Mohamad Fadhilah Zein Mantan Produser TVOne Beberkan Kebusukan - TopicsExpress



          

Mohamad Fadhilah Zein Mantan Produser TVOne Beberkan Kebusukan Media Melalui Bukunya Yang berjudul "Kezaliman Media Massa Terhadap Umat Islam..!!!" Isi buku ini tentang berita kezaliman media terhadap umat islam termasuk kezaliman media kepada FPI.Isi buku ini juga di lengkapi bukti dan fakta-fakta yang terjadi dilapangan yang tidak pernah di publish media. “Revolusi media tidak akan pernah terjadi di media arus utama. Mereka lebih sibuk dengan popularitas, rating dan uang. Revolusi media lahir dari pinggir, dan dilakukan oleh sekelompok orang yang dianggap tidak ada. Siapakah mereka? Mereka adalah jurnalis Muslim yang senantiasa membela Agama Kebenaran, penuh dedikasi dan keikhlasan meski dihadapkan pada banyak keterbatasan..” Demikian kalimat pembuka dalam buku yang berjudul “Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islam” yang ditulis oleh Mohamad Fadhilah Zein, diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar. Belum lama ini, buku yang mendapat kata pengantar dari Wartawan Senior Herry Mohammad (Redaktur Pelaksana Majalah Gatra) ini, diluncurkan bersama sejumlah jurnalis muslim yang tergabung dalam Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di Warung Teko, Poins Square, Lebak Bulus, Jakarta. Fadhil – begitu ia disapa – adalah seorang Jurnalisl televisi yang paham betul tentang jagad dunia jurnalisme. Ia merasa prihatin dengan media massa di Indonesia, sengaja atau tidak, telah bertindak zalim terhadap umat Islam di republic ini. Realitas ini mendorongnya untuk menghimpun fakta dan bukti kezaliman yang dilakukan media terhadap umat Islam. Buku yang ditulis Fadhil, lelaki kelahiran 1 April 1979 ini, menjadi pengingat bagi para jurnalis muslim agar memahami peran dan tugasnya, dan selanjutnya bekerja sesuai dengan rambu-rambu syar’i. Jika tidak, mereka akan menjadi bagian dari scenario besar yang hendak memadamkan cahaya Islam di bumi pertiwi ini, secara sadar maupun tidak. Terdapat lima bab yang dibahas buku ini : Bab I membahas tentang Kebebasan Pers Pasca Tumbangnya Orde Baru. Bab II: Kezaliman Media Massa Dunia Terhadap Umat Islam. Bab III: Jurnalis dan Harga Sebuah Idealisme. Bab IV: Saatnya Umat Islam Melawan Lewat Media Massa. Bab V: Resolusi Umat islam di Bidang Komunikasi. Kezaliman media massa dunia terhadap umat Islam juga disinggung dalam buku ini, mulai dari kezaliman media memberitakan Perang Irak, kezaliman media dalam pemberitaan 11 September 2001, dan sebagainya. Fadhil menegaskan, meskipun umat Islam mayoritas di negeri ini, namun tidak memiliki kekuatan untuk membangun opini publik yang positif tentang dirinya sendiri. Jika kita telaah dan telusuri, begitu banyak pemberitaan yang menyudutkan Islam. Saat menulis buku ini, Fadhil masih bekerja sebagai News Produser TVOne yang selama ini zalim terhadap umat Islam, terutama pemberitaan seputar terorisme. Perang batin yang dirasakan Fadhil atas kebijakan redaksi, tempat ia bekerja sebelumnya, menjatuhkan pilihannya untuk hengkang dari TV One. Karena sudah tidak ada lagi kecocokan. Dalam bukunya, Fadhil menulis: “Pada level global, beberapa jurnalis kawakan pun memilih keluar dari tempatnya bekerja, karena bertentangan dengan hati nurani, saat kepentingan politik praktis dan tugas jurnalistik yang mengedepankan kebenaran, bertabrakan.” Ia memberi contoh, Helene Thomas dari Heart Newspaper, mengundurkan diri dari posisinya sebagai jurnalis senior di Gedung Putih. Dia dikecam oleh Pemerintah George W. Bush karena mengkritik Israel dan kebijakan politik luar negeri AS yang mengivansi Irak dan Afghanistan. Adapula Yvonne Ridley, jurnalis Inggris yang pernah disekap Taliban, saat melakukan tugas jurnalistik pada tahun 2002. Dia kemudian masuk Islam dan melakukan kampanye Islam ke seluruh dunia. Bahkan bersama sejumlah koleganya, jurnalis muslimah yang kini berjilbab