Larangan bagi wanita haid menurut Hukum Islam * - TopicsExpress



          

Larangan bagi wanita haid menurut Hukum Islam * Pendahuluan. Haid adalah keluarnya darah dari organ reproduksi wanita dengan mekanisme alamiah yang terjadi reguler setiap bulan, hal ini merupakan hal yang normal bagi setiap wanita. * Larangan beribadah bagi wanita Muslimah yang haid. Larangan beribadah bagi wanita Muslimah yang sedang haid adalah: 1. Larangan melaksanakan shalat. Para ulama sepakat bahwa shalat diharamkan shalat bagi wanita yang haid dan nifas. Shalat yang diharamkan adalah semua shalat, baik yang wajib maupun sunnah. Para ulama juga sepakat bahwa wanita yang haid tidak memiliki kewajiban untuk mengqodho’ atau mengganti shalatnya setelah masa haidnya selesai. Dari Abu Sa’id, Rasulullah bersabda: Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita. {HR.Bukhari no.1951 dan Muslim no.79} Ada pula hadits yang lain dari Mu’adzah yang mana ia berkata bahwa ada seorang wanita yang bertanya kepada ‘Aisyah, “Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya” atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya”. {HR.Bukhari no.321} 2. Larangan melaksanakan Puasa. Selain shalat, wanita juga tidak diperbolehkan puasa disaat dalam masa haid, baik puasa wajib atau sunnah. Namun berbeda dengan shalat, wanita yang haid diharuskan mengqodho’ puasanya setelah ia suci. Puasa yang dimaksud harus diqodho’ adalah puasa pada bulan Ramadhan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Mu’adzah, ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah ra.: “Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?” Maka Aisyah menjawab, “Apakah kamu dari golongan Haruriyah? “ Aku menjawab, “Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.” Dia menjawab, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat”. {HR.Muslim no.335} Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak diwajibkan berpuasa namun tetap diwajibkan untuk mengqodho’ puasanya saat telah suci. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/ 20-21). Larangan ini sebenarnya adalah penghargaan kepada wanita. Meskipun Rasulullah mengatakan bahwa ini adalah kurangnya agama wanita, namun bukan berarti ALLAH merendahkan posisi wanita. Sudah terbukti secara ilmiah bahwa gerakan sholat dapat mempengaruhi rahim yang justru menyebabkan wanita kesakitan. Sedangkan puasa pada saat haid justru akan merugikan kesehatan wanita. Padahal tujuan puasa selain untuk ALLAH adalah dimaksudkan juga untuk menyehatkan manusia. 3. Larang wanita berjima’ atau bersetubuh saat haid. Jima’ adalah berhubungan intim pada kemaluan. Disebutkan oleh Imam Nawawi ra. dalam Al Majmu’ 2:359, beliau berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” Sedangkan Ibnu Taimiyah ra. dalam Majmu’ Al Fatawa, 21: 624 juga berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” Hal ini sesuai dengan firman ALLAH Ta’ala: Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid (mahidh). [QS. Al Baqarah: 222] Menurut Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 2:343, kata Mahidh dalam ayat diatas bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan ada pula yang mengatakan itu adalah tempat keluarnya darah haid, yakni kemaluan. Sedangkan menurut ulama syafi’iyah, yang dimaksud mahidh adalah darah haid. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. {HR.Tirmidzi no.135, Ibnu Majah no.639} Dalam Al Majmu’ 2:359, Al Muhamili menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i ra. berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.” Hubungan kelamin yang diperbolehkan dengan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim no. 302 disebutkan perkataan Rasulullah, yang artinya, “Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).” Dalam riwayat yang lain, disebutkan oleh ‘Aisyah ra: bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya? {HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293} Imam Nawawi menyebutkan bahwa judul bab dari hadits diatas adalah “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Ini artinya mencumbui wanita yang sedang haid selain di kemaluan dan tidak tidak termasuk di tempat yang dilarang ALLAH serta berlebihan adalah diperbolehkan. Namun dalam hadits ini juga disebutkan bahwa kemungkinan besar orang tidak akan bisa menahan hasrat, sehingga lebih baik jika tidak dilakukan sama sekali. 4. Larangan wanita haid untuk melakukan Thawaf mengelilingi Ka’bah. Wanita haid tidak diperkenankan thawaf mengelilingi Ka’bah. Hal ini sesuai dengan hadits, dimana Rasulullah bersabda ketika ‘Aisyah haid pada saat berhaji: “Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” {HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211} Dalam hadits ini menjelaskan bahwa wanita haid dilarang untuk thawaf di ka’bah namun tidak dilarang melakukan rukun haji yang lainnya. 5. Larangan wanita haid menyentuh mushaf Al- Quran. Orang yang berhadats, baik hadats besar maupun kecil tidak diperbolehkan menyentuh mushaf, baik seluruh atau sebagian. Ini adalah pendapat ulama dari semua madzhab yang ada. Dalil yang mendukungnya adalah firman ALLAH Ta’ala: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” [QS. Al Waqi’ah: 79] Selain itu Rasulullah juga bersabda: “Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” {HR. Al Hakim} Lalu, bagaimana jika wanita haid ingin membaca Al-Quran? Para ulama semua madzhab sepakat bahwa wanita haid boleh membaca Al-Quran, karena tidak ada dalil yang mendukung larangan bagi orang berhadats baik besar maupun kecil dalam membaca Al-Quran. Namun dalam membaca tersebut, mereka tidak boleh menyentuhnya. Dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 10:209-210 dikatakan bahwa “diperbolehkan bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran. Alasannya adalah tidak ada dalil yang melarang hal tersebut. Namun seharusnya dalam membaca Al-Quran tersebut tidak sampai menyentuh mushafnya. Jika memang mau menyentuh mushaf Quran, maka seharusnya menggunakan pembatas seperti kain yang suci atau semacamnya.” * Hal-hal yang dibolehkan bagi wanita haid dan nifas. Menurut kesepakatan para ulama, wanita yang sedang haid dan nifas, diperbolehkan melakukan hal-hal berikut ini: 1. Membaca Al Quran tanpa menyentuhnya. 2. Melakukan dzikir. 3. Bersujud ketika mendengar ayat sajadah karena sujud tilawah tidak dipersyaratkan thoharoh menurut pendapat mayoritas ulama. 4. Menghadiri sholat ‘ied. 5. Masuk masjid karena dalam hal ini tidak ada dalil yang melarangnya dan harus ada hajat atau keperluan. 6. Melayani suami selama tidak melakukan jima’. 7. Tidur bersama suami. Demikianlah larangan dan apa yang diperbolehkan bagi wanita ketika haid dan nifas. - Syakirin -
Posted on: Sat, 23 Nov 2013 03:47:29 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015