MENEMBUS TIRAI SEBUAH HARI ESOK - TopicsExpress



          

MENEMBUS TIRAI SEBUAH HARI ESOK Oleh: Siprianus Seran Daton Lika – liku Perjalanan hidup dari Desa kelahiranku Bungalawan Adonara, hinggah berkarya di Tanah Papua sebagai seorang POLISI, barangkali menjadi catatan menarik untuk di simak. Paling tidak untuk Membuka mata Generasi Muda bahwa apa yang saya Peroleh hari ini adalah buah dari Perjuangan Panjang yang tidak mengenal kata,”M e n y e r a h “. Inilah Kisah Singkat Perjalananku. Sungguh, tak terbersit sedikitpun dalam anganku untuk menjadi seorang Polisi. Tapi Rupanya Tuhan dan Lewotana punya rencana lain. Kini Saya terdampar di Tanah Papua menjadi Polisi. Terdesak dengan kondisi ekonomi yang tidak “ramah”, Pada Tahun 1986 Saya meninggalkan Desa kelahiranku menuju Kota Kupang. Hanya dengan satu Cita-citaku untuk menjadi seorang “Penulis terkenal.” Untuk menggapai cita-cita tersebut, di Kota Karang – Kupang, saya membekali diri dengan mengikuti KURSUS Mengetik dan Bahasa Inggeris. Di samping itu juga untuk mengisi waktu luang, saya pun mengikuti Keterampilan KURSUS menjahit di Gereja Katholik Paroki Naikoten II pada setiap Hari Selasa dan Jumad sore. Hari Rabu dan Sabtu sore saya menyibukkan diri dengan mengikuti Olah Raga Silat PERISAI DIRI (PD) di Kampus Universitas Nusa Cendana – Kupang. Dan pada Hari Minggu saya khususkan untuk TUHAN. Dengan menggeluti beberapa kegiatan ini, saya merasa hidup yang kujalani menjadi lebih tenang. Meskipun saat itu saya jauh dari orang tua. Di sebuah kamar kost yang berukuran 2 x 2,5m itu saya mulai menata diri untuk menyongsong masa depan. Bayangan untuk menjadi seorang Penulis senantiasa mengusik Fikiran saya. Dengan berbekal Mengetik dengan baik dan sedikit mengerti bahasa Inggeris saya yakin bisa mengantarku melanglang buana ke Australia. Tempat yang selama itu saya impikan untuk menjadi Penulis asal Indonesia di sana. Rupanya Tuhan dan Lewotanah Berkehendak lain. Segalah persiapan yang saya rencanakan dengan mantap menjadi sirna seketika. Kamis tanggal 30 September 1986 pukul 14.00 wita menjadi awal “Petaka “ dan juga berkah yang memutarbalikan perjalanan hidup saya. Ketika sedang berjualan Rokok MINAK DJINGGO” dengan sistim undian di Pasar Naikoten I, saya terpaksa digaruk oleh Patroli Gabungan POLISI dan TRANTIB Walikota Kupang. Setelah berurusan dengan Petugas Keamanan di Polres Kupang Kota, saya kembali ke Kamar kost di Tanah Putih-Belakang Kampus Universitas Nusa Cendana (UNDANA). – Naikoten. Dalam kamarku yang pengab ini saya merenungi peristiwa yang barusan menimpahku. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak berjualan Rokok lagi. Saya banting stir dan beralih profesi menjadi seorang pekerja Stempel atau Cap. Lumayan juga pesanan dari beberapa Instansi semakin memperpanjang Nafas hidup saya di Kota Kupang. Saya menekuni pekerjaan ini selama enam (6) bulan.) Tanggal 21 Desember 1986 ketika saya sedang berada di ruangan Kursus Bahasa Inggeris di Oetete Kupang, datang berita gembira. Di ruang Fortuna, tempat Kursus itu saya bertemu dengan Bapak I MADE REDHA, (Teman sesama Siswa Kursus) . Beliau adalah seorang anggota POLISI berpangkat SERDA (Sersan Dua), yang saat itu bertugas di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kupang. Sekarang sudah berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) Dari AKP Made inilah saya memperoleh Informasi bahwa ada Penerimaan Bintara Polri di POLWIL Kupang. Terjadi pergulatan Bathin yang luar biasa, antara keinginan menjadi seorang Penulis Terkenal atau menjadi seorang Polisi. Rupanya Pak Made Redha mampuh meluluhkan hati saya. Tanpa sepengetahuan Orang Tua di Bungalawan – Adonara, saya mencoba mengikuti Seleksi Penerimaan Bintara Polri dengan mendaftarkan diri ke POLWIL Kupang. Saat