Kemiskinan , Korupsi dan Pembaruan Agraria Bila Garut dilanda - TopicsExpress



          

Kemiskinan , Korupsi dan Pembaruan Agraria Bila Garut dilanda Rawan Pangan (pikiran rakyat,20/9/2007). Potret itu hingga hari ini tak pernah berubah, meski jumlah anggran pembelanjaan daerah luar biasa lebih dari 2 triliyun. Lantas kemana uang rakyat itu, sulit dijawab oleh orang biasa seperti rakyat. Keberadaan anggaran hanya bisa ditelusuri oleh mereka yang biasa bermain dianggran. Dan tentu kaum elit lah beserta kroninya, bukan rakyat yang biasa sering jadi politik atas nama. Tentu kado pahit bagi rakyat miskin potret itu. Menjadi bomerang bagi penyelenggara Negara bila masih memiliki tanggung jawab moral dan idiologi . Tak ada yang heran sebenarnya dengan pemberitaan itu bagi petani miskin,buruh tani, terutama dipedesaan. Tiap tahun Garut mengalami rawan pangan selanjutnya kemiskinan. Bahkan Kabupaten-kabupaten lainnyapun bernasib sama. Lakasana perjalanan rutinitas yang tak pernah berakhir. Bahkan seringkali hanya menjadi bahan ejeken, olok-olokan dan cemoohan. Tak lebih dari itu. Lambat laun seiring dengan waktu, realitas cemoohan itu hilang. Namun hingga kini potret suram realitas social itu belum menjadi bahan renungan mendalam, guna membongkar akar persoalan yang substansial . Bisa jadi lebih idiologis dan strategis dalam membaca persoalan itu, dibanding pemikiran yang bias. Rakyat Garut puluhan tahun hidup di realitas social seperti itu. Diakui atau tidak, tidak sepenuhnya rawan pangan itu disebabkan sumber daya manusia dan factor lingkungan yang menyebabkan areal pertanian tidak bisa ditanami lagi atau hal lain yang sering kali jadi pembenaran yang dilontarkan oleh para penyelenggra negara. Sementara Yang pasti masyarakat miskin sangat sulit memperoleh dan menguasai akses-akses agraria dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, modal, teknologi tepat guna,informasi, pasar. Dan hanya para pemodal dan pasar yang dapat dengan mudah menguasai, mengelola dan mengakses alat-alat produksi itu.Sementara berbagai program yang telah dilakukan pihak pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bantuan Jaringan Pengaman social (JPS) atau Inpres Desa Tertinggal (IDT) atau bentuk lain sebenarnya sangat tidak cukup strategis. Bahkan hanya melahirkan hilangnya kemandirian dan menciptakan ketergantungan bagi rakyat miskin. Sehingga dengan berakhirnya program itu, kemiskinan semakin terus meningkat bukan mengurangi. Jauh untuk lenyap di negeri ini. Meskipun dengan berbagai alasan dirancang guna menyakinkan akibat kegagalan program itu dalam menyelesaikan persoalan social berupa kemiskinan. Yang jelas progam itu tak bisa memastikan rakyat terbebas dari belenggu kemiskinannya. Bahkan menguatnya KKN pada anggaran memperparah persoalan yang dihadapi oleh rakyat miski ini. Peringatan yang dilupakan Hari pangan sedunia yang ditetapkan tanggal 16 Oktober melalui resolusi PBB FAO No 176 tahun 1996, ditetapkan sebagai hari penting rakyat miskin . Namun hanya segelintir orang yang paham akan peringatannya. Bahkan makna yang tergantung dalam peringatan itu, sering tak bisa dipahami oleh setiap warga bangsa ini. Baik birokrasi, pemodal mapun rakyat sendiri yang hidupnya tergantung dari agraria. Meskipun bangsa ini adalah bangsa agraris. Tentu bukan tanpa alasan bila tanggal itu dijadikan momentum warga yang bergantung hidupnya dari areal agrarian. Yang pasti dengan ditetapkannnya hari pangan sedunia rakyat memiliki harapan baru untuk hidup layak. Apalagi dengan diterbitkannya UUPA No 5 tahun 1960 yang diterbitkan 24 sepetember 1960 menumbuhkan kembali harapan bagi kaum tani tak bertanah itu hidup dan dihidupkan. Beberapa alasan penting dari tujuan dari diterbitkannya UUPA yakni : pertama, Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membangun kemakmuran, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama kaum