Keberadaan idologi transnasinal belakangan ini menjadi - TopicsExpress



          

Keberadaan idologi transnasinal belakangan ini menjadi perbincangan yang cukup mengemuka, khususnya dikalangan umat Islam akibat gerakan-gerakan yang mereka lakukan dan kaum nasionalis yang merasa terancam akan kelangsungan NKRI terkait dengan upaya formalisasi syariah di Indonesia. Sebenarnya apa dan bagaimanakan ideologi transnasional ini. Bagaimana sejarah dan apa akibatnya jika ideologi ini terus berkembang di Indonesia, berikut ini pandangan Dr. KH Ghozalie Said, penulis buku “Ideologi Kaum Fundamentalis Trans Pakistan Mesir,” dengan NU Online saat berkunjung di kantor PBNU pertengahan Juni lalu Islam transnasional ini sebenarnya apa? Saya memang menulis buku “Ideologi Kaum Fundamentalis Trans Pakistan Mesir,” itu istilah, tapi akhir-akhir ini, ini sebetulnya istilah badan intelejen dan rupanya berdasarkan laporan-laporan anggota BIN, yang dimaksud adalah gerakan Islam yang berada di tanah air tapi yang mengendalikan dari luar, misalnya Ikhwanul Muslimin, suatu contoh, ini pengendali utamanya dari mesir. Jadi kedudukan al Mursyidul Aam di Mesir. Kemudian menuju ke Indonesia dalam sejarah penjangnya menjadi dua faksi. Faksi pertama faksi resmi, namanya ikhwan juga. Di masing-masing negara lain, namanya lain-lain. Di Sudan namanya Jamaah Islamiyah, menjadi partai politik karena menerima negera demokrasi dan menerima negera nasional, tetapi penerimaan ini sebagai sarana membentuk pemerintahan Islam dengan syariah. Namanya macem-macem, di Aljazair menjadi FIS, di Syiria dulu ada partai sendiri, saya lupa, di Palestina menjadi Hamas dan kemudian di Indonesia menjadi PKS. Ini jalur resmi dan musryidul amnya ada di Mesir. Kemudian ada faksi jihad, istilah BIN-nya itu Hudaibiyah. Yang saya tahu itu Hadibi karena musryid aamnya yang kedua itu Hassan Hadibi. Nah ketika Hassan Hadibi menjadi mursyid aam, ada faksi tandimul khosnya, walaupun sudah ada sejak zaman Hassan al Banna, tetapi lebih radikal ketika tokoh tandimul khosnya itu dipegang oleh Sayyid Qutb. Tandimul khos itu kalau bahasa NU-nya Banser, para militer. Kalau Bansernya sini kan tidak punya senjata, disana punya senjata. Doktrinya itu dari Sayyid Qutb. Bukunya yang sangat terkenal itu Maali fit Thorieq atau Pelita Jalan yang menyatakan diantaranya, suatu negara yang tidak memberlakukan syariah, berarti negera itu jahiliyah. Maka musuh utamanya adalah pemimpin negera itu. Sebelum memusuhi Israel, memusuhi negaranya sendiri saja. Kedua, negara yang tidak memberlakukan syariat Islam ya negera jahiliyah, karena negera jahiliyah, fikih menjadi tidak penting. Itu nanti berbeda dengan Wahbah Zuhaili, yang waktu itu masih muda. Faksinya Sayyid Qutb ini membentuk Islam radikal yang non negera, non resmi dan keras yang melahirkan di mesir Jamaah Islamiyah, Al Jamaat al Islamiyyah. Itu anti negera, ini juga trans ke seluruh negara yang kemudian ketemu, ketika Soviet menduduki Afganistan, dibantu oleh kaum Salafy Saudi, yang tokohnya Osama bin Laden, ketemulah faksi ikhwan dengan faksi yang Wahabi, di Afganistan. Dari Afganistan, ada yang mengirim kelompok-kelompok sukarelawan dari Indonesia, ada Amrozi, masih anak-anak ketika disana, tapi sudah latihan perang. Akhirnya jamaah Islamiyah yang muncul disana itu. Ini yang suka ngebom-ngebom. Kalau faksi yang resmi itu ya ikhwan yang menganggap sebagai haraqah ustadziyah atau gerakan guru. Guru gerakan Islamiyah, jadi harus ditiru. Lha ketemu juga dengan kelompok lain yang mungkin non ikhwan sama-sama anti negera. Gerakan model kedua dulu juga ikhwan yaitu Hizbut Tahrir (HT). Dulu Syeikh Taqiyuddin an Nabhani bergabung dengan ikhwan ketika perang melawan Israel tahun 1948, kalah, kemudian ia mendirikan sendiri gerakan Islam karena setelah dievaluasi tidak memiliki khilafah Islamiyah sehingga membuat umat Islam kalah. maka ia mendirikan ini. Dan ini pengendalinya juga dari Yordania. Baik Ikhwanul Muslimin di Mesir dilarang, HT di Yordania juga di larang. Di tiga negara kan, di Lebanon, Syiria dan Jordania kan dilarang. Itu dirahasiakan, pemimpin