ini membangun Islamic Channel. Sepertinya Fadhilah Zein terinspirasi dengan jurnalis Barat yang kini sadar dengan kezaliman media massa dunia terhadap umat islam. Buku yang ditulisnya adalah sebuah ilmu, gagasan dan pengalaman yang sangat berharga bagi jurnalis muslim dimanapun berada. Sinopsis Buku Media massa, setelah Orde Baru tumbang, menjadi institusi sipil yang memiliki kewenangan besar. Sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, media massa tumbuh dan mendapat pengakuan negara atas nama kebebasan sipil. Namun, kebebasan media massa digunakan pihak swasta menjadi sebuah industri untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Atas nama kebebasan berbicara, negara tidak boleh mengatur media, karena awak media dianggap bisa mengatur diri sendiri dan menjalankan kewajibannya sebagai pilar keempat demokrasi. Ironisnya, kaum Muslimin sebagai umat terbesar di negara ini, belum bisa memanfaatkan ruang publik dengan optimal. Umat Islam terpinggirkan dalam hal komunikasi dan informasi. Alhasil, opini publik yang buruk tentang Islam dan kaum Muslimin menghiasi berbagai pemberitaan di media massa. Dalam beberapa kasus, media massa melakukan banyak kekeliruan yang berulang-ulang berkaitan dengan Islam dan kaum Muslimin. Pemberitaan “terorisme” adalah salah satu bentuk kezaliman media massa terhadap umat Islam. Bahkan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan ada sembilan dosa yang dilakukan jurnalis tentang peliputan “terorisme”. Salah satunya adalah jurnalis acapkali menjadikan satu nara sumber resmi, yakni Polri. Selain pemberitaan “terorisme”, masih ada lagi bentuk kezaliman media massa terhadap umat Islam. Di antaranya adalah pemberitaan tentang penolakan Irshad Manji dan Lady Gaga, serta pemberitaan tentang aksi Indonesia tanpa Liberal yang diikuti oleh ribuan umat Islam. Di sebuah portal berita, aksi ribuan itu hanya disebut 150 orang. Dari penyebutan jumlah saja, media massa sudah tidak fair karena melaporkan tidak sesuai fakta. Kisruh FPI dengan massa AKKBB di Monas pada 1 Juni 2008 juga tidak luput dari kezaliman media massa. Pada saat itu, sebuah harian nasional menurunkan berita foto Munarman yang tengah mencekik salah seorang demonstran. Di pemberitaan disebutkan Munarman melakukan kekerasan karena mencekik anggota AKKBB, namun belakangan ternyata yang dicekik Munarman adalah anggota FPI sendiri. Kesalahan yang sarat dengan sikap sinis dan tendensius ini cukup menjadi bukti adanya kezaliman media massa terhadap umat Islam.. Masih banyak bentuk kezaliman media massa terhadap umat Islam, seperti pemberitaan penolakan warga terhadap pembangunan Gereja Yasmin, kisruh Gereja HKBP Ciketing Bekasi, konflik Sunni-Syiah, Ambon dan Poso. Semuanya bermuara pada kesimpulan, “media massa menuding umat Islam intoleran dan pelaku kekerasan”. Padahal, jika ditelaah lebih mendalam akar masalahnya tidak sesederna itu itu. Analisa yang jernih dan obyektif tidak dilakukan media massa, sehingga merugikan image positif umat Islam Indonesia. Bentuk kezaliman media massa tidak hanya terjadi di Indonesia. Dalam konteks global, media massa internasional pun melakukan banyak kezaliman. Seorang jurnalis senior di Gedung Putih, Helena Thomas, mengundurkan diri karena mengkritik kebijakan mantan Presiden AS George W. Bush menginvasi Irak. Langkah AS dan sekutu yang menginvasi Afghanistan dan Irak setelah runtuhnya menara kembar WTC pada 2001, juga tidak mendapat kritik dari berbagai media massa internasional. Jerry D. Grey menyebut korps wartawan gedung putih sebagai corpse (bangkai) karena hilangnya sikap kritis terhadap kebohongan terbesar abad 21 ini. Buku ini tidak hanya menampilkan data dan fakta tentang kezaliman media massa. Di bab terakhir, penulis menawarkan sebuah resolusi bagaimana seharusnya umat Islam menjawab tantangan ini. Penguasaan opini publik menjadi penting agar umat Islam tidak terombang-ambing oleh derasnya arus