Happy Reading :) - Kiss, Kiss, Kiss - Chapter 1 A Naruto - TopicsExpress



          

Happy Reading :) - Kiss, Kiss, Kiss - Chapter 1 A Naruto Fanfiction Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto Warning: AU, OOC (Maybe), Gaya bahasa campur aduk suka-suka author—baku dan tidak baku. *ditendang sampai mars* . Author : Chocoaddicted . . . Enjoy! . . . Hari ini cuaca begitu cerah. Burung-burung beterbangan di angkasa menambah eksotisme langit biru yang tak berujung. Angin membelai wajahku hingga membuat mataku terpejam menikmati sensasinya. Angin pagi memang yang selalu kusukai meski aku tidak—atau lebih tepatnya sulit bangun pagi. Ah... Angin ini menyejukkan hatiku. Kesejukkan itu berhenti tatkala aku sampai di depan loker sepatu. Segerombolan gadis menjerit-jerit histeris dan menatap ke arah pintu masuk sekolah. Aku tolehkan kepalaku ke kanan dan di sanalah aku melihatnya, kelima pangeran sekolah yang amat sangat super duper tampan! Aku berlebihan? Coba saja kalian lihat sendiri, teman! Mereka berlima terlihat sempurna. Mereka berlima adalah pemain inti klub basket di sekolahku yang tak tertandingi dan mereka orang-orang dengan garis keturunan kaya raya yang kekayaannya tidak akan habis dimakan tujuh turunan. Aku melihat mereka berhenti di depan pintu masuk sekolah. Kulirik seseorang yang rambutnya dikuncir satu. Ia sedang mengusap telinganya dan menguap dengan malas. Ia adalah kapten tim basket mereka, Nara Shikamaru. Dia dengan otak jeniusnya dan juga kemampuan membuat strategi mampu membuat tim basket Konoha High School ini menang di kejuaraan nasional. Lupakan kebiasaannya yang sering tidur dan berkata— "Mendokusai!" –Ah! Seperti yang sudah kutebak. Ia pasti akan mengatakan hal itu saat melihat gadis-gadis di sekolahku berteriak histeris memanggil namanya. Lalu, kulirik laki-laki yang berdiri di samping Shikamaru dengan rambut pirang dan cengiran lebarnya, siapa lagi kalau bukan ace klub basket, Uzumaki Naruto. Ia terlihat menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala dan berjalan dengan santai. "Menjadi idola itu menyenangkan ttebayo!" katanya riang mengomentari apa yang diucapkan oleh Shikamaru. Sedangkan Shikamaru menguap bosan. Ya, mereka adalah idola. Idola gadis-gadis di Konoha High School tentunya. "Menyebalkan," ucap laki-laki berambut hitam dengan bagian belakangnya yang mencuat ke atas, Uchiha Sasuke. Ngomong-ngomong soal model rambutnya, menurutku itu lebih mirip dengan pantat ayam tapi, ia selalu mengatakan jika itu adalah bagian dari fashion. Aku kadang tidak mengerti dengan laki-laki yang minim ekspresi ini. Dengan rambutnya yang aneh dan ekspresinya yang datar itu ia mempunyai penggemar paling banyak. Ya, kata gadis-gadis di sekolahku sih ia yang paling tampan dan ia merupakan penyerang dalam tim basket dengan kemampuan shoot yang tidak pernah meleset! Harus kuakui jika kemampuan Uchiha yang satu itu memang menakjubkan tapi tidak dengan sifatnya yang dingin dan terlihat angkuh. Bahkan kami berdua sering terlibat adu mulut. Nggak banget! Mending laki-laki berambut merah yang berdiri di sampingnya deh. Sabaku Gaara. Di antara keempat temannya yang lain, aku pikir Gaara adalah yang paling tampan dan paling normal. Ia