Horror di Perkemahan Salam. Dalam cerita sebelumnya, cerita - TopicsExpress



          

Horror di Perkemahan Salam. Dalam cerita sebelumnya, cerita tentang saya yang pertama kali disuguhkan penampakan MG yang seumur-umur dikasih lihat. (amit-amit). Sosok gaib tersebut masih membayang-bayangiku samapai ketika pengalaman yang akan saya ceritakan ini terjadi. Oke begini ceritanya.. Suatu ketika, saya dan teman-teman pembina pramuka di sanggar saya mendapatkan tugas untuk menjadi tim survei dan panitia perkemahan sekolah. Sekedar informasi, sanggar saya ini dibawah naungan sebuah masjid di Jakarta, di masjid itu terdapat lembaga pendidikan tingkat sekolah dasar dan tingkat menengah pertama berbasis agama Islam. Saya dan teman-teman tergabung dalam kegiatan kepramukaan di masjid tersebut dan memiliki sanggar bakti. Langsung saja, karena kami menjadi tim survei. Kami para pembina, anggota penegak yang terdiri dari Wanda, Nida, Maya, Eka, Andrio dan Em berangkat bersama tim logistik ke buper pada hari jum’at. Tugas kami mendirikan tenda. Jum’at siang kami sampai di lokasi. Buper kami terletak di daerah Citeureup Jawa Barat. Setelah sampai di blok yang sudah disewa untuk perkemahan kami. Kami beristirahat di pendopo. Bupernya luas, pendoponya menghadap ke selatan yang terdapat lapangan luas untuk perkemahan kira kira setengah lapangan bola. Disebelah barat dari pendopo terdapat blok yang juga disewakan untuk api unggun, d dekat situlah kemah anggota penegak didirikan. Di barat laut dari pendopo berjejer MCK memanjang dari timur ke barat. Tugas kami mendirikan tenda peserta sudah selesai, sore itu kami istirahat dan anggota penegak yang perempuan sudah menyiapkan makan malam. Kalau dihitung-hitung, kami berkemah 3 hari dua malam di tempat itu. Dan mulailah kejadian horor tersebut pada malam pertama di buper. Setelah season, acara santai. Kemudian Wanda, dia duduk menhadap ke selatan yang sudah banyak tenda-tenda. Lokasi kami cukup rimbun dan banyak pohon-pohon besar. Wanda sedang asyik main ponsel menhadap ke seletan. Kemudian, tiba-tiba di membalikkan badannya secara perlahan, seperti tidak mau melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat. Saya coba bertanya, “Kenapa dek?” “Gak ada apa apa kak” Jawabnya. Mungkin dia tidak mau teman-temannya ketakutan karena barusan melihat MG. Saya tahu apa yang dilihat Wanda. Gak tau juga kenapa ya, setelah kejadian Mr. Poci di kamar saya waktu itu, mata ini terasa lebih sensitif untuk menangkap gelombang cahaya yang seharusnya tidak terlihat. Kulihat, pohon yang tadi diperhatikan Wanda. Dan… dua untai kaki putih disertai urat-urat kehitaman yang kontras dengan warna kaki tersebut seperti memperjelas kengerian sang pemilik kaki itu. Aku dalam hati “Astaghfirullah! Itu Ms. Unti lagi nangkring di pohon, tapi bagian kakinya saja yang dijulurkan dan diayun-ayunkan. Ku pejamkan mata dan membaca doa yang diijasahkan oleh ayahku. Setelah ku buka mata lagi, dua untai kaki terseubut sudah menghilang. Saya berinisiatif untuk mengumpulkan anggota penegak, dalam lingkaran dan mulai membaca Asmaul Husna. Kira-kira jam 10 malam salah satu anggota kami mengeluh pusing yang sangat. Saya melanjutkan merapalkan Asmaul Husna dengan anggota lain, kali ini dengan suara yang agak lantang. Tiba-tiba, Maya