Ketika benda itu menggeseknya, angin dingin berhembus ke dalamnya. - TopicsExpress



          

Ketika benda itu menggeseknya, angin dingin berhembus ke dalamnya. Aku tidak berusaha mencegah, malah berharap itu jangan berhenti dan cairannya mengalir masuk ke dalam. Perih..pedih.. kuterima. Aku kesakitan, tapi aku bertahan. Kian lama, air mata ini habis… darah mengering, tawa hilang, ria lenyap, semangat pudar dan impian pergi lari. Perlakuannya meluluh lantakkan semua. Ketika selesai dia berkata “Non Clarissa.. makanya kalau nggak bisa naik motor jangan coba-coba sendiri. Begini jadinya” dia, Mang Ajum, pembantu rumah, menasehatiku yang nakhal ^o^ sambil merapihi P3K dan obat merah yg dipakainya mengobati luka di kaki-ku. Aku duduk melantai di halaman rumah, di sisi motor bebek Yamaha Mio yang terbalik. Semangat dan impian ingin bisa naik motor pun musnah, kapok deeh. “Ya sudah, Mamang ajarin aku dunk makanya!” ujarku sambil merengut. “Boleh, buat Non apa sih yang ‘gak boleh. Tapi.. nggak gratis, hehehe,” mata tua bangka itu menyapu dari ujung kaki sampai ujung rambut, betapa nanar tatapannya, terutama pada paha. Aku silangkan kedua tangan di depan dada, “Mang.. jangan macem2 deh! lagi nggak ada orang nih di rumah, lagi pada pergi semua khan?”. “Justru itu Non, e-hehe… huak hak hak hak” tawanya makin mengeras seram dengan seringai yang kian mesum. “Kyaaa!!! Maaang…” ia menggendongku masuk kamarnya sambil tertawa gila tadi. Aku yang masih nyeri luka berdarah di lutut hanya memukuli punggungnya kecil-kecil minta diturunkan. Dilemparnya tubuh mungil-ku di atas tempat tidurnya yang buluk dan beraroma tak sedap. Entah takut karena aku sakit kena lukaku atau karena begitu nafsunya, celana pendek dan celana dalamku disobek-sobeknya. “Mang Ajuum.. sadar Mang sadar!” kataku sambil tutupi kewanitaanku yang sedikit berbulu hitam tipis ketika wajahnya mendekat ingin melihat. “Mamang sadar kok Non, waktu dua hari yang lalu Mamang intip Non gituan sama pacarnya di kamar juga lagi sadar hehehe” katanya dengan seringai cabul menang, menang lantaran terkuak rahasiaku olehnya. Tapi kucoba berdalih, “kata siapa? buktinya apa?” Dengan tenang, Mang Ajum menguraikan apa yang aku dan pacarku lakukan, sampai detail gaya yang aku sendiri lupa urutannya karena sedang ‘fly’. “Tapi Mamang nggak punya bukti otentik khan? Week!” aku meledeknya dengan leletan lidah merasa menang juga. “Mamang sih nggak perlu sertakan bukti, ya tinggal lapor Nyonya saja. Masalah Nyonya percaya atau nggak ya bukan urusan Mamang. Tapi Nyonya pasti percaya, minimal Non dipanggil.. mungkin nanti dicariin body guard, pindah sekolah atau bisa juga pacarnya di sidang Tuan dan Nyonya.. bisa ramai deh hehehe,” sahutnya tenang terlihat menang. “Memang alasan Mpok Mumun minta keluar itu apa? bukan karena disuruh suaminya di kampung untuk berhenti kerja Non, karena dia juga udah tahu Non suka berzinah. Justru Mamang dikasih tahu dia awalnya, beruntung ya Mamang hak hak hak hak” Mang Ajum menertawakan kekalahan dan ekspresiku yang semakin lama semakin kalut. “Karena Mpok Mumun itu santri, dia pilih berhenti. Katanya kalau ada orang zinah sekitar kita dan kita diam saja, ya kita