“Lebih Enak Dijajah Inggris” Tak terasa Indonesia sudah 68 - TopicsExpress



          

“Lebih Enak Dijajah Inggris” Tak terasa Indonesia sudah 68 Tahun Merdeka. Tapi apakah hari ini kita sudah benar benar merdeka? atau ini sebenarnya hanyalah fatamorgana semu? Apakah mungkin kita hanya diberikan status merdeka saja, padahal hati dan pikiran rakyatnya masih terjajah? Mari kita refleksikan hal ini bersama. Kita kilas balik sejarah sejenak, Negara Indonesia pada hari ini adalah manifestasi dari wujud Nusantara di jaman modern. Kita sudah mengalami pergelutan sejarah yang begitu panjang dari jaman masih bernama Sriwijaya dan kemudian dilanjutkan Majapahit, baru kemudian Indonesia. Dari ketiga masa evolusi tersebut masing masing memiliki pencapaian sendiri sendiri di tiap jamannya. Saat Nusantara masih bernama Kerajaan Sriwijaya, kita berhasil membangun candi terbesar di dunia yang masih berdiri dengan anggun pada hari ini. Sriwijaya ini dikenal sebagai bangsa pelaut, kekuatanya dikagumi dan dihormati seluruh kerajaan regional sekitar kita. Saat masih bernama Sriwijaya, Nusantara bisa memperluas kekuasaan wilayahnya membentang dari kepala burung Papua hingga pulau Madagaskar di Afrika. [1] Sejarah terus berjalan, selanjutnya kita menginjak era Kerajaan Majapahit. Majapahit dikenal dengan Patih Gajah Mada dan Sumpah Palapanya, sumpah untuk menjaga keutuhan Nusantara. Majapahit membuktikan diri sebagai kerajaan yang berwibawa karena berani menolak permintaan upeti dari Kubilai Khan. [2] Setelah era kerajaan berakhir, Nusantara semakin menarik seluruh bangsa lain untuk mendatanginya. Nusantara adalah negeri surga yang dicari cari bangsa Eropa selama berabad abad. Sebuah Spicy Island yang eksotis dan memikat untuk dimonopoli perdagangannya. Dari ketiga era tersebut, era manakah yang berhasil mencapai masa keemasan dan menjadi torehan besar dalam sejarah? Hari ini bagaimana? Apakah hari ini kita lebih baik? Negeri Yang Masih Gemar Dijajah Bangsa Lain Hari ini, di era kemerdekaan ini, coba kita lihat dari contoh hal yang paling sederhana di lingkungan sekitar kita. [Illustrasi 01] Saat kita duduk di tepi jalan selama satu menit saja misalnya, apa saja yang bisa kita amati? coba kita hitung berapa produk Jepang yang lewat selama kita berdiri di tepi jalan? Kita harus tercengang karena negeri 250 juta jiwa ini lebih familiar dengan nama nama produk Jepang seperti: Toyota, Honda, Yamaha, Suzuki, Daihatzu, Isuzu, Nissan, Mazda. Bukan hanya terbatas pada mobil pribadi, truk dan motor, bahkan Kopaja yang sudah kusam ternyata bermerek Mitsubishi. Kita sudah merdeka dari Jepang tapi ternyata masih dijajah dengan cara yang sudah disesuaikan image jaman modern. Kita Indonesia, salah satu negara terluas di bumi, tergantung dengan produk buatan negara yang hanya seluas Sumatera. Apakah hal ini wajar? Kita dihadapkan pada era dimana rakyat harus memenuhi hampir seluruh kebutuhannya dengan produk luar negeri. Dari baju, sepatu, jam tangan, handphone, kendaraan, bahkan terkadang beraspun harus impor semua. Negara telah gagal membuat rakyatnya mandiri, berdiri pada kakinya sendiri. Saat kita pergi ke Mall, Senayan City, Kokas, Central Park, MKG dan lain sebagainya kira kira berapa persenkah produk Indonesia yang dijual di sana? Lihatlah Mall Grand Indonesia, apakah ini cocok disebut Grand “-Indonesia-”? Dimanakah unsur Indonesianya? Di GI