yang mengeluh pusing itu mendelikkan matanya sehingga yang dominan warna putihnya dan titik hitamnya mengecil, seperti raut muka dan mata yang tidak senang dan amat murka. Maya berteriak dan meronta-ronta.” AAAAAAAHHHH…. DIEM GAK LOE PADA….! AAAAA..! HEEEMMMHHH… HEERRRGGGHHH.. ” Suaranya melengking dengan dengus nafas yang berat sekali. Anggota lainnya langsung panik. Kami menghentikan kegiatan kami dan langsung menyergapnya agar tidak banyak berontak dan menyakiti dirinya sendiri. Seandainya ada panic button mungkin sudah ditekan berkali-kali.. Tiba-tiba, Maya yang mengeluh pusing itu mendelikkan matanya, sehingga yang terlihat dominan dari matanya seperti putihnya dan titik hitamnya mengecil, seperti raut muka dan mata yang tidak senang dan amat murka. Maya berteriak dan meronta-ronta.” AAAAAAAHHHH…. DIEM GAK LOE PADA….! AAAAA..! HEEEMMMHHH… HEERRRGGGHHH.. ” Suaranya melengking dengan dengus nafas yang berat sekali. Anggota lainnya langsung panik. Kami menghentikan kegiatan kami dan langsung menyergapnya agar tidak banyak berontak dan menyakiti dirinya sendiri. =========== Malam itu seperti malam yang mencekam, satu orang dari anggota kami dipegangi hampir enam orang dan kami kewalahan. Intonasi suara dan raungannya pun berubah silih berganti, kadang seperti marah, kadang seperti orang yang mengalami kesedihan panjang. Ku putuskan untuk menelfon Ayahku, dan aku mendapatkan kursus kilat PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kesurupan) dari ayahku. *Pembicaraan di telefon* “Ya, halo?” Tanya ayahku dari seberang telefon. “Halo, yah ada anggota yang kesurupan nih. Mana jauh dari rumah penduduk lagi, boro-boro tetangga. Tetangga di sini cuma pohon gede ma pohon bambu doank.” Tandasku dengan nada penuh panik. “Oooh kesurupan.. sekarang ada yang tahu nama lengkap anak itu gak? Sama nama bapaknya? Ayah coba bantuin dari jauh.” Tanpa menutup telefon, aku bertanya kepada teman dekatnya Maya yang ikut dalam kegiatan kami dan rumahnya tidak begitu jauh. Setelah mendapatkan informasi yang ku butuhkan, ku memberitahukan ayahku dan telefon ku tutup. Sebelum menutup telefon, ayahku memberikan instruksi mudah menangani hal seperti ini, dengan modal bacaan ayat suci yang ku hafal. Aku mencoba untuk berkomunikasi dengan MG yang mengganggu anggota saya. “Namanya siapa?” Tanya ku pelan “NAMANYA SIAPA? GAGU YA GAK BISA NGOMONG?” Saya bentak dengan keberanian yang mungkin muncul untuk menolong anggota saya. Namun, dia hanya melotot melihat saya dengan tatapan marah, tatapan tajam yang mengerikan. Akhirnya, saya ambil air minum, saya bacakan ayat suci dan shalawat kemudian saya sembur wajahnya. “SMMMRRRRR..!!” Dan Maya tak sadarkan diri. Tak lama kemudian, Maya siuman dan saya bertanya. “Kamu siapa? Nama Lengkapnya? Nama bapaknya siapa?” Dan dijawab dengan lengkap dan benar. Alhamdulillah sudah sembuh. Dia bercerita sambil sesenggukan. “Tadi, ada nenek-nenek pakai baju putih terbang-terbang diatas tenda peleton. Mukanya muka marah, terus terbang ke Maya, tau-tau sudah begini… hiks.. hiks..” Yaudah sekarang ambil wudhu terus tidur. Maya ditemani oleh kakak pembina yang lain menemaninya untuk wudhu dan bersiap untuk tidur. Waktu menunjukkan pukul 01:00 dini hari. Malam itu kami tidur di pendopo buper, karena melihat