tani miskin dalam rangka masyarakat adil dan makmur. Kedua, Meletakkan kesatuan dasar-dasar untuk mengadakan kesaatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Ketiga, Meletakkan dasar untuk kepastiaan hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia ( disini jelas bahwa akar persoalan bangsa terletak pada ketidakadilan, struktur warisan feodalisme, kolonial dan imperialisme). Adapun prinsif-prinsif nya : pertama,Negara mengatur kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat, kedua,Negara membatasi luas maksimum pemilikan tanah (pasal 7 jo pasal 17),ketiga, Negara memiliki wewenang untuk memberikan kepastian hukum (pasal 9 jo pasal 21), keempat,Tanah harus dikerjakan sendiri secar aktif (pasal 10) melarang tanah-tanah absente. Sementara Landasan filosopis nya : pertama,Dasar kesatuan yang maha esa, religuitas, (konsideran butir (a), pasal 14 ayat 1, pasal 49 ayat (2). Kedua, Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab /memiliki semangat populis.(pasal 10 tentang kewajiban mengerjakan sendiri dan mencegah cara-cara pemerasan. Pasal 7 pencegahan pemusatan penguasaan agraria). Ketiga,Dasar persatuan/ waasan kebangsaancdan demokrasi (pasal 9 ayat 1 hanya arga indonesia yang mempunyai hubungan dengan agraria. Keempat,Dasar gender (pasar 9 ayat 2 laki dan perempuan memiliki hak yang sama). Kelima, Dasar keadilan sosial (bagi golongan ekonomi lemah pasal 11 ayat 2, pasal yang mengetur landreform 10, 7, 17, 53).Selanjutnya landasan politik UU pertanahan yakni : Anti kolinialisme, imperilisme dan eksploitasi ( konsideran butir (a) (b) pasal 2 ayat 1, pasal 6 tanah mempunyai fungsi sosial). Untuk mewujudkan mandate itu maka : Lahir UU No 56 Prp tahun 60 (UU landreform), Tap MPRS No 11/MPRS/60 pembebasan petani dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, feodalisme, dan kapitaliesme sebagai syarat pokok dalam pembangunan).PP 224 tahun 1961 tentang pelaksanaan pembagian tanah. Pengadilan landreform, dan peraturan lainnya Kenyataannya, hingga kini, kebijakan populis itu tak pernah dijalankan dengan benar. Justru kita menyaksikan jumlah angka kelaparan semakin bertambah. Rakyat agraris bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dari pihak penyelenggara Negara, pasar, modal dan koorporasi besar. padahal bila kita menjalankan dengan benar agenda pembaruan agrarian sesuai dengan mandatnya, tentu tak akan melahirkan potret suram negeri ini. Rawan pangan, busung lapar, pengangguran,meningkatnya angka putus sekolah,urbanisasi akibat kemiskinan tentu tak akan terjadi. Munculnya rawan pangan tentu akibat hilangnya akses rakyat pada sumber-sumber agrarian.Untuk itu agar rakyat bisa sejahtera, apa program yang penting dijalankan bagi kaum tani tak bertanah yang tergantung hidupnya dari agraria? Janji yang dihianati Semenjak merdeka negeri ini, para pemimpin yang terpilih senantiasa berjanji hendak memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyatnya. Namun rupanya janji itu tak pernah mengikat pemenang. Ini terlihat menurut BPS penduduk miskin 32,5 juta jiwa dari 28 juta Rumah tangga petani di Indonesia , 12,5 juta berada di pulau Jawa. Padahal pidato politik itu, mengikat secara politik dan moral semua sentral kekuasaan untuk menjaga proses pelaksanaan dari janjinya ini agar berjalan dengan baik dan benar. Berbagai elemen harus patuh dan tunduh, tak ada upaya pembangkangan dilakukan sipapun tanpa terkecuali. sementara untuk mewujudkan kedauatan pangan yang merupakan pokok pemenang adalah dijalankannnya agenda pembaruan agrarian, reformasi birokrasi, dan supremasi hukum . Namun kenyataannya lain, bukan penyelesaikan konflik agrarian, menghentikan kemiskinan, menyiapkan kebutuhan pendidikan dan kesehatan, mengembangkan ekonomi kerakyatan dan infrastruktur, menjalankan agenda supremasi hukum, membongkar kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, reformasi