produk Indonesianya bisa dihitung dengan jari, hanya ada di salah satu outlet “alun alun Indonesia” terpencil yang sepi. Dan hanya dikunjungi oleh sekmen tertentu (orang orang aneh seperti saya). Selebihnya, seluruh outletnya merupakan produk luar negeri yang semakin asing nama brandnya disebut, maka semakin laku pula dijual bagi rakyat yang mindsetnya masih terjajah ini. Ketika anda ingin membuat produk laku keras di pasaran negeri yang masih gemar dijajah seperti Indonesia ini, metode yang harus anda lakukan ternyata cukup mudah dan sederhana. Ciptakan produk dengan nama brand asing yang sangat susah disebut, maka produk anda akan digemari konsumen dan lebih mudah dipasarkan. MENTAL BABU YANG FRUSTASI Saya tercengang mendengarkan pembicaraan sebagian sahabat kita yang mengungkapkan hal seperti demikian: “ coba seandainya kita dijajah Inggris, bukan dijajah Belanda, pasti hari ini Indonesia sudah lebih maju sama halnya negara negara persemakmuran lainnya.” Tidak hanya saya, Anda sendiri pasti sering mendengar pembicaraan serupa seperti ini juga bukan? Bagi saya pribadi, ungkapan tentang lebih enak dijajah Inggris seperti judul di atas tak ubahnya dengan pembicaraan (maaf) sampah. Ungkapan seperti ini secara tidak lanngsung adalah sebuah gambaran melacurkan harga diri sebagai bangsa besar. Ini sama halnya kita sedang melihat pembicaraan dua orang pembantu rumah tangga yang sedang ngobrol membandingkan tentang enak nggaknya bekerja di majikan A daripada majikan B dan seterusnya. Miris. Dari contoh sederhana ungkapan tersebut, membuktikan suatu hal bahwa kita yang sudah merdeka 68 Tahun ini ternyata beberapa rakyatnya masih memiliki mental babu, mental untuk lebih suka disuruh, diperbudak dan masih gemar terjajah bangsa lain ! Kita pasti ingat betul saat Barack Obama mengunjungi Istana Negara Tahun 2010. Apakah ini hanya perasaan saya saja atau orang lain juga berpikiran yang sama. Saya berpikir mengapa gestur/ bahasa tubuh presiden kita waktu itu seperti halnya seorang pelayan kepada majikan? Bukankah harusnya sebagai sesama presiden menunjukkan gestur wajar seperti halnya teman/sahabat? Tidak perlu kikuk atau apa, mengapa yang terjadi justru demikian? Ini hanya presidennya saja atau memang rakyatnya juga berbuat demikian dalam memandang bangsa lain? MEMBANGUN MENTAL MERDEKA Thailand, Arab Saudi, India, China , Korea dan Jepang adalah contoh negara yang masih menggunakan huruf tradisional negaranya. Bahkan beberapa orang Korea dikenal memerlukan waktu sedikit lama ketika harus menulis dengan huruf internasional (huruf latin). Kita Indonesia sendiri bagaimana? Harus mulai kita kaji bersama bagaimana nasib huruf hanacaraka yang unik itu? Dari sisi produk nasional, kita bisa contoh semangat rakyat Korea Selatan yang sejak era sebelum generasi Galaxypun mereka sudah sangat menggemari Samsung, tua muda memakai Samsung semua. Secara psikologis, sesungguhnya rakyat Korea Selatan masih “sakit hati” pada Jepang akibat trauma Perang Dunia II. Nah, dendam masa lalu yang besar ini bisa mereka salurkan dalam bentuk positif. Hari ini Samsung dengan sukses tidak hanya menggilas Sony. Selain“memaksa” penduduk Jepang memakai produk Korea, Samsung juga berhasil menggilas hampir seluruh kompetitor smartphone merek lainnya di seluruh dunia. Kita juga bisa mencontoh Jepang. Sejak era restorasi Meiji, semangat nasionalisme yang tinggi