kondisi tenda kami yang ada diseblah barat tanpa penerangan (karena baru besok malam dipasang lampu penerangan). Kami memutuskan untuk tidur di pendopo. Kami membentuk melingkar seperti bunga matahari, kepala kami berada di dalam lingkaran. Perempuan-perempuan tidur ditengah-tengah lingkaran, agar kalau ada apa-apa kami tahu dan bangun. Akhirnya kami tidur dengan perasaan tak menentu. Waktu subuh Azan subuh berkumandang sayup-sayup terdengar dan menerobos liang telingaku. Samar-samar ku melihat ada siluet manusia atau bukan sedang mengepel lantai di depan kamar mandi. Dalam hati “Wah subuh-subuh udah ada yang ngepel, rajin banget ya. Hebat, ane aja masih ngantuk.” Tak lama kemudian, temanku sesama pembina Ka Hamdi menggoncangkan tubuhku. “Ben.. ben.. bangun subuh ben. Ke kamar mandi yuk, ane mau kencing nih.” “Ya ampun di, ente kan udah gede masa ke kamar mandi aja takut, lagian tuh disitu ada mas-mas yang lagi ngepel.” Jawab aku dengan malas dan mata yang setengah terpejam. “Ente ngelindur ye ben? Dari tadi ane liatin kamar mandi nahan kencing dan gak ada yang lagi ngepel di situ..!” Perkataannya tak ku gubris, tapi lama-lama saya juga mau kencing juga. Mungkin pagi itu sangat dingin makanya panggilan alam harus dipenuhi dan juga sekalian untuk wudhu. Ku jalan sendirian menuju kamar mandi dan ku melihat orang itu masih mengepel. Karena aku pakai sendal jepit, aku terjatuh terpeleset di dekat pohon yang kulihat ada kaki putih menjuntai. “Aduh..!” Ugh, gerimis semalam memang membuat tanah yang tak ditumbuhi oleh rumbup menjadi licin. Setelah ku berdiri, aku bergidik. Mas-mas yang ngepel tiba-tiba raib. Tak menyisakan apapun. Padahal tadi aku lihat lagi ngepel dan ada ember biru disebelahnya. Ku berlari menuju kamar mandi dan kulihat sampai ujung kamar mandi, tak ada tanda-tanda orang itu tadi di sini. Terus tadi itu apa? *Malam Kedua (Sabtu malam)* Kegiatan perkemahan hari ini dari pagi sampai sore cukup melelahkan kami, baju kami sampai penuh lumpur dan basah. Dan tak mungkin ku ceritakan kegiatan dari pagi sampai sore kuceritakan. Aku akan ceritakan tentang malam kedua ini. Judulnya saja horor di perkemahan. Hari menjelang malam, kabut tipis mulai turun, udara dingin mulai mengelilingi kami dan membuat kami agak menggigil karena kebasahan karena kegiatan hari ini. Setelah ISHOMA dan makan malam. Seperti biasa dalam perkemahan, acara pada malam hari itu adalah api unggun. Ada kejadian yang tak terlupakan pada malam unggun ini. Aku bertugas menjadi pembina unggun, dan Eka anggota penegak menjadi MC api unggun. Acara api unggun berjalan dengan semestinya, namun di penghujun acara api unggun, aku menyadari ada gelagak aneh dari MC, ya Eka. Dari tadi ku perhatikan dia selalu menatap ke arah pohon yang terdapat fasilitas flying fox tanpa berkedip. Ku panggil salah satu pembina. “Ka Bowo, ikut ana yuk!” Aku dan kak Bowo menghampiri Eka yang duduk termangu menatap pohon yang tanpa berkedip. Dia tak sadar kalau kami berdua sudah ada di sampingnya. Ku lambai-lambaikan tanganku di depan matanya. Namun tak direspon. Akhirnya, ku tutup matanya dan ku baca surat An Naas, dia tergeletak pingsan. Eka ini, dia tergolong yang memiliki kelebihan dibanding yang lain. Dia bukan hanya bisa merasakan kehadiran MG namun juga dapat melihat