Kerangka kerja yang akan diajukan untuk menentukan harga obat - TopicsExpress



          

Kerangka kerja yang akan diajukan untuk menentukan harga obat berisiko menyebabkan negara berpendapatan menengah harus membayar lebih tinggi Jenewa/New York/Hong Kong, 3 Desember 2013 – Menjelang konferensi penambahan dana Global Fund di Washington DC minggu ini, organisasi kemanusiaan medis internasional Médecins Sans Frontières/Dokter Lintas Batas (MSF) memperingatkan Global Fund untuk Penanganan AIDS, TBC, dan Malaria tentang konsekuensi memperkenalkan inisiatif penentuan harga baru yang bisa mengakibatkan negara berpenghasilan menengah membayar harga obat yang jauh lebih tinggi, termasuk obat HIV dan TBC. “Program MSF di berbagai negara mendapati bahwa negara berpenghasilan menengah seperti Ukraina, Honduras, dan Thailand membayar sangat mahal untuk obat-obatan dan vaksin karena kebijakan ‘harga bertingkat’ yang diterapkan perusahaan farmasi,” demikian Rohit Malpani, Direktur Kebijakan dan Analisis Kampanye Akses MSF. “Label ‘negara berpenghasilan menengah’ jangan sampai menyembunyikan fakta bahwa mayoritas penduduk miskin dunia tinggal di negara-negara ini. Negara berpenghasilan menengah sering kali menghadapi beban besar penyakit seperti HIV dan TBC. Sangat mengkhawatirkan melihat Global Fund mempertimbangkan penentuan harga yang akan menempatkan negara-negara dalam sebuah perjanjian merugikan yang bisa menyebabkan negara-negara itu harus membayar harga yang lebih tinggi.” Dalam sebuah laporan ke Dewan Direktur menjelang pertemuan ini, Direktur Eksekutif Global Fund yang baru Mark Dybul mengumumkan sebuah inisiatif baru dan dibentuknya gugus tugas untuk ‘mengembangkan sebuah kerangka kerja yang menetapkan harga dan royalti dengan beberapa tingkat untuk komoditas kesehatan’. Gagasan ini akan menentukan penentuan harga bertingkat untuk obat-obatan dan vaksin, dan bisa diadopsi oleh badan kesehatan global lainnya seperti Aliansi GAVI, untuk harga vaksin. ‘Harga bertingkat’ atau ‘tiered-pricing’ adalah praktik menjual obat ke negara yang berbeda dengan harga yang berbeda, tergantung status sosial-ekonomi negara tersebut. Hal ini memberikan perusahaan farmasi kesempatan untuk memaksimalkan keuntungan di semua negara, mengingat harga ditentukan berdasarkan seberapa tingginya sebuah negara sanggup membayar. Tumbuhnya kelas menengah di negara-negara berkembang yang terus dipantau oleh industri farmasi menyebabkan negara-negara tersebut sering kali harus membayar harga yang sangat tinggi. Negara miskin juga bisa dirugikan, karena harga bertingkat tidak mencerminkan harga potensial terendah, dan harga bertingkat dapat menghambat kompetisi generik yang justru bisa menghasilkan harga yang lebih rendah secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Kompetisi obat generik telah berhasil menurunkan harga obat HIV lini pertama hingga 99 persen dari harga 10.000 dolar AS per orang per tahun sepuluh tahun lalu menjadi hanya 120 dolar AS kini. Sementara, harga bertingkat menyebabkan negara berpendapatan menengah membayar hingga 740 dolar AS per orang per tahun untuk obat lini kedua lopinavir/ritonavir – 60% lebih tinggi dari harga yang dipatok perusahaan farmasi Abott untuk negara berpendapatan rendah. Harga yang tinggi ini merugikan dalam jangka panjang bagi negara-negara dengan banyak penduduk miskin yang hidup dengan HIV, misalnya Brazil. “Model Global Fund di masa lalu adalah dengan memberikan pendanaan untuk menurunkan harga. Hal ini sangat berhasil membuat lebih banyak orang mendapatkan pengobatan berkat adanya obat generik berkualitas yang terjangkau,” ujar Malpani. “Kebijakan yang baru diajukan ini adalah perubahan mendadak. Global Fund seharusnya tidak menuruti tuntutan perusahaan farmasi untuk mendapat keuntungan lebih dengan memperkenalkan strategi yang bukan merupakan cara efektif menggunakan uang donor.” Baru-baru ini, MSF melaporkan harga bedaquiline, obat baru dalam setengah abad terakhir untuk menangani TBC yang resisten obat (DR-TB). Sayangnya, saat pengobatan DR-TB perlu ditingkatkan, perusahaan farmasi Janssen justru mematok harga yang tidak terjangkau untuk negara berpendapatan menengah, yaitu 3.000 dolar AS untuk pengobatan selama enam bulan dan 900 dolar AS untuk negara berpendapatan rendah. Tindakan ini jelas merupakan tanda bahwa perusahaan farmasi terus menggunakan harga bertingkat untuk obat-obatan baru. “Global Fund perlu mempertimbangkan ulang dukungannya terhadap harga bertingkat – orang dengan HIV dan TBC tidak mampu membayar harga mahal untuk obat-obatan yang menyelamatkan nyawa,” demikian Sharonann Lynch, Penasihat Kebijakan HIV/TBC untuk Kampanye Akses MSF. “Diperlukan aksi untuk meningkatkan akses obat-obatan di negara berpendapatan menengah, namun pendekatan yang diajukan Global Fund bukanlah jawabannya dan pada akhirnya justru akan memperburuk keadaan.”
Posted on: Tue, 03 Dec 2013 10:12:25 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015