MEMAHAMI KESALAHAN DIALEKTIKA MATERIALISME Sosialisme dan - TopicsExpress



          

MEMAHAMI KESALAHAN DIALEKTIKA MATERIALISME Sosialisme dan Komunisme, dari segi akidahnya dibangun berdasarkan materi. Dalam pandangan Sosialisme, alam, manusia dan kehidupan berasal dari materi. Semua yang ada merupakan ujud materi. Perubahan dari satu bentuk benda kepada bentuk benda lain juga merupakan proses perubahan materi (materialism dialectic). Semua yang ada hanya mencerminkan ujud materi. Inilah yang disebut Materialisme. Akidah Sosialisme dan Komunisme mengatakan, bahwa materi merupakan asal segala wujud dan tidak ada yang lain. Mereka menolak adanya Allah sebagai Sang Pencipta. Dengan begitu jelas mereka menolak agama. Sebaliknya mereka menciptakan “agama” baru dengan menyembah dan mengagung­agungkan benda. Mereka mengatakan, bahwa agama adalah candu yang akan merusak masyarakat. Inilah yang menjadi kenyakinan Marxisme, Leninisme, Titoisme dan sebagainya. Karena akidahnya menolak agama, sistem kehidupannya kemudian dibangun berasaskan akal yang hampa dari ajaran agama. Dalam pandangan akal mereka, materi berubah dari satu bentuk kepada bentuk lain adalah ujud perubahan materi, yang biasanya dikenal dengan sebutan dialetika materialisme. Sedangkan cara untuk mewujudkan perubahan tersebut adalah dengan menciptakan pertentangan antara satu materi dengan materi yang lain; atau menciptakan konflik antara satu pihak dengan pihak lain. Dari uraian di atas, kesalahan Sosialisme dapat difahami, antara lain: Pertama, berdasarkan standar ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia, yang dapat disimpulkan, bahwa fitrah manusia memerlukan agama dan lemah itu telah dinafikan oleh Sosialisme. Alasannya karena agama telah dianggap sebagai candu bagi masyarakat. Dengan begitu, naluri beragama manusia telah dibunuh dan dikubur hidup-hidup. Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Kedua, dilihat dari segi akidah Sosialisme yang tidak dibangun berdasarkan akal, sebaliknya berdasarkan materi. Ini artinya, bahwa materi dalam pandangan Sosialisme adalah azali. Tentu ini sangat bertentangan dengan akal, karena zat yang azali seharusnya tidak memerlukan kepada yang lain dan tidak terbatas. Sebaliknya materi jelas memerlukan kepada yang lain dan terbatas. Sebagai contoh, materi dianggap sebagai sumber kehidupan, sedangkan materi itu sendiri tidak dapat melahirkan dirinya sendiri. Di samping itu, materi mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Matahari, misalnya, ketika terbit dari timur ke barat dan terus-menerus secara konsisten, tentu memerlukan garis orbit yang sekaligus merupakan sistem bagi terbit dan tenggelamnya matahari. Pertanyaannya adalah benarkah matahari mengikuti garis orbitnya tanpa ada yang mengatur? Tentu mustahil. Maka, benarkah matahari yang memerlukan garis orbit itu disebut tidak memerlukan apapun atau memerlukan siapapun? Tentu tidak masuk akal. Ini adalah salah satu contoh. Dengan demikian, Sosialisme telah gagal menjelaskan, bahwa materi bersifat azali. Demikian halnya konsep dialektika materialisme Hegel yang kemudian dikembangkan oleh Karl Marx yang menyatakan, bahwa perubahan bentuk secara material dari satu bentuk kepada bentuk lain adalah dialektika materialisme dari satu kesatuan eksistensi yang di dalamnya terdapat tesis, antitesis dan sintesis. Mereka, misalnya, mengatakan bahwa kulit yang mengelupas dan proses terbentuknya kulit baru merupakan ujud dialektika materialisme. Sebab, di dalam struktur sel yang menyusun kulit terdapat protoplasma dan sitoplasma yang saling bertarung, sehingga terbentuk kulit baru setelah kulit yang lama mengelupas karena matinya sel yang ada di dalamnya. Mereka, berkesimpulan, bahwa setiap perubahan hakikatnya terjadi secara alami mengikuti kesatuan eksistensi. Tentu saja kesimpulan ini terlalu menyederhanakan masalah, yang sekaligus menunjukkan bahwa kesimpulan berfikir ini tidak dibangun dengan kerangka argumentasi yang rasional. Kasus kulit mati dan berubah menjadi kulit baru di atas tidak bisa disederhanakan karena adanya protoplasma dan sitoplasma dalam struktur sel saja, sebab ada faktor-faktor lain yang juga ikut mempengaruhi, seperti kondisi cuaca, kekurangan zat tertentu dalam tubuh manusia atau pengaruh keadaan di luar diri manusia, yang semuanya itu justru menunjukkan bahwa perubahan material tersebut mustahil terjadi secara automatis karena adanya tesis, antitesis, dan sintesis dalam satu eksistensi material. Disamping itu, hakikatnya ini merupakan kemaujudan dan kemusnahan satu materi, dimana setiap materi akan mengalami kemaujudan dan kehancuran. Jadi ini sebenarnya bukan merupakan ujud kontradiksi yang terjadi dalam diri manusia. Contoh yang lain adalah proses kloning hewan yang mencampurkan antara sel sperma jantan dengan sel telur betina sehingga menghasilkan keturunan baru merupakan ujud dialektika materialisme. Ketika ada dua hal yang saling berlawanan dalam satu kesatuan eksistensi, yaitu sel sperma dan sel telur. Namun, uniknya sel sperma dan sel telur tersebut agar bisa menjadi janin, harus mempunyai kromosom yang berjumlah 23 dengan 23 sehingga sama dengan 46 kromosom. Jika jumlah kromosomnya kurang, maka tidak akan dapat dibuai menjadi zygot. Ini membuktikan, bahwa adanya sel sperma dan sel telur saja belum cukup, tetapi harus ada jumlah tertentu. Jumlah tertentu ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat dilalui oleh siapapun. Setelah disatukan dalam jumlah yang pas, masih ada sunnatullah yang lain, yaitu harus dimasukkan dalam rahim hewan dan bukan tabung ataupun yang lain. Ini juga tidak dapat dihindarkan oleh manusia. Jadi ini bukan merupakan proses dialetika materialisme, sebaliknya justru membuktikan eksistensi Zat Yang Ada di balik penciptaan tersebut. Zat yang menentukan keunikan proses dan keistimewaan masing-masing materi. Dengan demikian jelas, bahwa akidah Sosialisme ini tidak dibangun berdasarkan akal, tetapi dibangun berdasarkan materi. Ciri dan sifat-sifat material itulah yang mempengaruhi pandangan akidah tersebut. (dari Islam Politik dan Spiritual)
Posted on: Sat, 31 Aug 2013 07:34:33 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015