Materi Seminar “Tantangan Indonesia Menghadapi ASEAN Economic - TopicsExpress



          

Materi Seminar “Tantangan Indonesia Menghadapi ASEAN Economic Community 2015” MATERI SEMINAR KETUA DPD RI PADA SEMINAR “TANTANGAN INDONESIA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015” Padang, 28 Februari 2013 Assalamualaikum wr.wb. Salam sejahtera bagi kita semua, Yang terhormat: • Gubernur Sumatera Barat, • Ketua dan Anggota DPRD Sumatera Barat, • Para Bupati dan Walikota se-Sumatera Barat, • Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, • Rekan-rekan media massa, • Serta hadirin yang berbahagia. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kita bisa berkumpul bersama pada seminar yang bertema “Tantangan Sumatera Barat dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas undangan yang diberikan panitia karena pada hari ini kita akan mendiskusikan sebuah topik yang menarik dan sangat penting yaitu tentang bagaimana bangsa Indonesia umumnya dan Sumbar khususnya menghapi tantangan ASEAN Economic Community (AEC). Dalam era globalisasi ini memang tidak bisa dihindari adanya persaingan (kompetisi) antar bangsa. Karena prinsipnya globalisasi telah membuat dunia terintegrasi dalam satu kawasan perdagangan karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan teknologi informasi. Persaingan yang makin terbuka tersebut membutuhkan kemampuan adaptasi dan kemampuan daya saing dari masing-masing negara. Sebagaimana ditulis oleh ekonom ternama, mantan penasehat Presiden Bill Clinton, Joseph Stiglitz, dalam buku Making Globalization Work, bahwa pada masa ini tak ada satupun negara yang bisa menghindarkan diri dari globalisasi. Mau tidak mau setiap negara akan masuk dalam pusaran dinamika dunia, baik dinamika budaya, politik, keamanan, termasuk dalam pusaran ekonomi global. Dalam konteks globalisasi ekonomi tersebut, ASIA diramalkan akan menjadi kekuatan ekonomi baru, sebagaimana yang ditulis oleh John Naisbitt dalam bukunya Megatrends ASIA. Asia akan tumbuh menjadi emerging market yang disokong oleh oleh India, China, dan Asia Tenggara (dimana Indonesia akan menjadi prime mover¬). Hal didukung oleh faktor luas wilayah terbesar di dunia yakni 30 % dari luas wilayah daratan dunia (sekitar 44 juta KM2), jumlah penduduk terbesar yakni 4 miliar manusia dari total penduduk dunia 6,5 miliar. Dari sisi pertumbuhan miliarder, ASIA juga yang paling tertinggi di dunia dimana menurut Survei yang dilakukan lembaga riset “Citigroup Inc.” menyatakan dalam laporan berjudul The Wealth Report 2012, jumlah miliarder di Asia mencapai 18 ribu orang. Sedangkan di Amerika Serikat dan Eropa masing-masing 17 ribu dan 14 ribu orang. Dengan kecenderungan tersebut, maka kawasan Ekonomi ASEAN memiliki nilai strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Asia. Dimana saat ini kekuatan ekonomi ASEAN menyumbang PDB 3,36 triliun USSD pada tahun 2012, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 5,6 persen dimana Indonesia sendiri tumbuh 6,3 persen, serta jumlah penduduk 608 juta jiwa yang merupakan potensi pasar dan tenaga kerja yang besar. Karena itu, ASEAN Economi Community (AEC) merupakan salah satu peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam menghadapi abad ekonomi Asia ini. Melalui AEC, akan terjadi integrasi sektor ekonomi yang meliputi Free Trade Area, penghilangan tarif perdagangan antar negara ASEAN, pasar tenaga kerja dan modal yang bebas serta kemudahan arus keluar masuk prosedur kepabeanan antar negara ASEAN. Saudara-saudara yang terhormat, Pertanyaannya adalah bagaimana Indonesia menghadapi AEC 2015 jika dilihat dari sisi potensi ekonomi dan tantangan yang menghadang? Jika dilihat dari sisi potensi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu emerging country yang saat ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi ASEAN. Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3 persen jika dibandingkan dengan Malaysia 5,4 persen, Thailand 5 persen, Singapura 1,2 persen, Filipina 6,6 persen, dan Vietnam 5,7. Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar yakni 247 juta jiwa sebagai pasar potensial dan tenaga kerja. Prospek Indonesia sebagai negara dengan perekonomian nomor 16 di dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang dan India, serta terbesar di Asia Tenggara, semakin menjanjikan karena didukung oleh melimpahnya sumber daya alam, pertumbuhan konsumsi swasta dan iklim investasi yang makin kondusif. Karena itu, Indonesia diprediksi bersama negara-negara BRIC akan mendominasi PDB dunia dengan share lebih dari 50% pada tahun 2025 dimana PDB perkapita kita diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 15.000. Sedangkan menurut Buku Megachange 50 yang diterbitkan oleh majalah The Economist Tahun 2012, Indonesia