Konsep Ibu Pengganti dan Kesalahan Persepsi: Sebuah - TopicsExpress



          

Konsep Ibu Pengganti dan Kesalahan Persepsi: Sebuah Autokritik Oleh : Novi Ardiani (Ibu dua anak yang senang menulis, pernah bekerja sebagai dosen dan wartawan, kini bekerja di salah satu BUMN di Jakarta.) kompasiana Pulang kantor dengan tubuh lelah oleh kemacetan, letakkan tas, bebersih badan, lalu bersantai sambil mainan gadget. Anak-anak dibiarkan tidur dengan pengasuhnya, baby sitter ataupun governoor yang telah digaji tinggi. Potret ibu karier masa kini?…. sebuah ironi akan kesalahpahaman ibu bekerja tentang konsep pengasuhan anak. Kesalahapahaman seperti itu sering kita temui di dunia nyata. Salah paham? Ya, dan itu salah besar. Ibu bekerja yang memahami bahwa pengasuhan anak sepenuhnya diserahkan kepada pengasuhnya (entah itu kerabat/ibu/mertua ataupun pengasuh anak yang dibayar) perlu menilik ulang tentang konsep pengasuhan anak. Bekerja di kantor dan berkarier bukan sebuah alasan untuk menghindari kewajiban ibu yang utama yaitu mengasuh anak. Pilihan Bekerja Apapun alasan ibu untuk bekerja di luar rumah, baik itu untuk menopang ekonomi keluarga maupun beraktualisasi diri, pengasuhan anak tetap menjadi tugas ibu yang utama. Sebelum memutuskan untuk bekerja di luar rumah, setiap pasangan perlu mendiskusikan secara matang dan menata supporting system keluarga. Hal tersebut penting agar anak-anak tetap mendapatkan haknya atas kasih sayang orang tua dan pendidikan budi pekerti serta agama yang baik langsung dari orang tuanya secara berkualitas. Keputusan bersama selayaknya didasari rasa saling pengertian dan tanggung jawab dengan menempatkan posisi suami dan istri secara proporsional. Walaupun ibu bekerja di kantor, bukan berarti seluruh tanggung jawab pengasuhan anak akan berpindah tangan ke pengasuh. Suatu hal yang mustahil juga apabila semua tugas pengasuhan anak dilakukan langsung oleh ibu bekerja. Namun, perlu disadari bahwa anak-anak membutuhkan kasih sayang serta perhatian dalam bentuk kehadiran fisik maupun kedekatan secara emosional dari kedua orang tuanya, terutama ibu, yang akan menentukan perangai serta kepribadiannya kelak di masa dewasa. Sentuhan ibu, pelukan dan ciumannya, bagi seorang anak tidak tergantikan oleh siapapun. Oleh karena itu, perlu kerjasama dan dukungan anggota keluarga serta komitmen yang kuat dari ibu bekerja untuk tetap seoptimal mungkin menjalin kedekatan dengan anak-anak. Selelah apapun ketika pulang bekerja, ibu secara konsisten harus menyisihkan waktu dan energi untuk menyapa anak, menjalin komunikasi, dan mendekatkan fisik emosi kepada mereka. Pelukan, ciuman, sikap empati, serta perilaku yang lembut sudah harus menjadi menu wajib bagi anak-anak kita. Mereka meniru apa yang mereka lihat tentang kita, orang tuanya, bukan mendengarkan suruhan-suruhan kita. Anak-anak di masa balita sudah mulai pandai menggunakan logikanya. Misalnya mereka tahu bahwa bekerja itu melelahkan. Dan saat orang tua, terutama ibu, ketika pulang bekerja masih menyapa mereka dengan penuh kasih sayang dan wajah yang tersenyum, mereka akan belajar mengkaitkan fakta. Oooo ibu kan lelah bekerja dari pagi, bangun pagi-pagi sudah memasak untuk anak-anak. Tapi ketika pulang tetap ramah pada anak-anak. Dari situ mereka akan belajar nilai-nilai kesabaran, kontrol