informasi saat ini. Di dalam buku ini juga terungkap kisah ‘aneh’ bin ‘lucu’ saat peristiwa bom Marriott yang pertama, pada Selasa, 5 Agustus 2003. Ledakan di hotel JW Marriott di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada pukul 12:45 dan 12:55 WIB itu berasal dari bom mobil dengan menggunakan Toyota Kijang nomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani. Sebanyak 12 orang meninggal dan tewas dalamledakan tersebut, termasuk Asmar Latin sani, dan mencederai 150 orang lainnya. Anehnya, badan si pembawa bom dari dalam mobil kijang di depan lobi hotel itu hancur, tapi lucunya lagi, kepalanya (Asmar Latin Sani) ada di lantai 4 JW Marriott. Kok bisa terpisah? Apa kepalanya jalan sendiri? Bisa kita simpulkan fakta-fakta, termasuk kasus-kasus ‘terorisme’ itu bisa dibuat sedemikian rupa. Dan, lebih parah lagi fakta-fakta ‘aneh’ dan ‘lucu’ itu tak diungkap media massa. Artinya, media massa mainstream membiarkan kejanggalan dan kezaliman itu terjadi. Contoh lainnya lagi, bagaimana fakta-fakta (yang merugikan umat Islam) itu dibuat, yaitu dalam kasus pelatihan Mujahidin di Aceh pada 2010 yang dalam pemberitaan media massa disebut sebagai pelatihan militer untuk aksi terorisme di Aceh. Sebenarnya pelatihan di Aceh itu informasinya adalah untuk rencana pengiriman Mujahidin perang ke Palestina, bukan untuk aksi “terorisme".Banyak yang daftar, termasuk dari FPI banyak yang ikut, karena yang mengajak itu mantan Brimob, namanya Sofyan Tsauri. Sudah mantan Brimob, senjatanya dari Brimob juga, resmi ya, dengan pembelian ilegal, dipakai latihan di Aceh, dishooting. Ketika latihan dishooting. Coba kau nembak ya, ow kayak di Timur Tengah, dor dor dor…Allahu Akbar…Allahu Akbar. Tetapi di video itu tidak tahu kalau mereka akan diberitakan sebagai latihan militer oleh sipil. Mereka tahunya akan dikirim ke Palestina. Banyak anak-anak FPI dijebak di acara itu. Bahkan, sebagian dari mereka itu diajak latihan ke Brimob juga. Ini terungkap pada fakta persidangan. Jadi,sebagian mereka dilatih di Mako Brimob, dilatih oleh polisi juga, karena tahunya akan ke Palestina, jadi mereka semangat. Termasuk, yang peristiwa di Temanggung itu. Jadi peristiwa pengepungan 21 jam di Temanggung itu sangat lucu juga ceritanya.Anda tahu, berapa orang yang meninggal dalam penyerbuan 21 jam dengan seribuan peluru yang melibatkan sekitar 600 polisi itu? Yang meninggal cuma satu, namanya Ibrahim. Berapa kali kena tembakan? satu juga. Penyerbuan hampir 24 jam, melibatkan sekian banyak media, dalam dan luar negeri, mengeluarkan sekian ribu peluru, tapi nyatanya cuma satu peluru yang ditembakkan untuk sang “terduga teroris” bernama Boim (Ibrahim). Tapi peristiwa itu menjadi momen berita nasional, betapa berbahayanya ‘terorisme’. Jadi, ada modus dari media-media mainstream itu untuk membuat ini terjadi, pertama, dengan cara tidak memberitakan atau meliput peristiwa itu jika menguntungkan umat Islam. Dan, kemungkinan kedua, memberitakan, jika peristiwa itu merugikan umat Islam. Kalau tidak ada peristiwa, maka peristiwa juga bisa dibuat supaya menjadi berita. Itu yang saya maksud fakta bisa dibuat. Dalam hal ini, termasuk berita yang berkaitan dengan tuduhan “Rohis Teroris”, itu adalah fakta yang dibuat, berangkat dari penelitian yang dibikin, yang kemudian diberitakan di sebuah stasiun televisi.Penelitinya, Prof Bambang Pranowo dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat dia datangi, kenapa menyebut Rohis “sarang teroris’, dari mana, maunya apa. Prof Bambang akhirnya mengakui bahwa yang dia paparkan boleh salah, tapi tidak boleh bohong. Buku Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islamkarya karya teman saya ini seorang mantan produser tvone M Fadhilah Zein wajb kawan2 baca untuk mengetahui betapa busuknya media massa di tanah air yang selalu menyudutkan islam.
Posted on: Sat, 27 Jul 2013 22:53:07 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015