kena dosanya. Karena Mamang nggak jalani agama jadi yaah.. Mamang nggak masalah, justru Mamang mau kenal sama sumber dosa-nya, hi hi hi hi,” imbuh Mang Ajum menunjuk vaginaku yang kututupi sambil tertawa mesum. “Gimana.. Non Clarissa yang manis dan caem, hm? Mamang nggak akan laporin hal Non sama pacarnya itu asalkan.. Heheheheh,” Mang Ajum mengelus-elus pahaku, aku menepisnya lembut untuk jual mahal sedikit terakhir sebelum dia membeliku gratis hingga habis. “jangan Maang!” tangan kiri Mang Ajum mencengkram pergelangan tangan kiriku, begitu pun tangan kanannya. Aku bergeleng memohon jangan diperkosa pada pria tua muka vagina pemegang rahasia? hal yang sia-sia. Mang Ajum tahu aku sudah tak berdaya, ia tuntun kedua tanganku ke kiri dan kanan agar tidak menutup pemandangan yang ingin dilihatnya, vagina remajaku. Pipi bersemu merah jambu, kutorehkan wajah ke samping karena malu. Kedua kaki refleks merapat, namun malah dibentang olehnya lebar-lebar seperti huruf ‘V’. Tanganku yang ingin menutupi tatapan laparnya itu langsung ditangkap dan dikesampingkan lagi. Nafas Mang Ajum begitu menderu penuh nafsu, terasa hembusannya di vagina. Aku tahu ini pemerasan, aku tahu ini perkosaan, tapi aku juga tidak menolak jika terjadi, aku horny.. entah mengapa aku hornie. Apakah karena aku sudah tahu nikmatnya seks, atau karena belum merasakan orgasme berulang kali lantaran pacarku kurang jantan, atau aku memang gadis penyuka seks? Mei.. meybi yes meybi no. Tiba-tiba wajahnya menyuruk selangkangan memangsa kewanitaanku. “Hemm.. wanyi Non wanyiiii memeknya, leph leph slurp!” aku menjerit nikmat dan lidah terjulur, sama dengannya, hanya saja kalau aku menikmati jilmekan, dia terjulur menyusuri seluruh pelosok memiaw. “Memek itil anak gadis sekarang emang uenak!! Wanyi lagi, umm cuph Slurp,” celoteh Mang Ajum sambil terus asyik melahap kewanitaan. Aku merasa banjir sekali di bawah sana. “Sudah Mang, eMh.. ah.mpun.. henti.. hentikaanh!” munafikku, menampik kenikmatan yang mendera seluruh tubuh. Benar dia berhenti, “benar Non.. mau sudahan?” tanya dia, sambil sesekali melirik vegi-ku yang banjir bak mata air. Aku tidak menjawab, wajahku yg horny memerah itu hanya menggeleng tak tahu harus jawab apa. Kujawab ‘terus’, gengsi.. kujawab ‘sudahan’, nggak dapat kenikmatan lagi.. gimana dunk? “Geleng berarti nggak suka, nggak mau Mamang jilatin lagi itilnya? Benar begitu Non?”, aku menggeleng lagi. “Lho, kok malah geleng lagi, yang mana? sudah banjir begini nih memeknya, hehehe” ejeknya. “Ya sudah, Mamang nggak jadi maksa Non deh,” Mang Ajum berpura-pura mau meninggalkanku, padahal dia yakin betul kalau aku telah terjerat dalam cumbuan maniaknya. “em-Mm..” keluhku tanpa sadar, kakiku menghentak-hentak lantai, seakan kekasih yang bermanja tak ingin ditinggal pasangannya. “Lhoo kenapa? ehehehe, katanya Mamang disuruh berhenti Hmm?” wajah-qu kian bersemu. “Pokoknya Mamang nggak akan mulai lagi kalau Non bilang bahwa Non suka!” katanya memancing gairah. Gairahku yg masih tidak jelas arah terombang-ambing ini memaksaku untuk buka mulut, “Akuu.. aku suka.. Mang!”