emosi, perjuangan, dan empati. Mereka akan menyerap tanpa kita sadari karena itu kita lakukan berulang-ulang setiap hari. Mereka akan terbentuk menjadi pribadi yang mirip dengan sikap yang ibu pancarkan. Dan secara perlahan-lahan rasa sayang mereka kepada orang tua akan terpelihara, apalagi jika didukung lingkungan luar yang kondusif. Jika Anda berpikir bahwa menjalin kedekatan dengan anak secara fisik dan emosi adalah mustahil bagi para ibu bekerja, Anda sudah kalah sebelum berperang. Ingatlah bahwa anak melihat perangai orang tuanya dan menyerapnya sebagai teladan. Anak-anak yang ibunya bekerja di luar rumah secara logika memiliki waktu pertemuan fisik yang relatif lebih sedikit dengan anak-anak yang selalu didampingi ibunya. Tetapi, anak-anak akan belajar menghargai waktu itu ketika melihat perjuangan orang tuanya untuk tetap berupaya mendekatkan diri secara fisik dan emosi dengan waktu yang tersedia. Mereka belajar toleransi, saling menghargai, dan kemandirian. Tetapi jika kita tidak menunjukkan usaha, anak-anak akan merasa diabaikan. Ada titik krusial dan momen yang tidak boleh terlewatkan oleh ibu untuk menanamkan nilai moral serta kedekatan fisik dan emosi yang lekat dengan anak. Yaitu, saat-saat sebelum anak-anak pergi tidur. Sempatkan mendampingi anak-anak kita sebelum tidur. Saling bercengkrama, membacakan cerita yang bernilai moral, hingga berdoa bersama adalah cara yang paling efektif. Antarkan mereka ke dalam tidur yang lelap dan membawa angan-angan mereka yang terindah bersama ibu ke dalam mimpi malam mereka. Konsep Ibu Pengganti Jelas, untuk mendukung misi ibu optimal dalam menjalin kedekatan fisik dan emosi dengan anak, ibu perlu “ibu pengganti” yang menggantikan peran ibu sementara selama ibu pergi bekerja. Konsep ibu pengganti ini menurut saya paling tepat. Ibu pengganti bisa saja adalah kerabat/famili yang kebetulan tinggal bersama satu rumah, asisten rumah tangga, baby sitter, atau governoor. Intinya, ibu pengganti adalah personal yang kita percaya untuk menggantikan peran ibu selama anak-anak ditinggal bekerja. Ingat, hanya ketika ibu tidak di rumah. Ibu pengganti sebelumnya sudah diajak bertukar pikiran dalam hal menjalankan peran. Ingat, mereka hanya berperan ketika ibu tidak di rumah. Dan itu bukan berarti ibu lepas tangan juga saat di luar rumah. Sempatkan berkomunikasi dengan anak-anak melalui berbagai media yang kini tersedia. Bercakap-cakap secara berkualitas melalui telepon pada jam istirahat mungkin menjadi cara yang efektif menjaga hubungan ibu-anak. Tetapi ingat, anak-anak tidak suka diinterogasi. Hentikan gaya bertanya interogatif seperti Sudah makan? Sedang apa? Sudah buat PR? Sudah mandi? Sudah tidur siang? Percayalah anak-anak tidak suka dengan pertanyaan semacam itu. Akan lebih baik jika ibu mengajukan pertanyaan komunikatif yang merangsang anak untuk mengungkapkan perasaan. Seperti, bagaimana perasaan adek siang ini sepulang sekolah? Cerita dong. Mungkin anak akan mengatakan dia kesal karena ada teman yang nakal, atau senang karena dapat teman baru dan sebagainya. Saat itu, luangkan waktu untuk mendengarnya, dan dengarkan. Sekali lagi, dengarkan. Jadilah sahabat dan selami perasaan mereka. Berikan apresiasi dan buatlah anak merasa nyaman berkomunikasi dengan ibu tanpa merasa takut diinterogasi, dimarahi, dan