sekarang namanya Abu Rosta. Di Indonesia itu kan ngak pernah muncul itu ketua HTI itu namanya Habib Abdurarahman, yang muncul kan Ismail Yusanto, itu sebenarnya kan krucuknya sebetulnya, terus di Surabaya ada dokter Usman. Pokoknya Jubirnya. Nah HT ini ciri khasanya itu taat pada kebijakan internasional ini, itu tidak mau menerima negera. Jadi dia tidak akan mau menjadi partai politik, tidak akan mau karena negera itu sistem yang kufur, demokrasi itu sistem yang kufur. Konsekuensinya, ia bisa mentaksir pada orang lain, walaupun disembunyikan. Karena sudah kufur, berarti ini…. Ada tahapan-tahapannya. Ini yang HT. Kemudian, ada gerakan nasional juga, transnasional juga tapi dikendalikan juga, ada Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di Jepang, di Inggris dan lainnya, tapi itu semuanya bangsa Indonesia. Di Amerika ada, di Australia ada, semuanya Indonesia. Itu bedanya, Konflik itu timbul ketika gerakan transnasional ini menggerogoti asset-aset milik NU atau Muhammadiyah atau organisasi lainnya? Kayak NU atau Muhammadiyah kan ikut ambil bagian dalam mendirikan negera ini. Jadi antara Islam dan nasionalisme orang Indonesia yang menjadi the founding father adalah adalah sesuatu yang tidak bisa dipisah. Seperti orang Melayu pasti Islam, Islam adalah orang Melayu, sudah menyatu seperti itulah, otomatis merekalah yang membuat budaya, diantaranya budaya masjid, tradisinya, yang sudah terbentuk karena sudah lama. Nah gerakan-gerakan baru ini kan belum punya tradisi, nah paling cepat ngambilin masjid yang tak terawat, mereka masuk. Tapi saya kira kita ambil manfaatnya saja. Kalau tidak gitu, NU kan tidur terus. Menurut saya begitu. Memang programnya masjid-masjid di tingkat kabupaten akan dikuasai, terutama HTI. Kalau Ikhwanul Muslimin, kalau partai politiknya jadi PKS yang berasal dari usroh, tarbiyah Islamiyah itu di kampus-kampus itu yang digerogoti kan Muhammadiyah karena banyak kader Muhammdiyahnya. Tapi banyak juga yang membuat masjid. Tapi kalau HTI tidak, nga buat masjid, kalau PKS membuat masjid yang memang disediakan untuk kegiatan mereka. HTI kan juga berusaha masuk ke pesantren-pesantren? Oh ya, mereka aktif, jam lima pagi itu sudah datang ke mana-mana dan mereka umumnya tidak faham, hanya didoktrin saja, khilafah Islamiyah, wong saya diparani tak bilangin, kapan sih khilafah Islamiyah ini berdiri. Kan Syeikh Taqiuddin an Nabhani kan bilang 30 tahun, mulai tahun 1952. Sekarang kan sudah 50 tahun lebih, mana yang ada khalifahnya. Saya kira itu romantisme masa silam, bukan masa depan. Kalau NU Muhammadiyah kan masa depan, mereka kan ingin kembali ke masa silam. Ketika gerakan-gerakan ini pemimpin pusatnya berada di luar negeri, apakah ini akan mengancam integritas Indonesia? Saya kira kalau ini sukses, ya otomatis dirubah negera ini, menjadi negera Islam, otomatis tidak negera kesatuan, tidak UUD 1945, mesti dirubah karena memang sudah begitu programnya. Saya kira pemerintah itu mestinya jelas ada kebijakan, tidak dibiarkan begitu saja. Atau memang disengaja oleh pemerintah disamping ada gerakan Islam, ada gerakan kiri sebagai pengimbang. Katanya ada 27 Juni ini ada Kongres Khilafah di Senayan. Dan bukan main mereka, suplai dananya, disamping dari anggota disini, itu dari orang-orang kaya Saudi. Itu kan kelompok ahlusunnah yang seperti itu, ahlusunnah sendiri kan macem-macem. Lain pula yang syiah. Ada dua syiah di Indonesia, ada Ijabi, itu moderat, plural, ada pula Elkap, koordinasi ahlul bait pokoknya, ya itu yang agak fundamentalis. Kalau dilihat dari aspek ajaran, itu sebenarnya ada ajaran yang signifikan tidak, atau sekedar ideologi politiknya? Sebenarnya kalau dalam bidang peribadatan, hampir rata, Wahabi semua. Mereka tidak seneng tahlil, paling moderat, tidak anti tetapi tidak melaksanakan. Lha yang paling ekstrim itu anti, itu dibidang tradisi keagamaan. Tradisi pemahaman politiknya adalah hadist nabi “man maata, walaisa biunukhihi baiah mata mitaatan jahiliyyah” barangsiapa yang meninggal dan tidak pernah berbaiat khalifah, maka ia mati jahiliyyah, dianggap mati kafir. Ini kan berat