memiliki kemampuan hawk eyes yang membuatnya mampu melihat posisi lawannya dalam sekejap sehingga ia dapat membuat operan yang tepat. Jangan lupakan bahwa ia memiliki karisma yang menguar dari dirinya. Mata jade-nya benar-benar telah membiusku. Aku pikir aku jatuh cinta padanya. Aku terus mamandangnya dari jauh dan ia menangkap mataku! Aku langsung membuang muka menghadap loker di depanku. Oh kami-sama, Gaara benar-benar tampan. Sumpah deh nggak bohong! Mata kami yang bertemu sekilas membuat pipiku memanas. Aku yakin pasti wajahku memerah. Aku beranikan diri melirik mereka yang berjalan semakin dekat ke loker sepatu. Ada satu lagi di tim basket mereka yang belum aku kenalkan kepada kalian, ia adalah Sai. Sai ini— "Jelek." –memiliki lidah yang lebih tajam dari silet. Apa-apaan dia itu selalu mengatakan gadis-gadis penggemarnya jelek! Tapi, aku heran kenapa gadis-gadis itu justru berteriak semakin histeris dan makin memuja-muja Sai? Aku menepuk jidatku. Oke, dibalik sifatnya yang jelek—seperti yang selalu ia ucapkan ketika bertemu dengan seorang gadis, Sai mempunyai kemampuan dalam menepis bola yang akan dimasukkan oleh lawan ke dalam ring, aku tidak tahu istilah kerennya apa. Rebon, ribun, rebound atau apalah itu aku benar-benar lupa. Sekarang mereka berlima berjalan semakin dekat ke arahku. Aku menahan napas saat kelimanya berada di sampingku, lebih tepatnya berada di depan loker mereka masing-masing. Loker Gaara berada di samping kanan lokerku, loker Sasuke berada di samping kiriku, sedangkan loker Shikamaru berada di samping Sasuke dan loker Sai serta Naruto berada di samping Gaara. Oh, damn god! Aku bisa menghirup wangi maskulin mereka. Sumpah, kalau bisa aku ingin memeluk Gaara yang ada di sampingku tapi sayangnya aku tidak berani. Bisa-bisa aku di-bully oleh penggemarnya Gaara jika melakukan hal nekat semacam itu. Dan sekarang aku hanya bisa diam mematung di depan lokerku yang terbuka. Ini adalah rutinitas setiap pagi bagiku, di mana aku harus berdiri seperti orang dungu di antara kelima pangeran tampan sekolah. Aku menelan ludahku dalam diam. Aku sebenarnya ingin cepat-cepat pergi dari sini tapi entah kenapa kakiku terasa di paku dan hatiku menolak untuk menjauh dari Gaara, karena hanya inilah kesempatanku untuk berada sangat dekat dengannya. Aku mencuri-curi pandang melihat Gaara yang memasukkan sepatu sekolahnya ke dalam loker. Kami-sama, wajahnya benar-benar tampan jika di lihat dari jarak dekat seperti ini. Rambut merahnya, hidung mancungnya, bibir merahnya, kulit putihnya, mata jade-nya dan tato ai yang ada di keningnya. Ah... laki-laki ini sangat sempurna. Seandainya ia menjadi pacarku. "Tch!" Oh, gawat! Sepertinya Sasuke yang berada di samping kiriku ini menyadari apa yang aku lakukan barusan. Ia mendecih dan menatapku dengan tatapan mengejek. Seringainya membuat wajah yang selalu datar itu menjadi sangat menyebalkan. "Jika kau menyukainya, kau harus mengatakannya," ucapnya dingin sambil melirikku dengan ekor matanya. Apa! Jadi pria berambut pantat ayam ini tahu jika aku menyukai Gaara? Oh, ya ampun. Tolong sembunyikan aku di manapun agar wajahku yang memerah karena malu ini tak terlihat oleh Gaara. Aku mencoba melirik Gaara. Aku takut jika pria