. “Suka apaa?” godanya. “Suka..ngg suka.. sukaa di jilat kayak tadi”. “Suka di jilat apanya?” pancing Mang Ajum lagi. “Aku suka Mamang jilat milikku kayak tadi, cepat Maang lagi!” suruhku yang sudah kehilangan rasa malu. “Bilang lagi dulu kalau memek Non Clarissa milik Mang Ajum, dan Mamang boleh lakuin apa aja sama memek Non!”. “…Iyaa… Maang.. Mamang.. Mamang boleh apain aja.. milikku.. cepet Maang!”. “Boleh Mamang ewek?”. “Boleeh Maang.. cepat sekarang jilat lagi duluu!” kataku yg sudah horny bunny. “Siap grak! huak hak hak hak. Sama pacarnya pasti belum pernah dibikin enak kayak tadi ya Non. Hemm..cup.. cup, Slurp.. Shhrrrrrpp!” dengan rakus Mang Ajum langsung memperkosa memiawku pakai mulutnya yang hitam. Ucapan dia tak salah, pacarku memang hanya menang tampan dan mobil sedan, sebetulnya pecundang di ranjang. Ternyata dia benar-benar telah melihat seluruh adeganku bersama pacar ter-sayang. “Iyaah Mang, iYaaah…enaakh..” pinggulku sampai terangkat saking keenakannya aku, kesempatan buatnya meremas dan mengelus buah pantatku yang putih sekal dan mulus. Antara mulutnya dan bibir vagina-ku terjadi tarik menarik seperti kutub positif dan negatif, “Aaaahhhh Yaah!” aku orgasme, orgasme yang begitu nikmat. Mang Ajum menyeruput seluruh cairan cintaku dengan rakus. Tubuhku kembali terjatuh di atas kasur usai orgasme, nafasku Senin Kamis. “Lho.. siapa yang bilang selesai Non hihihihii..” Mang Ajum menyelipkan jari tengahnya ke memiaw-ku, lalu mengocoknya gencar. ‘Iyaah Mang, udah Aaaahhh… yes!!!”. Berkat jari mesumnya, aku sukses dibuatnya lagi orgasme, cairan bening bermuncratan dari liang cintaku. Makin tak karuan saja bentuknya, menganga lebar terbuka berair bak mata air. “Giliran Mamang nih.. udah lama Mamang kepengen rasain gituan sama ABG. Eeh, dapat juga kesempatan, mana sama Non Clarissa yang udah lama Mamang taksir ke-ca’emannya lagi hehehe” kata Mang Ajum sambil bernafsu membuka pakaian lusuhnya bersiap menggauli-ku. Setelah lepas semua pakaiannya, langsung dia tindih aku yg masih mengangkang tak menutup jalan nafsu. Ditekan batang penisnya sampai amblas masuk semua memiaw-ku. Aku mengerang dia melenguh, kami sama-sama menikmati penyatuan alat kelamin kami. “Non..ohh.. ookh.. legitnyaa.. memek Non Clarissa yang ca’em..hgg!” celotehnya sambil menggenjot naik turun gencar. Ranjang kayu alas kami bersenggama bunyi, ‘kreyot! kreyot! kreyot! lantaran nafsunya dia menggenjot. Bunyi kecipak tanda aku menikmati perkosaan. Kakiku menyilang ke belakang pinggangnya. “Noon… Mam.Mamang mau.. mauuu…” Mang Ajum bergerak brutal, rupanya aku terlalu seksi baginya sehingga dia cepat sekali sudah ingin ejakulasi. “Jangan Maang.. jangan di dalaaam, plis!!!” “Sebodoo.. teing.Hnggk!” Mang Ajum menggemeratakan gigi-nya yang jarang. Crooott!! Croroott!! air mani-nya menyemprot deras di liang cinta-qu, tubuh renta-nya berkelojotan di atas tubuh-qu. Setelah tak ada lagi yang keluar dan kurasakan penis-nya melunak, ditariknya keluar perlahan, “Ookh… Non Clarissa udah geulis, memeknya legit.. enak pisan. Mamang suka sekali Non, Oooh…” komentarnya setelah berhasil melampiaskan nafsu bejatnya. “oh iya, Mamang cuma mau ingatin, Mamang eueh bisa naik motor sebenarnya heheheh. Nanti.. kalau Mamang udah bisa.. baru Mamang ajarin Non ya, hi hi hi hi hi.”