MG itu, dibalik kelebihannya itulah dia tergolong lemah, dia mudah sekali untuk dirasuki oleh MG yang terus-terusan dipandanginya. (Emang mau ya liatin MG gitu?) Kali ini Eka yang menjadi korban kesurupan. Namun tidak seperti kemarin yang meronta-ronta. Kali ini dia cukup tenang, hanya terdengar dengusan nafasnya aja yang sepertinya bukan dirinya. Dengusannya lebih mirip dengusan kuda. Herannya, ketika Eka sedang dibaringkan dipendopo, postur tubuhnya itu memperlihatkan gestur yang tidak biasa. Postur tubuhnya seperti orang yang memiliki perawakan besar dan kekar, dengan tangan yang dikepal dan sulit sekali untuk dilepas. Dengusannya juga berat dan kencang, namun tidak mendelik, dan matanya terpejam. Malam ini berbeda dengan malam kemarin. Malam ini sudah ada Kepala Sekolah madrasah yang ikut andil dalam kegiatan perkemahan, dan kebetulan juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang-orang kesurupan. Tak lama setelah dibawa ke pendopo, pak Kochou (KEPSEK) mengobati Eka dan alhmadulillah kembali sadar. Seperti biasa, orang yang baru sadar dari kesurupan atau ketempelan biasanya bingung, dan dia juga seperti itu. “Aku kenapa kak?” Tanya Eka ke kak Bowo “Gak papa, tadi tiba-tiba kamu lagi tiduran aja di rumput, makanya dipindahin kemari” Kata kak Bowo. “Kak ben, tadi ada nenek-nenek di bawah pohon itu.” Kata Eka kepadaku sambil tangannya menunjuk ke arah pohon besar dengan fasilitas flying fox. “Nenek-nenek tadi kayak manggil-manggil Eka” Ujar Eka sambil tangannya menirukan memanggil orang. Akhirnya di pendopo ada empat orang, yang lainnya melanjutkan acara api unggun. Aku bertanya, “Eka, kamu lihat apa aja di sini?” Aku coba bertanya. “Ada Kuntilanak di pohon itu, (pohon yang ada kakiknya). Di atas pendopo ada MG tapi gak tau kayak gimana bentuknya, dia besar berbulu matanya kuning, giginya rata-rata runcing semua dan gak rata, kelihatannya dia gak ramah. Terus di belakang tenda anggota penegak deket jemuran, ada mahluk seperti monyet seukuran kak Bowo, hitam ekornya panjang, perutnya buncit, bau juga kak.” Aku yang mendengarnya pun cukup mengisyaratkan agar tidak dilanjutkan deskripsi MG yang ada di sekitar buper. Sialnya lagi, hari ini tepat sekali dua anak ini (Maya, Eka) sedang mendapatkan tamu bulanan. Perempuan yang sedang masa menstruasi, tubuhnya lebih rentan terhadapat serangan energi negatif. Aku menghela nafas. Rasanya ingin malam ini cepat berakhir. Acara unggun sudah selesai, dan kami mempersiapkan acara Jurit Malam untuk peserta perkemahan kelas 5 dan 6 waktu itu. Bersama Kochou kami menelusuri komplek perkemahan, akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan lapangan ini. Lapangan ini sudah di stone-block di tengahnya terdapat pos keamanan ditengah-tengah lahan melingkar seperti taman yang ditumbuhi pohon sejenis pohon kelapa. Pak Kochou berkata, nanti anak-anak jangan di pos sini ya, di sini penghuninya gak suka sama anak-anak. “Siap pak!” Dan jurit malam pun berakhir sukses tanpa ada halangan. Setelah jurit malam, saatnya penataran anggota Penegak, anggota penegak kami perintahkan untuk membentuk barisan satu saf kemudian kami tatar. Kami perintahkan tiap orang berjalan sendrii dengan jalan bebek ke arah lokasi jurit malam tadi. Dan semua melakukannya dengan benar. Celakanya