Bersamaan, saya juga mendaftar di Kantor Gubernur Prop.Tk.I Kupang dan Kantor Penerangan Prop.Tk.I Kupang. Kegiatan yang saya Lakukan ini hanya diketahui oleh Bapak BENNY BEDA,SH yang saat itu masih menjabat sebagai Kasi PIDUM di Kantor Kejaksaan Negeri Kupang. Pak BENNY BEDA,SH bertindak sebagai pengganti Orangtua/Wali yang menandatangani Berkas Lamaran saya. Proses perjuangan yang berkaitan dengan Lamaran sudah saya tuntaskan semua. Saya kembali Berdoa Meminta pada Yang Maha Kuasa untuk mengabulkan salah satu dari yang saya perjuangkan. Dalam Doa kecilku setiap malam, di saat sedang menunggu hasil Seleksi Penerimaan tersebut, terngiang selalu Pesan Ibu (Mama). Mama pernah menyampaikan padaku langsung di Waiwerang sewaktu Menjelang Ujian Akhir Sekolah SMA SURYA MANDALA. Suatu ketika jam Istirahat, saya duduk bersama Mama tercinta saya di tempat Jualan Tembakaunya di Pasar Waiwerang. Mama Melihat begitu Banggahnya Saya mendekati tempat Jualannya dengan Seragam Sekolah Putih (atas)-Putih (bawah). Tak seperti biasanya tampak wajah Mama selalu bersedih. Tapi hari itu saya menatapnya, Saya temukan sosok seorang Ibu yang sangat ceriah. Hari itu di depan mataku Mama menguatkan dirinya dan berusaha memberikan senyum ceriah pada sela obrolan kami. Di saat yang sangat gembira Mama mengatakan padaku,” Goe harus matak hule moe jadi Pegawai sebelum go letu matak!” Kalimat yang merupakan Pesan satu-satunya dari Mama ini sangat kuat buatku untuk melakukan segalah perjuangan di Kupang. Saya berniat untuk membuktikan bahwa saya Pasti dan harus bisa memenuhi Pesan Mama. Pesan yang merupakan keinginan besar Mama untuk Melihat aku selepas menggantung Seragam Sekolah, aku harus memakai Seragam “K a n t o r” di depan Mata Mama. Yah…,Mama ingin Bangga sebagai seorang Ibu, bahwa di sepanjang hidupnya tidak sia-sia buatku. Nah…,tiba saatnya Pengumuman, saya dinyatakan Lulus pada Kantor Gubernur Prop.Tk.I-Kupang dan juga di terima sebagai Calon Bintara POLRI. Sedangkan di Kantor Penerangan saat itu belum diumumkan. Waktu itu saya benar-benar bingung menentukan pilihan, antara masuk Polisi atau jadi Pegawai di Kantor Gubernur. Akhirnya dengan kepercayaan diri yang tinggi serta mau menerima saran dari orang lain yang ada di sekitarku, saya memutuskan untuk menjadi seorang POLISI. BAGAIMANA MENJADI POLISI? Di saat hati saya sedang berbunga-bunga menerima khabar gembira ini rupanya bencana kembali menyusul. Pengumuman yang dikeluarkan Polwil Kupang melalui RRI (Radio Republik Indonesia) didengar juga oleh Orangtua saya di Bungalawan-Adonara-Flores. Orangtua saya tentunya sangat kaget. Mereka sama sekali tidak mengijinkan saya masuk Polisi, dengan alasan pertama Polisi pasti tinggal Jauh dari Mama, dan bisa mati tertembak karna Polisi punya Senjata. Maka dengan kesepakatan Keluarga , saya terpaksa dijemput pulang ke Adonara oleh Orangtua. Saya pun pasrah dan ikut kemauan orangtua. Kebetulan jangka waktu untuk Pendidikan ke Singaraja - Bali waktu itu masih satu minggu lagi. Di Kampung halaman Bungalawan saya hanya bertahan selama 3 malam. Saya mencoba berusaha memberikan pengertian kepada kedua orangtua, terutama Mama yang saya cintai, tentang bagaimana menjadi seorang Polisi. Hati orangtua luluh juga akhirnya. Dan atas kesepakatan bersama semua keluarga, pada hari keempat saya harus kembali berangkat ke Kupang atas Restu dan ijin Mama, untuk selanjutnya mempersiapkan segalah keperluan untuk menjalani Pendidikan Bintara Polri di SEBA POLRI SINGARAJA – BALI. MULAI BERTUGAS Tak terasa sebelas bulan masa Pendidikan Bintara Polri kujalani dan kulewati dengan tanpa hambatan apa pun. Saya mencapai keberhasilan tahap awal dengan Pangkat Sersan Dua (sebutan Lama) sekarang Bripda. Setelah menyelesaikan semua tempaan ini, Jiwa dan Mental saya sudah siap ditugaskan sebagai seorang Anggota Polisi di mana pun di seluruh Indonesia. Ternyata saat Pengumuman Penempatan Tugas, saya bersama 93 Bintara lainnya dikirim ke Polda Irian Jaya. Saya menginjakan kaki pertama kali di Papua (dulu Irian Jaya) pada 01 Juni 1988. Saya ditugaskan pertama sebagai Bintara Tata Usaha pada sebuah Polsek di Pedalaman, daerah Transmigrasi. Di sana saya bertugas sejak Tahun 1988-1992,. Pada awal Tahun 1992 saya ditugaskan lagi ke salah satu Polsek Selektif di Kota Abepura Polres Jayapura sebagai Ba sat Inteligent dan POA.