita dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan ini, mohon maaf bila ada kekurangannya. Wallahu a’lam bish-shawab Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakathu
Posted on: Sat, 13 Jul 2013 10:11:31 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015