birokrasi, dan membuka pasar bagi komoditi pertanian yang adil . Yang datang berjejer mobil mewah untuk memenuhi sahwat anggota DPRD dan eksekutif, kasus korupsi,mafia hukum, dan mafia anggran . Sementara kerja-kerja politik yang berpihak pada rakyat tak terlihat jelas. Tak berlebihan bila kita membaca etos kerja pemerintahan Kabupaten Garut “lari di tempat” rapotnya merah. Potret ini merupkan bentuk kongkrit dari kestidak emapatikan lebaga rakyat pada konstituennya (rakyat). Bangsa ini telah mengalami krisis rasa malu dan bersalah. Lihat peristiwa masuji, peristiwa di Bengkulu, peritiwa kab Ogan llir Sumsel, Petani Takalar Di Sulawesi selatan, di Ujung Kulon Banteun, dan peristiwa lainnnya di jawa barat yang dialami oleh Anggota SPP. Namun begitulah dinamika politik yang menyertainya, setiap agenda yang digulirkan bila berpihak pada klas kaum miskin sulit diimplementasikan serat dengan pertimbangan yang subjektif. Beda dengan keinginan sentral-sentral kekuasaan, tidak ada prestasipun dalam menjalankan mandatnya berbagai tuntutan kemudahan pasti di bukakan ruang kemudahan. Disisi lain peran Negara tidak hadir dalam memenuhi kebutuhan hak-hak dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Potret dari diskriminasi politik ekonomi bangsa ini terlihat dalam agraria, yakni terjadi penguasaan agrarian yang sangat timpang, Sementara Ciri – ciri ketimpangan struktur agraria bisa kita runut dari : Pertama,Ada sedikit banyak orang menguasai banyak sumber – sumber agraria, dan ada banyak orang yang menguasai sedikit sumber – sumber agrarian. Kedua,Ada dominasi dan sentrailisasi perencanaan pengelolaan sumber – sumber agraria dan lingkungan hidup oleh sekelompok orang kecil. Ketiga,Ketidaktepatan kebijakan – kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agraria dan lingkungan hidup ( bias kepetingan ekonm, bias eksploitasi sektoral, bias ‘ kota ’, bias ‘ benua ‘. Ke empat, Ada konflik horizontal atas pengeolaan sumber – sumber agrarian. Kelima,tidak ada jaminan keadilan antar kelompok dan antar generasi untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatan sumber – sumber agrarian. Sementara Akibat – akibat yang di timbulkan oleh ketimpangan struktur agraria : pertama, Hubungan kekuasaan antara kelompok / orang yang menguasai agraria banyak dengan kelompok / orang yang menguasai agraria sedikit atau tidak menguasai sama sekali menjadi tidak seimbang dan dominatif sifatnya. Kedua,Terjadi aliran surplus produksi yang tidak merata, dan terjadi penindasan dan pemiskinan satu kelompok oleh kelompok lainnya dan kehancuran kehidupan. Ketiga,Muncul dan bertambahnya kelompok – kelompok masyarakat miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan. Keempat,Hilangnya kedaulatan pangan ( Food sovereignty ) pengeloalaan dan eksploitasi sumber – sumber agraria yang tidak berkelanjutan ( akibat tidak ada equal tenurial security ). Kelima,Wilayah hidup dan wilayah kelola rakyat terhadap sumber – sumber agraria makin menyempit. Keenam,Peningkatan kaum Tunakismaan dalam kelompok – kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agrarian. Berbagai hal tentu penting disiapkan dalam menjalankan agenda itu. Selain harus meninjau ulang berbagai kebijakan sektoral, penegakan supremasi hukum, reformasi birokrasi, juga kebijakan lainnya seperti kebijakan tata ruang, kebijakan tentang penanaman modal No 25 tahun 2007, dan kebijakan lainnya. Dan pekerjaan itu sangat berat bila dikerjakan sendiri. Namun harus seirama dengan partisipasi dari pihak lainnya, seperti akademisi, NGO, militer, rakyat dan organisasi-organisasi tani. Untuk itu, mari kita bangun bangsa ini melalui keadilan sosial dengan semangat populis, dimana rakyat miskin terhormat dan bermartabat melalui pemenuhan hak-hak dasar rakyat yang dijamin dalam konstitusi.
Posted on: Tue, 10 Sep 2013 16:18:08 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015