diramalkan akan menjadi salah satu negara maju dengan pendapatan sekitar US $ 24.000 pada tahun 2050. McKinsey Global Institute juga memprediksi Indonesia akan masuk dalam 7(tujuh) besar kekuatan ekonomi dunia pada 2030 mengalahkan Jerman dan Inggris. Hal ini disebabkan dari sisi kependudukan, akan tumbuh kelas menengah Indonesia dari 45 juta orang pada tahun 2010 menjadi 135 juta orang di tahun 2030, atau tumbuh sekitar 90 juta, dimana pertambahan kelas menengah akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun hal itu tidak mudah. Kita menghadapi banyak tantangan untuk mewujudkannya. Tantangan pertama yang nyata dan akan segera datang adalah diberlakukannya Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, sebuah konsep integrasi dimana ASEAN akan menjadi satu pasar besar sekaligus satu basis produksi. Konsep Komunitas ASEAN sebenarnya didesain untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan antar negara ASEAN. Dengan integrasi ekonomi dalam satu wadah, diharapkan Negara-negara ASEAN akan mempunyai daya saing yang lebih tinggi dan mampu menghadapi regionalisme lain di dunia seperti Uni Eropa, Masyarakat Ekonomi Amerika Latin dan sebagainya. Indonesia sendiri sebagai negara ASEAN saat ini sebenarnya punya pertumbuhan ekonomi makro yang relatif baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan secara stabil dan cukup menjanjikan, meskipun sebenarnya masih bisa terus dipacu. Pendapatan per kapita Indonesia juga telah mencapai US$ 3.710 pada tahun 2012. Hal ini membuat Indonesia masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah, dimana tuntutan transformasi pertumbuhan ekonominya dari semula bergantung pada sumber daya alam dan alokasi tenaga kerja murah (resources and low cost-driven growth) menjadi tuntutan untuk menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dengan memanfaatkan modal fisik dan sumber daya manusia terampil (productivity-driven growth), agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak stagnan dan terhindar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Secara faktual hal itu memang belum tampak dalam kenyataan. Kita masih bertumpu pada sektor primer sebagai salah satu motor pertumbuhan. Di lain pihak, daya dukung institusi, sosial dan politik belum mampu menompang kekuatan daya saing. Menurut Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum 2012-2013, ranking daya saing berada kita pada posisi 50 dari 144 negara, turun dari posisi 46 pada tahun 2011. Untuk kawasan ASEAN Indonesia hanya menempati urutan ke-5 di bawah Singapura (2), Malaysia (25), Brunei (28) dan Thailand (38). Ada banyak determinan pendorong produktivitas, yang oleh WEF dikelompokkan ke dalam 12 pilar daya saing, yaitu: institusi, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pasar keuangan, kesiapan teknologi, besaran pasar, dan inovasi. Memperhatikan daya saing yang masih rendah tersebut kita harus berbenah dalam segala hal baik dari sisi regulasi dimana aturan hukum harus tegas, pemerintahan harus bersih, keadilan ekonomi harus diciptakan termasuk juga pemerataan, perlunya stabilitas politik, keamanan dan ketertiban sosial, inovasi teknologi, dan ketersediaan inftrastruktur yang memadai. Saudara-saudara yang terhormat, Komunitas ASEAN 2015 mempunya desain yang serupa dengan globalisasi yang dicirikan dengan pasar bebas. Komunitas ASEAN 2015 membuat pertukaran tenaga kerja, modal dan perdagangan berlangsung terbuka antar negara ASEAN. Dengan karakter seperti itu, persaingan tidak lagi semata-mata dalam konteks antar negara, tetapi juga antar daerah (region) dan bahkan antar individu. Persaingan antar daerah atau antar kota itu mulai tergambar dari pengukuran GLOBAL CITIES INDEX MENURUT AT KEARNEY TAHUN 2012. Global Cities Index adalah indikator untuk mengukur tingkat daya saing antar kota dengan variabel seperti seperti aktivitas bisnis, SDM, pertukaran informasi, pengalaman budaya dan sumebrdaya politik. Hasil dari survey tersebut antara lain tergambar sebagai berikut: Singapura peringkat 11 dengan angka (3.20), Beijing 14 (3.05), Bangkok 43 (1.93), New Delhi 48 (1.57), Kuala Lumpur 49(1.55),Manila 51 (1.49), dan Jakarta 54 (1.30) dari 66 kota yang disurvey. Lalu bagaimana kesiapan Sumbar menghadapi era regionalisme tersebut? Apakah suatu saat kota Padang bisa menembus peringkat Global Cities Index sehingga mampu bersaing dengan kota-kota lain di ASEAN khususnya maupun kota-kta di dunia pada umumnya? Sebenarnya, dengan sistem otonomi dan desentralisasi, setiap daerah memiliki kesempatan untuk untuk tumbuh dan berkembang secara lebih competitive pasca penerapan ASEAN Economic Community 2015. Hal ini karena setiap daerah telah diberikan ruang dan peluang untuk berkembang sesuai dengan keunikan dan comparative