di sampingku ini mendengar apa yang dikatakan Sasuke dan beruntungnya aku, ia tidak mendengar suara Sasuke yang terdengar seperti bisikan tadi. Aku melihat Sasuke sudah memakai uwabaki. Ia memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana sedangkan tangan kirinya menenteng tas. Pria ini menatapku, masih dengan tatapan mengejek dan meremehkan itu. "Itu juga jika kau bukan pengecut, Haruno Sakura," katanya sambil berlalu dari hadapanku. Aku menganga, terkejut mendengar ejekannya. Aku merasakan mukaku semakin merah padam. Tidak, tidak. Ini bukan karena malu tapi karena kesal! Seenaknya Uchiha itu mengatakan aku pengecut di depan orang yang kusukai. Di depan orang yang kusukai? Aku pun tersadar bahwa keempat pria yang berada di sampingku ini memandangku. Ya, termasuk laki-laki berambut merah yang aku sukai, Gaara. Aku dan Gaara saling menatap beberapa detik sampai suara Naruto terdengar memanggil Sasuke. "Sasuke, tunggu!" teriaknya sambil berniat meninggalkan loker tapi, ia justru menepuk pundakku dan berkata, "jangan diambil hati, Sakura-chan!" Kalian jangan heran kenapa Naruto memanggilku begitu karena ia dan juga orang-menyebalkan-yang-mengejekku tadi berada satu kelas denganku. Aku tidak membalas apa yang Naruto katakan, aku masih termangu menatap Gaara yang diam menatapku. Sai berjalan melewatiku sambil menggumamkan kata yang benar-benar menyebalkan, "Jelek," ucapnya sambil melirikku dengan senyum yang rasanya mau aku tarik bibirnya sampai melar. "Merepotkan! Sasuke dan Sai tidak pernah bisa mengolah kosakata dengan baik," Shikamaru menghela napas dan pergi mengikuti ketiga temannya. Di sinilah tinggal aku dan Gaara berdua di depan loker sepatu. Ia memakai uwabaki-nya, aku hanya memerhatikannya. Kemudian ia menatapku kembali. "Kau bukan seorang pengecut," ucapnya dengan senyum tipis dan ia pergi meninggalkanku dengan rona merah di wajahku. Untuk kali ini, aku berterima kasih kepada Sasuke yang sudah mengejekku karena berkat ejekannya aku bisa melihat senyum Gaara. "Yosh! Aku akan menyatakan cintaku pada Gaara hari ini!" gumamku sambil mengepalkan tangan dengan semangat. . . . Aku sedang berada di kelas sekarang bersama kedua sahabatku, Ino dan Hinata. Saat ini sedang istirahat dan kami memakan bento bersama. Aku sama sekali tidak merasa lapar. Daritadi aku hanya mengaduk-aduk makananku. Pikiranku melayang tentang bagaimana aku harus menyatakan perasaanku pada Gaara. Bagaimana jika aku ditolak oleh Gaara? Aku pasti patah hati banget. Terus aku belum siap untuk menerima itu. Huwaaaa! Memikirkannya membuatku gila! Aku mengacak rambutku dengan frustrasi dan itu menarik perhatian kedua sahabatku yang sedang asik memakan bento-nya. "Daijobu ka, Sakura-chan?" tanya Hinata yang menatapku khawatir. Aku menghela napas berat dan mengangkat kedua bahuku. Aku tidak tahu apakah aku baik-baik saja atau tidak. "Apa ada yang kaupikirkan, Sakura?" tanya Ino penasaran. Aku menghela napasku sekali lagi. Baiklah, sebaiknya aku ceritakan atau tidak perihal niatku yang ingin menembak Gaara? Um... lagipula kedua sahabatku ini sudah tahu jika aku menyukai Gaara dan otakku sedang buntu mencari cara untuk menyatakan cintaku pada Gaara. Siapa tahu Ino atau Hinata punya ide