( Pengawasan Orang Asing) Di sinilah saya kembali Menyamar dan Melamar sebagai Agen pada Asuransi AJB BUMIPUTERA 1912 selama 36 Bulan – atau 3 Tahun. Disamping itu, di sela waktu yang ada saya bekerja di rumah sendiri sebagai pemahat Gambar dengan menggunakan Kayu Kuning dan Kayu CHINA, serta Mengukir pada dinding Telur Burung Kasuari sesuai dengan Pesanan Pemilik. Di sisi lain pesanan Gambar Rohani yang saya buat dengan Semen dan Tepung Kanji pun membludak. Hampir tidak pernah saya buang waktu sisa dalam mengisi kehidupan saya. Semuanya saya nikmati dengan penuh Syukur dan bangga atas Peluang yang diberikan Tuhan pada saya. Saya bersyukur semua yang saya tampilkan dalam hidup saya sangat positif diterima oleh Masyarakat dan begitu bahagianya saya diterima pada lingkungan yang ramah dan baik. Tahun 1997, saya di pindahkan ke Polsek Perbatasan RI-PNG (Papua New Guine) Di Polsek Perbatasan ini Saya menjabat sebagai Kepala Unit Inteligent.. Di daerah ini saya bertugas sampai tahun 2002. Tuhan Maha Adil. Peluang menimbah Ilmu saya Peroleh di Wilayah Perbatasan ini. Tahun 2002 Saya berhasil mengikuti Pendidikan Pembentukan Perwira Polri di Suka Bumi Jawa Barat selama 13 bulan. Setelah Menyelesaikan Pendidikan Pembentukan Perwira, saya kembali ke Polda Papua menjabat Ka Unit Penyakit Masyarakat pada Direktorat Intelkam Polda. Perubahan Nasib pun terjadi, Tahun 2007 -2008 saya ditugaskan ke Polres Puncak Jaya sebagai KASAT INTELKAM. Mengakhiri tugas di Puncak Jaya, saya ditugaskan kembali ke Polda sebagai Kaur Reglit pada BID PROPAM POLDA PAPUA. Setahun di Propam Polda, saya ditugaskan untuk menjabat KASAT INTELKAM Polres Bouvendigoel, dan dari sana saya bergeser ke Pedalaman Yahukimo. Polres Pemekaran dari induk Polres Jayawijaya dengan Jabatan yang sama selama sebagai KASAT INTELKAM selama 18 bulan. Saat ini saya kembali lagi ke Polda untuk menjalankan tugas lain yang dikehendaki Pimpinan. Di Bumi Cenderawasih - Tanah Papua, begitu banyak hikmah kehidupan yang saya petik. Tantangan kehidupan yang saya alami, tidak jauh berbeda dengan kehidupan Masyarakat Lamaholot. Kerinduan akan kampung halaman terkadang selalu datang menggoda. Tapi Tugas Pengabdian Kepada Negara selalu saya nomor satukan.. Obat penawar kerinduan saya pada Kampung halaman adalah ketika bertemu dengan saudara-saudaraku dari Lewotanah. Tak terasa Dua Puluh Lima Tahun berjalan saya bertugas di Bumi Cenderawasih – Tanah Papua. Dua Puluh Lima Tahun juga saya menguburkan cita-cita saya menjadi seorang Penulis. Kini saya terima realita ini sebagai sebuah Rencana Tuhan dan Lewotana. Ketika Kerinduan akan Lewotana, hanya Kenato Nenan ini yang saya titipkan: .”Tobo doan teti Tanah Papua, tapi onek weli peten sare suku Bale Baranusa. Koda pulo pae natan nenan Adonara Gere Seran go gelupak Halla. Tobo peten yonek weli herun gike le pelate, gapi kapi go genapi tite bae le bereun. Gawe walet go sedan todok lelarek Bumi Cenderawasih nie, ake peten go pepa paro kala medhon date nai. Peten taan bo senar’en nai heket gere bo menura ti balik pai geniku lewo naman tukan, puin taan uin tou gahan taan kahan eh’an”. S e m o g a…!
Posted on: Sat, 10 Aug 2013 05:51:46 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015