advantage yang dimilikinya. Menurut hemat saya, dengan era Komunitas Ekonomi ASEAN ini, kota-kota yang ada di kawasan ASEAN akan tumbuh menjadi kekuatan dengan keuggulan comparative advantage masing-masing. Seperti, misalnya, Singapura tumbuh sebagai pusat keuangan, Johor sebagai pusat manufacturing, Bangkok sebagai terminal industri agribisnis, Phuket sebagai pusat wisata, dan sebagainya. Oleh karena itu, Sumatera Barat memiliki tantangan untuk tumbuh dalam core business yakni Investasi, Jasa, dan Pariwisata. Kita menyadari bahwa Sumatera Barat tidak memiliki kelimpahan sumber daya alam, tetapi memiliki potensi untuk berkembang ke depan. Namun jika dilihat dari aspek letak geografis, psisinya sangat strategis yakni berada dekat dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, hingga India. Sehingga memungkinkan Sumatera Barat untuk memaksimalkan investasi, jasa, dan pariwisata. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah diperlukan daya saing yang besar dari pemerintah daerah Sumatera Barat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Menurut Survey Bank Indonesia yang dituangkan dalam buku Daya Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di Indoesia (2011), daya saing Sumatera Barat ada di peringkat ke-6 untuk Pulau Sumatera dan 16 untuk seluruh Indonesia. Dimana daya saing tersebut diukur dari kemampuan ekonomi (posisi 16), daya saing infrastruktur (ranking 14), daya saing iklim investasi (ranking 17), kualitas Sumber Daya Manuasia (ranking 13). Untuk konteks Sumatera, daya saing tertinggi ada di Sumatera Utara (peringkat ke-8 skala nasional), Riau posisi kedua (peringkat ke-10 secara nasional), Lampung posisi ketig (peringkat 13 secara nasional), Jambi peringkat empat (peringkat 13 secara nasional), Sumatera Selatan peringkat lima (ranking 14 secara nasional). Sementara peringkat teratas Indonesia ditempati DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Selain itu, perlu juga diberikan perhatian kepad sektor pariwisata. Dimana destinasi pariwisata Sumbar terhitung cukup lengkap mulai dari wisata pesisir, dataran tinggi hingga wisata religi dan sejarah. Permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana meningkatkan infrastruktur dan promosi pariwisata agar menjadi salah satu tujuan pariwisata. Jika sektor pariwisata bisa dikembangkan maka akan memberikan multiplier effect berupa tumbuhnya perhotelan dan jasa. Kita harus memberikan perhatian kepada sektor pariwisata karena saat ini tourism telah mengalami perkembangan dalam berbagai segi maupun metode. Saat ini Singapura dikenal sebagai tujuan wisata utama di Asia Tenggara bahkan Asia dan dunia. Hal ini karena mereka punya kreatifitas untuk mengelola sektor-sektor pariwisatanya dengan maksimal mulai dari wisata belanja hingga wisata medis. Demikian juga dengan negara-negara bagian di Malaysia juga yang mulai menggarap dengan serius potensi-potensi wisatanya yang serupa dengan Singapura. Oleh karena itu, untuk mengelola karakter potensi ekonomi tersebut sehingga mampu dikonversikan menjadi nilai tambah maka diperlukan: Pertama, kesamaan dan kesatuan tekad dari seluruh pemerintah daerah di Sumatera Barat. Tanpa adanya kesamaan tekad di dalam era desentralisasi ini kita akan makin sibuk bekerja sendiri tanpa koordinasi. Padahal koordinasi dalam lingkup provinsi diperlukan untuk menjahit berbagai potensi masing-masing daerah sehingga menjadi satu kesatuan yang kokoh dan sinergis. Kedua, diperlukan sistem tata kelola pemerintahan yang bersih, serta aturan-aturan yang memudahkan perizinan investasi. Selama ini hambatan daya saing karena faktor lemahnya sistem hukum dan praktek pungutan liar. Untuk itu, perlu adanya adany kemudahan bagi investasi karena jika tidak maka bisa saja para investor akan mencari wilayah lain untuk investasi. Ketiga, perlunya dukungan sosial dan sumber daya manusia. Dukungan sosial berupa ketertiban, toleransi, dan keamanan. Sementara itu, sumber daya manusia diperukan untuk mengelola berbagai potensi yang saat ini dimiliki Sumatera Barat. Dimana perlu adanya keterlibatan kekuatan perantauan. Jika potensi-potensi tersebut bisa dimaksimalkan, maka tentu saja terbuka peluang bagi Sumatera Barat untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki dan akan menjadi salah satu kekuatan Indonesia dalam menghadapi Komunitas Eknomi ASEAN 2015. Saudara-saudara yang terhormat, Demikian beberapa hal yang bisa saya sampaikan. Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim seminar “TANTANGAN SUMTERA BARAT MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015”dengan ini dibuka. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Ketua DPD RI IRMAN GUSMAN
Posted on: Wed, 21 Aug 2013 13:10:21 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015