acara penataran yang disekitar lokasi jurit malam itu. Anggota penegak melingkari taman itu yang terdapat pos security. Tak lama kemudian Eka (lagi) menunjukkan raut wajah tak senang terhadap diriku. Dia selalu memandangku tanpa berkedip, matanya seperti terlihat putih semua. Jika aku bergerak kepalanya dia selalu mengikuti kemanapun aku pergi. Aku sudah ketakutan dan merinding. “Kak Bowo! Itu sudah bukan Eka!” Aku teriak ke arah kak Bowo yang posisinya dekat dengan Eka kala itu. setelah ku peringatkan atas hal itu. Eka kemudian menoleh dan menatap kak Bowo dengan pandangan menyeramkan. Kak Bowo yang ditatap dengan pandangan seperti itu kemudian terperanjat. “ASTAGHFIRULLAH!!” Tak lama kemudian Eka (lagi) menunjukkan raut wajah tak senang terhadap diriku. Dia selalu memandangku tanpa berkedip, matanya seperti terlihat putih semua. Jika aku bergerak kepalanya dia selalu mengikuti kemanapun aku pergi. Aku sudah ketakutan dan merinding. “Kak Bowo! Itu sudah bukan Eka!” Aku teriak ke arah kak Bowo yang posisinya dekat dengan Eka kala itu. setelah ku peringatkan atas hal itu. Eka kemudian menoleh dan menatap kak Bowo dengan pandangan menyeramkan. Kak Bowo yang ditatap dengan pandangan seperti itu kemudian terperanjat. “ASTAGHFIRULLAH!!” ============ Eka sepertinya akan menyerang orang-orang yang ada disekitarnya. Kami pun secara hati-hati membauatnya terjatuh dan memegang kaki dan tangannya agar tidak berontak dan mengamuk. Kamipun berhasil menumbangkannya. Namun, tetap saja namanya kesurupan, kami masih kewalahan. Padahal dalam jajaran pembina, aku termasuk yang paling kecil dan yang paling muda. Kak Bowo dan kak Gana perawakannya besar dan berisi. Ka Hamdi dan ka Ahmad yang ukurannya sedang, sedangkan aku yang paling kecil. Dia berontak berusaha melawan kami yang memegangi tangan dan kakinya. Sampai dia lemas dan tak sadarkan diri. Acara malam itupun kami tunda, kami gotong Eka ke pendopo. Eka agak kecil namun agak gemuk tapi kali ini terasa sangat berat sekali, lima orang yang menggotong satu orang. Di tengah perjalanan menuju pendopo bersama anggota penegak yang lainnya tiba-tiba Maya tumbang. Dia duduk di tengah jalan beraspal menuju buper dan dia tertawa. “HAHAHAHAHAH..HIIIIHIIIIIHIII..HIAAHAHHAAHAHAHAHAH..AHAHHAHAHAHAHAHA!!” Jelas sekali tertawa jenis ini bukan tertawa karena nonton lawak atau mendengar lelucon konyol dari kawannya. Tawa jenis ini tawa MG yang ingin menunjukkan eksistensi mereka di dunia ini melalui media manusia. Spontan saja, pembina dan anggota lainnya langsung menggotong juga menuju aula. Ketika digotong menuju buper, Maya hanya mendengus seperti mendengus kesal, dan berusaha berontak. Rombongan pertama sampai di pendopo, dan kemudian membantu yang dibelakang. Kami jejerkan Maya dan Eka yang sedang melawan MG untuk menguasai dirinya. Maya menangis namun dari tangisannya ini lama-lama berubah menjadi tawa. Eka juga demikian. Suasana di sana kala itu menjadi kacau balau. Guru yang bersedia membantu mencoba untuk mengeluarkan MG yang masuk di tubuh dua gadis ini. Maya didampingi oleh Nida, dan Eka didampingi oleh Wanda. Mereka memotivasi mereka untuk bisa melawan, jangan sampai tubuhnya dikendalikan atau dimasuki secara penuh oleh MG yang memasukinya. “May sebut may..! Istighfar May..! Kamu bisa