untuk menolongku. "Aku ingin menyatakan cintaku pada Gaara," ucapku dan membuat Ino tersedak, segera saja Hinata memberikannya minum. Aku memutar kedua bola mataku. "Kau serius?" tanya Ino sambil menatapku dengan matanya yang melotot. Duh, Ino nggak takut apa matanya keluar? Heran aku. Aku menganggukkan kepala, "Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya." "Tinggal katakan saja kalau kau menyukainya!" seru Ino lumayan kencang dan aku langsung membekap mulutnya saat teman-teman di kelas menoleh kepada kami, termasuk Sasuke. Aku melihat mata setajam ujung pisau itu menatapku tapi, aku tidak bisa mengartikan apa maksud dari tatapannya. Ah! Masa bodoh! Aku tidak mau memikirkan orang menyebalkan itu. Aku harus membuktikan padanya bahwa aku bukan pengecut! "Sa-Sakura-chan, kenapa kau tiba-tiba ingin menyatakan cinta pada Gaara?" tanya Hinata. "Karena aku tidak mau dianggap pengecut dan lagipula sudah saatnya aku mengatakan ini pada Gaara," ucapku, "tapi... aku takut ditolak," aku menundukkan wajah muram. Aku belum pernah menyatakan cinta kepada seseorang dan di dalam kamusku tidak ada yang namanya cewek nembak cowok duluan. Tapi, karena sekarang keadaan sudah genting jadi mau tak mau aku harus melakukannya sekaligus membuktikan kepada Uchiha sombong nan tanpa ekspresi itu bahwa Haruno Sakura bukanlah pengecut! Namun, karena ini pengalaman pertamaku jika ditolak rasanya pasti "mati kutu". Kalian mengerti maksudku, kan? Aku bisa mati gaya nanti! Terus wajahku mau ditaruh di mana kalau bertemu dengan Gaara, terutama Sasuke. Kalau aku ditolak pasti Uchiha itu akan senang sekali. Mungkin karena melihat kecemasan yang tertulis di wajahku—walaupun wajahku bukan koran, Hinata menggenggam tanganku dengan lembut. Aku menatap matanya yang berwarna perak itu, mata lembut yang mampu menarik hati Uzumaki Naruto yang terkenal dengan kesemerawutannya. "Sakura-chan, menyatakan cinta tidak harus selalu diterima. Yang penting kau dapat mengungkapkan isi hatimu pada Gaara," kata Hinata lembut. Ah, benar juga. Aku hampir melupakan hal itu. Aku tidak boleh egois mengharapkan Gaara menerima cintaku. Aku hanya perlu mengatakan padanya bahwa aku mencintainya. "Diterima atau ditolak itu urusan belakangan. Yang penting itu ciuman!" ujar Ino dengan semangat. "Hah?" Jujur saja aku kaget mendengar apa yang Ino katakan. Ciuman katanya? Kulirik Hinata, wajahnya merona mendengar satu kata yang terucap tidak berdosa dari bibir Ino. Ino memang tidak jauh berbeda dengan kekasihnya, Sai. Mereka sama-sama bicara ceplas-ceplos seperti bom molotov. Ino menggelengkan kepala melihat responku, "Sakura, ciuman itu penting saat menyatakan cinta. Jika kau diterima, maka ciuman itu dapat mempererat hubungan kalian tapi, jika kau ditolak maka ciuman itu bisa menjadi kenangan manis dan juga pahit untuk kalian. Dan, biasanya itu akan menjadi bahan pertimbangan seseorang yang sudah menolakmu," ujar Ino panjang lebar. Aku hanya menganga mendengar penjelasannya. Teori dari mana itu? Eh, tapi bisa jadi teori asal yang Ino ucapkan benar. "Ta-ta-tapi, aku belum pernah berciuman," gumamku sambil menyelipkan anak rambut merah muda di balik telinga dengan rona merah di wajah. "Cukup tempelkan bibirmu dan bibirnya