Inerie, Ketika Perempuan Angkat Bicara Suatu ketika saya - TopicsExpress



          

Inerie, Ketika Perempuan Angkat Bicara Suatu ketika saya menemukan sebuah data menarik tentang kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu di Nusa Tenggara Timur mencapai 306 per 100.000 dibandingkan dengan angka nasional 288 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara angka kematian bayi mencapai 57 per 1.000 dibandingkan angka nasional 34 per 1.000 kelahiran hidup (sumber:SKDI 2007). Studi dan kasus tentang perempuan selalu menarik. Beberapa film saya sebelumnya, seperti Minggu Pagi Di Victoria Park dan Kisah3 Titik, selalu menempatkan perempuan sebagai bahasan utama. Menariknya,isu tentang perempuan ternyata sama persis dengan gairah saya terhadap Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa daerah ini sudah menjadi tema utama dari beberapa film. Misalnya, sutradara Garin Nugroho pernah membuat film Surat Untuk Bidadari (1993) dan film televisi (FTV) Angin Rumput Savana (1996) yang berlokasi di Sumba Barat dan Sumba Timur. Menyusul kemudian film Tanah Air Beta (2009) karya sutradara Ari Sihasale dan terakhir Riri Riza menggarap film Atambua 39*Celcius. Titik temu dari ketertarikan terhadap isu perempuan khususnya angka kematian ibu dan bayi dan bahasan tradisi masyarakat NTT menjadi sebuah ide film dokudrama. Pada september 2013, saya melakukan riset di NTT, yakni dari Kupang, Soe, dan menelusuri kota kecil Ende, Bajawa, Ruteng, Manggarai Barat, sampai Labuhan Bajo. Dari perjalanan itu saya menemukan banyak kisah yang ternyata mampu menjadi benang merah sebuah cerita. Misalnya saja tentang tradisi masyarakat Ngada, perlakuan terhadap perempuan dominan. Konsep matrilineal (garis ibu) membuat mereka mempunyai peran sentral dalam berbagai elemen kehidupan. Perlakuan ini membuat seorang ibu (perempuan) menjadi penting dalam berbagai kesatuan simbol masyarakatr setempat. Ibu juga menjadi pusat aktivitas keluarga, baik dalam praktik kehidupan sehari-hari, maupun dalam adat. Misalnya,upacara adat internal dalam keluarga tidak pernah dipimpin oleh kaum laki-laki. Ada upacara kecil dalam keluarga yang namanya Tikuliku, yakni jika sebuah keluarga rindu pada salah satu anaknya, ibu yang akan memimpin upacara itu. Dalam konsep penataan ruang pada rumah adat masyarakat Ngada, ibu mempunyai posisi khusus yang tak bisa diinterupsi laki-laki. Posisi mereka adalah sebelah kanan dari pintu dan selalu menghadap ke arah tungku. Dalam aktivitasnya ia akan selalu dibantu suami atau pria. Kesatuan ruang Kampung adalah sebuah kesatuan ruang. Ini terlihat dalam konstruksi bangunan rumah adat yang bisa dilihat dari kesatuan wilayah geografis dan kultural secara utuh. Permukiman adat Ngada mempunyai konsep melingkar di mana lapangan menjadi pusat berbagai aktivitas. Di dalam lapangan tersebut di kuburkan jenazah para leluhur mereka. Hanya saja, tidak ada tanda - tanda khusus sehingga kita hanya tahu tempat tersebut seperti tanah lapangan biasa. Pada beberapa sisi lapangan akan ditempatkan beberapa batu menhir dimana masyarakat biasa melakukan upacara adat. Sementara rumah adalah simbol utuh seorang perempuan. Hal itu bisa dilihat dari beberapa simbol perempuan yang dominan dalam konsep tata ruang masyarakat Ngada. Dimulai dari bentuk rahim yang diletakan tepat di sebelah kanan dan kiri pintu masuk, simbol tersebut bernama Kawapere atau Katabewa. Sementara di