untuk menggunakan segala hal yang berbau nasional semakin tinggi. Orang Jepang sangat jarang ditemukan yang bisa fasih berbahasa Inggris. Public Relation dari perusahaan Eropa atau Amerika harus bisa berbahasa Jepang, atau paling tidak membawa penerjemah sendiri saat harus meeting bisnis dengan perusahaan Jepang. Jepang produsen otomotif terbesar di dunia, tapi penduduknya sendiri lebih suka berjalan kaki, naik sepeda dan naik kereta api. Hasil pajak dan royalti desain mesin mesin mobil yang dijual ke seluruh penjuru dunia berperan besar dalam memberikan pemasukan tambahan negara untuk membangun jaringan subway dan jaringan shinkanshen yang baru. Ketika anda membeli motor/ mobil Jepang, 10%nya masuk ke kantong pemerintah Jepang untuk pembangunan infrastruktur di sana. Salah satu strategi yang luar biasa. Indonesia sendiri punya apa? Apakah kita hanya berdiam diri saja? Salah satu contoh sederhana, hari ini kita dikenal sebagai salah satu industri rokok terbesar dunia. Bukankah lebih elok jika rokok rokok ini kita dumping ke negara lain saja? Jual murah di negara lain, di Indonesia sendiri kita bisa nikkan cukainya dengan harga selangit, jangan merokok di negara sendiri. Seperti halnya Jepang menjual motor ke negara lain tapi penduduknya naik kereta api semua. Contoh ekstrimnya jika mau Indonesia bisa saja membuat penduduk Malaysia merokok semua sedangkan kita sendiri tetap sehat bugar sampai tua. Potensi Indonesia di segala bidang sungguhlah besar, hanya saja pemerintah belum mampu menjalankan strategi yang handal. Hari ini kita sudah mulai mengembangkan mobil nasional Esemka, yang di masa yang akan datang belum tentu sukses di pasaran. Tapi bukankah ini hal positif yang perlu diapresiasi bersama? Kita juga punya mobil listrik, mobil yang penuh kontroversi karena dites di tawangmangu bukan pada waktu yang seharusnya. Tapi mari kita bisa ambil dari sisi positifnya, bukankah ini semua suatu langkah besar? Kita harus apresiasi kekurangan di sana sini. India-pun pada awal perintisan industri mobil TATA juga semua modelnya bisa diterima pasar dengan baik . Begitu juga dengan Proton yang tidak langsung sukses di awal kehadirannya di Malaysia. Esemka, mobil listrik, serta pesawat Habibie N250 membuktikan bahwa Indonesia sudah mulai melangkah ke depan, yang perlu kita pupuk lagi adalah semangat bersama yang besar. Esemka dan Pesawat Habibie merupakan perintis pembuka, selanjutnya kita harus mampu membuat high speed train sendiri, harus mampu memproduksi smartphone sendiri, harus mampu merancang kapal induk sendiri, kita bangsa besar, semuanya pasti bisa. Indonesia tidak boleh minder. Kita harus berani menumbuhkan kepercayaan diri yang besar untuk lebih mandiri. Mengambil kata kata Bung Karno, kita harus punya mental berdikari. Tidak bisa kita artikan harafiah dengan menutup rapat rapat sama sekali dari penggaruh dunia luar. Namun yang perlu kita lakukan adalah harus segera dirancang grand design besar besaran untuk membangkitkan bangsa ini kembali. Kita tidak bisa samasekali tanpa memakai produk luar, tapi seharusnya paling tidak ada perlawanan beberapa produk unggulan nasional. Macan Asia yang sudah lama terlelap harus segera dibangkitkan. Indonesia harus mengangkat kembali harkat wibawa dirinya. Dirgahayu Republik Indonesia ke-68
Posted on: Sat, 17 Aug 2013 03:36:49 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015