saja," ujar Ino enteng membuat aku dan juga Hinata merona hebat. Ah... Bagaimana ini? Apa aku bisa melakukannya? Aku bergerumul dengan pikiranku sementara Ino dan Hinata membicarakan soal ciuman lebih jauh atau lebih tepatnya Ino menginterogasi Hinata tentang apa saja yang gadis itu lakukan jika berkencan dengan Naruto, dan aku yakin Hinata sebentar lagi akan pingsan. . . . Jam pelajaran sudah usai. Ino dan Hinata sudah pulang meninggalkan aku sendirian di kelas. Aku menghela napas dan memandang ke luar jendela. Aku melihat seseorang dengan kepala bersurai merah berjalan menuju gedung olah raga. Tiba-tiba tanganku jadi keringat dingin mengingat apa yang harus aku lakukan terhadap pemuda itu. Aku segera meraih tasku dan menuju gedung olah raga. Di sinilah aku berada, di depan pintu gedung olah raga. Aku tidak pernah berani masuk ke dalam gedung olah raga seperti penggemar-penggemar Gaara yang lainnya. Aku tidak pernah berani bersorak menyemangati Gaara yang sedang berlatih basket. Aku hanya mengamatinya dari jauh, dan aku rasa apa yang diucapkan Sasuke benar. Aku memang pengecut. Gyut! Aku meremas tasku. Bisakah aku mengatakan pada Gaara bahwa aku menyukainya? Bahwa aku ingin ia jadi pacarku? Dan bisakah aku menciumnya? Hyaaaah! Aku menggelengkan kepala. Wajahku merona tiap kali mengingat satu kata itu, ciuman. Aku melihat lagi ke dalam gedung olah raga, Gaara terlihat sedang melakukan lay up namun ditepis oleh Naruto, lalu Naruto men-dribble bola hingga mendekati ring lawannya. Ia di-block oleh Sai sedangkan Shikamaru terlihat memberikan intruksi kepada teman-temannya untuk melakukan hal yang sama kepada lawan mereka. Shikamaru, Gaara dan Sai berada di tim yang sama. Naruto terlihat kesulitan untuk lepas dari Sai, tapi akhirnya ia melihat sebuah celah kosong di samping kanan Sai dan seseorang dengan rambut hitam mencuat ke atas berlari dengan sangat cepat hingga menerbangkan helaian rambutnya. Keringat yang tampak bercucuran dari wajahnya membuat ia terlihat mempesona. Matanya yang setajam elang mampu membiusku untuk terus melihatnya. Dan tepat saat itu bola dioper oleh Naruto padanya. Sasuke berhasil melewati setiap lawan yang hendak menghadangnya. Ia berlari hingga berada cukup dekat dengan ring basket. Tubuhnya yang tinggi menjulang ke atas akibat daya dorong oleh kedua kakinya. Ia melompat dan melakukan dunk yang sempurna. Jeritan penggemarnya seolah menulikan pendengaranku. Aku terpesona melihat aksi laki-laki yang sangat menyebalkan itu. Aku tidak mampu berbohong jika ia benar-benar tampan saat melakukan dunk tadi. Aku terhipnotis dan terus memandangnya dengan kekaguman luar biasa dan saat itu ia melihat ke arahku sambil tersenyum tipis. Aku membulatkan mataku. Apa ini? Jantungku berdebar sangat cepat. Saat melihat Sasuke sudah menapakkan kakinya kembali ke lantai lapangan, aku sesegara mungkin berlari dari sana. Aku takut jantungku copot karena senyuman Uchiha itu! . . . "Haaaahh..." Aku menghela napas panjang setelah berlari cukup jauh dari gedung olah raga. Saat ini aku berada di taman belakang sekolah. Aku menyentuh dada kiriku di mana jantung sempat berdetak dengan sangat cepat saat aku melihat senyum Sasuke. Aku bahkan tidak pernah merasakan