lapangan depan deretan rumah-rumah adat berdiri bangunan kecil yang bernama Anaie atau rumah kecil. Bajawa dikelilingi pegunungan. Itu sebabnya kawasan ini berhawa sejuk, bahkan cenderung dingin. Dikenal sebagai penghasil kopi yang justru banyak dikonsumsi di luar negeri. Dominannya perempuan sebagai simbol pun terlihat nyata dalam ruang geografisnya. Ada tiga gunung di sekitar Bajawa yang semuanya memperlihatkan unsur feminitas. Gunung Inerie terletak di sisi barat Bajawa. Inerie artinya mama yang cantik. Dan, di kaki gunung ini terletak kampung megalitikum Bena dan Tololela serta Gurusina. Di sebelah utara bajawa ada gunung Inelika (mama dari tungku) dan Gunung Ebulobo (nenek). Secara tematik, ada keterkaitan antara konsep cerita yang dibangun oleh dokudrama ini dengan lokasi. Misalnya saja, judul Inerie merujuk pada pemahaman makna Inerie yang artinya mama yang cantik. Kecantikan yang diartikulasikan secara lengkap meliputi bentukan alam (lanskap), dan pendekatan tradisi yang menempatkan peran ibu (perempuan) dalam konteks sosial dan kultural. Dari banyak elemen tersebut, ide dan bangunan cerita terbentuk karena tema yang saling bersinggungan. Lanskap Bajawa yang menarik, simbol perempuan yang ditemukan di berbagai sisi dari mulai bentuk rumah, penamaan gunung dan peran dominan perempuan, yang mempersatukan ketiganya dalam sebuah ide cerita. Mama yang cantik Bella (Maryam Supraba) adalah seorang ibu dari seorang anak laki-laki. Ia pernah kehilangan anak keduanya yang meninggal ketika lahir. Kematian itu membuatnya ketakutan ketika hamil untuk ketiga kalinya. Bella mempunyai saudara kembar yang beberapa saat meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja sebagai anak buah kapal. Sebuah acara Tikulika diadakan oleh ayahnya untuk memanggil Bello pulang. Keduanya dipertautkan oleh kalung yang masing-masing mereka punya. Dalam beberapa kesempatan ketika mereka merasa sendiri, kalung tersebut mampu mengaitkan perasaaan kesendirian mereka. Perasaan itulah yang membuat Bello pulang kampung. Dan ia menghadapi persoalan yang ternyata tidak berubah sejak ia meninggalkan kampungnya. Kehamilan saudara kembarnya ternyata tetap tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Ia masih harus bekerja diladang,mencari kemiri di kebun, tanpa sekalipun tersentuh fasilitas kesehatan. Dokudrama Inerie memakai pendekatan dokumenter dan rekonstruksi. Beberapa adegan diambil secara riil, misalnya pada upacara-upacara adat. Hanya ada satu artis profesional, yakni Maryam Supraba, sedangkan pemainnya adalah penduduk setempat. Ini menjadi sebuah kolaborasi kreatif yang menarik mengingat bahwa tidak mudah membiasakan penduduk setempat berinteraksi dengan kamera. Hal lain adalah karakteristik dan gestur penduduk yang mampu menjadi bahasa sinema tersendiri. Misalnya saja, cara mereka duduk dan berjalan.Tata gerak mereka ketika digabungkan dengan konsep dramaturgi film ternyata menjadi koreografi tersendiri. Ini juga tidak terlepas dari kerja sama antara Chairun Nissa (sutradara) dan Nur Hidayat (director of photography). Satu hal, saya akan tetap konsisten memperjuangkan peran perempuan dalam segala sisi kehidupan lewat film-film saya dengan berbagai tema dan pendekatan lewat penjelajahan estetika dan lokasi di berbagai belahan Indonesia. LOLA AMARIA Sutradara dan produser film
Posted on: Tue, 22 Oct 2013 16:06:20 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015