May..!” Seru Nida memotivasi temannya sambil menangis. “Ka lawan terus ka, sholawat, istighfar, Ka..!” Wanda juga memotivasi Eka agar bisa melewati masa-masa sulitnya. Sampai pukul 02:30, kami tetap dalam suasana seperti itu. Para MG itu seperti keluar masuk silih berganti di dua orang gadis ini. Dalam suasana kacau seperti ini, ada saja guru yang omongannya itu bisa dibilang tidak pantas, bahkan orang yang mendengarnya bisa dicap sebagai orang yang tak punya empati terhadap orang lain. Orang kesurupan itu harus segara ditolong, harus segera dipulihkan. Bayangkan jika dia yang dihadapkan oleh masalah seperti ini? Mungkin dia belum merasakannya makanya wajar jika dia berkata seperti itu. Kami akhirnya memanggil keamanan setempat , tak lama kemudian keamanan tersebut datang dan berbicara bahasa sunda. Kira-kira bahasa Indonesianya seperti ini. “Wah coba saya panggilkan Ustadz yang biasa nanganin masalah seperti ini di sini.” Dalam hatiku, berarti di sini sering kejadian ya? Entahlah. Ka Hamdi ikut serta memanggil ustadz penolong orang kesurupan. Dengan mengendarai 2 motor, satu motor keamanan dan satu lagi motor ka Hamdi. Sekitar 15 menit ustadz itupun datang, kami meminta maaf untuk datang di pagi-pagi buta seperti ini. Ustadz tersebut kemudian meminta kopi hitam pahit tanpa gula. Dan duduk bersila sambil mulutnya komat kamit. Tak lama kemudian, dia menghampiri dua korban kesurupan, dan memgang pergelangan tangannya. “Kamu teh siapa? Berani sekali ganggu anak manusia?” Kata Ustadznya dengan logat sunda yang sangat kental. Mereka berdua hanya mendengus dan melotot “HEEMMMFFFHHHH..!” “Kamu tidak tahu siapa saya ya? Saya Ki (entah siapa lupa, pokoknya ada “KI” nya gitu), ayo cepat pulang jangan ganggu lagi!” Timpal Ustadznya. Anehnya setelah dibilang seperti itu, mereka seperti melepaskan sesuatu yang amat berat dan tubuhnya lunglai dan lemas. Azan subuh berkumandang disaat yang bersamaan, mereka berdua sadar. Ketika mereka sadar, mereka ditanyakan siapa orang-orang ini sambil menunjuk saya, kakak-kakak yang lain dan teman-temannya. “Alhamdulillah yah, sudah sembuh” (bukan Syahrini loh!) Kami sempat ngobrol dengan ustadz tersebut, dan ustadz tersebut bilang, memang blok yang kami pakai itu lebih banyak penghuninya daripada blok yang lain. Blok kami berada di paling ujung dan belakang dari komplek bumi perkemahan. Ustadznya kemudian menunjukkan MG apa saja yang ada di sekitar situ, dan tepat seperti yang dibilang oleh Eka di Part 2. Sebelum pulang kami memberinya amplop yang berisi uang sebagai tanda terima kasih, dan kamipun menyambut pagi ini dengan lebih lega. Dan kembali ke Jakarta pagi itu dengan sisa tenaga terakhir. -TAMAT- Epilog Setelah perkemahan ini, Maya dan Eka seperti masih dihantui oleh MG yang mengganggunya di perkemahan. Walaupun mereka berdua sudah kembali ke Jakarta, mereka berdua masih mengalami kesurupan. Eka yang tiggal di daerah Kemayoran, dan Maya yang tinggal di daerah Jatinegara. Seperti bergantian kejadiannya. Eka sembuh, Maya sakit begitulah selanjutnya. Kami menyusun rencana untuk menyembuhkan mereka berdua secara serempak di rumah saya. Tapi ada gangguan gaib di tengah perjalanan menuju rumah saya. Dan..
Posted on: Thu, 10 Oct 2013 13:57:15 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015