jantungku merespon seperti itu ketika melihat senyum Gaara. Tapi, tidak mungkin aku menyukai Sasuke karena aku menyukai Gaara. "Ya, benar. Aku tidak mungkin menyukainya," gumamku sambil memandang langit biru yang terbentang luas. Aku menidurkan diriku di bawah pohon Sakura dan memejamkan mata. Angin sepoi-sepoi memang menjadi magnet yang kuat untuk terlelap dan aku pun jatuh ke alam bawah sadar. . . . "...ra, Sakura," Sayup-sayup aku mendengar seseorang memanggil namaku. Ah... Masa bodoh! Aku masih mengantuk. "Ng..." Aku membalikkan badanku yang menyamping kini terlentang. Aku tadi sedang bermimpi bahwa aku dan Sasuke berpacaran, lalu Gaara menyatakan cintanya padaku. Mimpi yang aneh. "Sakura, bangun, " Aku merasakan seseorang menepuk-nepuk pipiku dan menyuruhku bangun. Aduh... Mengganggu sekali sih! Aku mau tidur sepuluh menit lagi. "Bangun, jidat lebar!" Tuing! Perempatan siku mendadak muncul di pelipisku. Aku tahu betul siapa yang sering menghina jidatku kalau bukan... "Sasuke!" Jantungku hampir copot saat kubuka mata dan yang pertama kali aku lihat adalah wajahnya dengan seringai menyebalkan itu tepat berada di atas wajahku. Sontak pipiku langsung memerah dan aku langsung mendorongnya hingga terjatuh. Shanaroooo! Rasakan itu! "Apa yang kau lakukan?" tanya Sasuke dengan raut mukanya yang kesal. "Menjauhkanku dari makhluk mesum!" sahutku sambil menunjuk dirinya. "Tch!" Sasuke mendecih kemudian ia duduk menghadapku. Sasuke membenarkan kemejanya yang sedikit berantakan akibat aku mendorongnya. Ia tidak memakai blazer sekolah dan dasinya terpasang longgar di lehernya. Kemeja yang ia gunakan tidak terlalu longgar namun tidak terlalu sempit sehingga menampilkan dadanya yang bidang. Aku merasakan itu lagi. Degup jantung yang semakin cepat saat aku memerhatikannya. Wajahku merona lagi. Oh kami-sama, apa yang terjadi padaku? "Berpikiran mesum, eh?" Suara yang mengejek itu menarik perhatianku. Seringainya yang tampak err... oke, oke, aku akui itu seksi. Ia menatapku dan gawatnya aku jadi salah tingkah! Baka no Sakura! "Si-siapa yang berpikiran mesum!" kilahku sambil membuang muka. Dapat kurasakan Sasuke menahan tawanya. "Hn," Keluar deh gumaman Sasuke yang sama sekali tidak jelas itu. Aku memutar bola mata bosan. Aku mendumel sendiri. aku mengatakan ia menyebalkan, mesum, dan masih banyak yang lainnya tapi, ia mendengus menahan tawa. "Bukankah kau mau menyatakan cinta pada Gaara?" Pertanyaannya sontak menghentikan gerutuanku. Benar, aku kan mau menyatakan cinta pada Gaara. Dan Sasuke sudah mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah yang artinya latihan basket sudah selesai. Aku merutuki diriku sendiri. Sudah berapa jam aku tertidur di sini? "Hai, hai! Aku memang ingin menyatakan cintaku pada Gaara dan akan kubuktikan padamu, Tuan Ayam, bahwa aku bukanlah pengecut!" sahutku sombong dengan mengangkat dagu dan bersidekap. "Kau tidak takut ditolak?" Jedaaaarrr! Pertanyaan Sasuke tadi terasa menohok hatiku. Apalagi ditambah dengan seringai menjengkelkan miliknya. Tarik napas, hembuskan, tarik napas lagi, dan hembuskan. Sabar Sakura, sabar... Cowok emotionless ini pasti sedang berusaha mengejekmu. Ingat apa kata Hinata, Sakura. Aku memejamkan mata sebentar