dipojokkan. Dengan begitu, anak akan terbiasa menganggap ibunya sebagai sahabat dan teman bicara yang menyenangkan. Setelah ibu sampai di rumah, otomatis ibu pengganti gugur tugas. Selelah apapun, ibu harus siap untuk langsung dilendoti si kecil atau si bungsu. Berikan senyum ibu yang termanis, dari dalam hati. Itu akan terpancar dan anak-anak akan merasakannya. Beri pengertian kepada anak-anak supaya ibu bisa mandi segera dan sekedar minum minuman hangat. Segera susui bayi Anda bagi ibu yang masih menyusui agar bayi terbiasa lekat dengan ibunya. Apabila dilakukan dengan penuh keikhlasan, Insya Allah rasa lelah itu sedikit lenyap. Win Win Solution Ada kalanya, ibu pengganti yang kita percaya kadang tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Tetapi, di situlah letak tantangannya. Di situ kita sebagai ibu lagi-lagi harus bisa berdamai dengan kenyataan. Bersikaplah lebih legawa dan tidak segera misuh-misuh jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Jalan tengah yang terbaik adalah mencari saat yang tepat untuk membicarakannya dengan ibu pengganti, juga dengan melibatkan pasangan. Ibu pengganti juga manusia yang bisa saja berbuat keliru atau salah pengertian. Win win solution sebenarnya hanya mensyaratkan lagi lagi kesabaran ibu. Kesabaran ibu tidak boleh berbatas, demikian mungkin hiperbolanya. Karena banyak hal yang dihadapi ibu bekerja dalam pengasuhan anak sebetulnya berujung pada masalah kesabaran. Dengan sabar yang luas, ibu bisa menjadi lebih tenang dan menghadapi segala sesuatu dengan lebih objektif. Bagaimana agar menjadi pribadi yang sabar itulah yang patut selalu ibu upayakan. Tantangan Tanpa Akhir Ibu bekerja pada akhirnya perlu bermental baja dan berjubah kesabaran untuk menyeimbangkan perannya. Jika Anda bekerja dan Anda berhenti belajar bagaimana menjadi orang tua sekaligus sahabat anak, jangan salahkan apabila anak-anak perlahan menjauh. Apalah artinya materi dan jenjang karier yang mulus jika anak-anak terlepas dari genggaman. Bukan berarti juga kita sebagai ibu bekerja harus sempurna. Hentikan mimpi untuk menjadi ibu yang sempurna, itu hanya akan membuat Anda sakit jiwa. Tapi mimpi untuk menjadi a lovely mother and wife patut anda perjuangkan untuk diwujudkan. Ibu yang dekat di hati anak-anak, menjadi teladan dan tempat anak-anak mempercayakan ke mana mereka harus bercerita dan meminta nasihat. Untuk menjadi seperti itu, adalah perjuangan tiada akhir yang dimulai sejak terjadi pembuahan di saluran rahim kita. Tantangan tiada akhir, adalah manakala ibu bekerja bisa menempatkan, bisa menerima kompromi, dan dengan lapang hati menentukan arah perjalanan peran sebagai ibu. Tantangan tiada akhir, untuk selalu belajar sabar dan menerima kenyataan dengan memikirkan solusi yang terbaik. Tantangan tiada akhir untuk bisa menjadi pilar yang kokoh bagi keluarga, sehingga anak-anak akan meneladaninya dengan serta merta. Tentunya dengan proporsi yang semestinya bersama pasangan. Percayalah, ibu….hidup ini akan semakin hidup dengan tantangan yang selalu berdiri nyinyir di depan kita, siap untuk ditaklukkan. Autokritik ini untuk kita, ibu bekerja yang juga punya mimpi untuk mampu mendidik generasi terbaik. Provokatif?… semoga saja juga inspiratif.
Posted on: Fri, 30 Aug 2013 04:12:08 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015