. (Dasar tua bangka.. pakai bohong segala lagi! kena deh gw digituin), keluh-ku membatin dalam hati. Mang Ajum kembali mengeejaiku lagi setelah barangnya ‘bangun’ lagi, hingga kami sama-sama klimaks berkali-kali. -# #- Kejadian berikutnya terulang dimana aku masih dalam liburan sekolah seminggu penuh. Selagi pulas tidur, sesuatu buatku terbangun belum waktunya (Aaa!), wajah tua mesum Mang Ajum di sela pangkal pertemuan kedua paha, hembusan nafasnya terasa hangat di kewanitaan, lidahnya yang berliur menjilat telak bibir kemaluan dan menggelitik klitoris-ku. Kepalanya terapit di antara kedua belah kaki, pahaku yang terbungkus kulit putih di elus-elusnya. Dia menyeringai “eh.. Non Clarissa bangun juga.. ‘met pagi Non! sudah pada berangkat, Mamang pinjam sebentar memeknya, Slurp!” katanya seenak hati, lupa apa kalau aku ini majikannya. “Maang, ah!” masih dalam kondisi ngantuk, kudorong kepalanya. Namun dia malah semakin bernafsu menyorongkan wajah. Aku otomatis berdesah dengan kerasnya. “Umm, Shrrrp! ah… Shrrp! Hemh.. si Non ini sudah cantik memeknya harum betuul.. Nyam! shrrp! Enak!” giginya yang terlihat menakutkan, dipakainya menggaruk bibir vegi-ku. Pahaku ditekannya ke ranjang, ditahan paksa mengangkang seolah sudah aku pasrah saja. Berikan vagina remajaku untuk dipakai sepuasnya oleh dia. Aku menggeleng untuk berucap secara tak langsung kalau aku tak sudi, tanganku menghalang-halangi wajahnya yang mengendusi vagina. Tapi toh tetap saja wajah jeleknya itu lolos dan berhasil mencucup gemas. Mungkin karena penolakanku setengah hati, jadi yang ada hanya permohonan “Maang sudah!” dariku, tanpa berhasil membendung nafsu perkosaannya pada diriku. Kalau sudah begitu, Mang Ajum akan membentang kangkangan kaki putihku semakin lebar, dan dijilatinya rakus vegi-ku. “Iyahaah” kuremas dan kutarik sprei kasur hingga awut-awutan tak karuan bagaikan kusutnya rambut. Tampangku juga sudah semrawut, merah sayu horny menanti orgasme datang. Kepalaku bergeleng, “Maang, udahh.. Iyaaahh” Crrt!, crrt!, crrt!. Tubuhku terlonjak-lonjak, pinggulku terangkat-angkat. Aku orgasme oleh Mang Ajum pembantu-qu, kacung rumah yang sudah udzur berumur, memalukan memang, tapi itulah adanya. Secantik apapun wanita, kalau pria memiliki hati atau menguasai tubuhnya, mereka akan pasrah dan siap jadi pelacur baginya. Siapapun dia, seperti apapun rupanya. Aku langsung megap-megap seperti ikan jatuh ke darat. Hanya diam lihat tukang kebun-ku itu menyeruput jus cinta hingga kering tak bersisa. Kukira dia puas mengerjaiku, tapi ternyata tidak, dia selipkan jari tengahnya ke liang cintaku dan dikocokinya sampai bermuncratan lagi. Sambil melumat kewanitaanku lagi, kulihat dia melolosi sarung lusuhnya. Lalu dia berkata, “giliran titit Mamang dibikin enak sama memek Non Clarisa nih,” ujarnya dengan seringai penuh mesum. Tubuhku lemas, namun libido ingin terus di manja, dia juga sudah pernah meniduriku, PERSETANLAH, pikirku. Melihat aku diam tak berontak, Mang Ajum semakin terburu nafsu menindih, takut aku berubah pikiran yang jadi menyulitkannya untuk menyetubuhiku.
Posted on: Thu, 11 Jul 2013 08:17:59 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015