secara teologis. Kita ini dianggap tidak Islam lagi karena tidak ikut faham mereka. Itu hampir sama. Jadi kalau Ikhwanul Muslimin, wama la yahkum bima anzalallah, faulaaika humul kaafiruun. Itu dalilnya dan saya lihat khutbah-khutbahnya begitu, saya denger begitu. ya otomatis berbeda dengan NU. Lha NU itu harus membuat cara berfikir tandingan yang mengimbangi cara fikir. Ini harus diputuskan dalam forum tertinggi. Jadi kalau di HTI itu ada namanya taqwim assaqsayah islamiyyah atau pembentukan kepribadian Islam, itu perlu perbedaan. Kalau di HTI itu bagaimana mengamalkan syariah, tapi yang tak ada tahlilannya, kan beda dengan NU. Kemudian kedua, tafkih, intelektualitasi, beda itu. Kalau NU kan tak suka berdebat, kalau mereka, masalah harus diperdebatkan, namanya syiroul fikr atau pertarungan pemikiran. kedua itu ada taamul maklumah atau gerakan sosial. Jadi ada dua tangga, satu namanya syiraul fikr. Kedua taamul maklumah, dan yang terakhir istilamul hukm atau merebut kekuasaan. Lha di NU supaya begitu gimana, kan jelas. Makanya harus ada fikrah nahdliyyah harus jelas apa yang harus dituju. Mereka berhasil menarik kalangan muda dan intelektual kampus sehingga dalam pemilu berhasil menarik suara yang cukup besar, apa yang menjadi kunci keberhasilannya? Karena kecenderungan masyarakat sekarang cenderung berfikir istidlali. Itulah yang paling benar, berfikir normatif, dari Qur’an, Hadist, kalau nga ada ya salah lah. Lha ini paling gampang, sementara kelompok lain terbiasa cara berfikir istiqroi. Ini sebenarnya applied, eksperimen. Lha cara berfikir seperti ini lamban, butuh intelektualitas yang tinggi, sedangkan yang satunya tidak butuh. Lho nga ada di Qur’an, bid’ah, lha gitu kan gampang. Tapi kalau ini kan butuh penalaran yang dalam. Sebab kedua, orang Islam yang lama itu kayak NU dan Muhammadiyah cenderung korup menurut saya, sudah menikmati singgasananya, nga bisa melakukan mobilisasi ekonomi yang baik. NU kan sudah berumur 80 tahun lebih, tapi kan kalau lihat proposalnya, 90 persen kan permohonan bantuan. Lha kok begini, melihat pemimpinnya kok tengkar, korup, lha otomatis ini kan tidak menarik bagi kalangan muda, tidak ideal. Sebab ketiga, konstitusi kita itu dianggap dalam perjalanannya tidak pernah stabil, tergantung yang mimpin. Waktu dipimpin Soekarno, ya presiden seumur hidup. Setelah Soeharto ya P4. reformasi ya ganti lagi, kan ruwet ini, ganti lagi. Nah ini menimbulkan kekecewaan pada generasi muda, apa tidak lebih baik Islam sebagai solusi. Dimana-mana ya begitu kampanyenya, disamping tekanan internasional seperti Islam selalau dirugikan yang memunculkan perlawanan. Ke depan gimana? Apa bisa berkembang semakin besar, stagnan atau malah mengalami penyusutan? Tergantung pada sparing partnernya. Kalau NU masih seperti sekarang dan tidak ada peningkatan, baik dari sisi kegiatan, pengaturan organisasi, mereka akan berkembang. Tetapi kalau ada semangat melakukan perbaikan ke dalam, pemimpinnya menjadi bersih, saya kita tidak bisa itu. Tapi kita lihat saja karena programnya ini, tahun 2009, yang partai politik targetnya merebut RI 2, tahun 2014 RI 1. Kita lihat dan ini test casenya pemilu DKI. Kemarin di Banten kalah pemimpinnya, sekarang DKI bagaimana, kalau menang ya tambah dekat. Harus siap-siap konstitusi ini diganti. Saya kira itu. Disitu bedanya, karena NU dan Muhammadiyah sebagai founding fathers yang ikut meletakkan Pancasila. Artinya ada suasana keterikatan secara kebatinan dalam kontinyuitas negera. Jadi history continuity. Kita punya beban moral. Tapi kalau istilahnya Anis Matta ketika kampanye waktu saya datang “Kami akan datang sebagai partai yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang pendahulu kita” dia menyitir sebuah syair. Jadi kalau PKB kan masih terbayang-bayang kebesaran NU, PAN masih terbayang-bayang kebesaran orang Muhammadiyah. Kalau PKS datang tanpa bayang-bayang orang tua. “Kami orang muda dan tak mengatakan siapa pendahulu kita. Pendahulu kita adalah kita sendiri.” He he he………. (mkf)
Posted on: Thu, 11 Jul 2013 07:36:41 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015