dan menghembuskan napas lewat mulut hingga menyebabkan pipiku menggelembung. Aku harus tenang, pahlawan selalu menang saat-saat terakhir. Aku tidak boleh terkena jebakan monster kepala pantat ayam. Aku menatap Sasuke sinis walaupun rasanya agak sakit mataku menatapnya begitu. Oh ayolah, aku tidak terbiasa melihat orang lain seperti itu. Kecuali makhluk di depanku ini pastinya. Sebenarnya aku penasaran sekali kenapa Sasuke bisa tahu kalau aku menyukai Gaara. Kadang aku berpikir, di balik otaknya yang jenius itu apakah terselubung kemampuan Sasuke yang lain? Cenayang misalnya? Daripada aku mati penasaran, lebih baik aku tanyakan padanya. "Sejak kapan kau tahu?" tanyaku pelan dengan mempertahankan tatapan sinisku. "Hn?" kulihat Sasuke menaikkan sebelah alisnya. Kalau gestur yang satu itu aku sedikit mengerti dibanding gumaman-tidak-pentingnya itu. "Sejak kapan kau tahu kalau aku menyukai Gaara?" aku mengulangi pertanyaanku, dan jika si Uchiha yang selalu diagung-agungkan dengan kejeniusannya ini masih ber-hn-hn-ria, maka aku tidak akan pernah mempercayai kejeniusannya. Ya, walaupun aku segan mengakuinya tapi aku cukup sportif kok. "Sejak pertama kali kau melihat Gaara," Eh? Itu berarti sudah satu tahun! Aku pertama kali melihat Gaara adalah saat ia masuk di klub basket. Saat itu aku masih kelas X begitu pun dengan Gaara dan Sasuke. Mata Uchiha yang satu ini selain tajam juga sangat tepat ya. "Dan kau gadis bodoh yang tidak peka," ujar Sasuke dengan tatapan yang sulit aku artikan. Aku berdeham karena jujur saja aku tidak tahan mendapat tatapan seperti itu. Tatapan itu seperti sedih tapi, Sasuke sedih karena apa coba? Masa bodohlah. Aku harus segera menemui Gaara. Aku harus menyatakan cinta padanya dan menciumnya. Mengingat hal terakhir itu kembali membuat wajahku merona merah. Aku menggigit bibir bawahku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Kata Ino, berciuman itu hanya sekedar menempelkan bibir dengan bibir. Tapi, kenyataannya menatap mata Gaara saja aku masih takut-takut. Bagaimana aku menciumnya? Apa ini? Aku merasakan sebuah tangan menyentuh dahiku. Aku menoleh dan melihat Sasuke yang sedang menatapku cemas. Eh? Baru kali ini aku melihat ekspresinya itu. "Wajahmu merah, tapi kau tidak demam," ucapnya. Eh? "Te-te-tentu saja aku tidak demam!" jawabku gelagapan sambil menepiskan tangannya dengan kasar. Ah! Aku sedikit menyesal melakukannya karena selintas aku melihat onyx itu memandangku terkejut. "Hn," sahutnya dan berdiri hendak pergi. Melihat Sasuke yang akan pergi membuat hatiku berdenyut nyeri dan dengan refleks aku menarik ujung kemejanya hingga membuat Sasuke berhenti dan menoleh ke arahku. Ia menatapku dengan ekor matanya. Aku menelan ludah susah payah dan memaksa agar sebuah kalimat terlontar dari bibirku. "Ajari aku berciuman!" To be continue Admin : Haekal-ku :)
Posted on: Sat, 20 Jul 2013 13:30:34 +0000

Trending Topics



w.topicsexpress.com/Nahum-1-3-King-James-Version-KJV-1-The-burden-of-Nineveh-topic-564244733647286">Nahum 1-3 King James Version (KJV) 1 The burden of Nineveh.
Some guys may not know this, but on instagram there is a setting
Dental Van Arriving Term 4 2013 Logan-Beaudesert Area - Oral

Recently Viewed Topics




© 2015