Mossad: Presiden Baru Iran Lebih Berbahaya. Mantan agen dinas - TopicsExpress



          

Mossad: Presiden Baru Iran Lebih Berbahaya. Mantan agen dinas intelijen Israel (Mossad) yang bertugas di Iran mengatakan, Presiden Iran yang baru terpilih jauh lebih berbahaya dibandingkan mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Agen itu mengaku lebih merindukan Ahmadinejad. "Presiden Iran yang baru jauh lebih berbahaya dibandingkan Mahmoud Ahmadinejad. Ini dikarenakan latar belakang politiknya yang dinilai lebih moderat," ujar mantan agen Mossad Eliezer Tzafrir, seperti dikutip Arutz Sheva, Senin (17/6/2013). Bagi Tzafrir, Pemilu Iran yang memilih Hassan Rouhani sebagai Presiden Iran dianggap tidak lebih sebagai upaya Negeri Paramullah untuk menipu barat. "Mereka mengundur waktu sebagai bagian dari upaya Iran untuk menipu seluruh dunia. Dengan cara itu, mereka bisa mengulur waktu untuk melanjutkan program nuklirnya," lanjutnya. Tzafrir menjelaskan, terpilihnya Rouhani sudah menyebarkan efek dari berbagai lapisan negara yang menilai perlunya berdialog dengan pengganti Ahmadinejad itu. Dunia menurut Tzafrir telah tertipu melihat Rouhani sebagai sosok yang terpilih secara demokratis. "Demokrasi di Iran adalah tipuan karena kandidatnya dipilih oleh Ayatullah Khamenei. Sementara kandidat yang tidak disukai Khamenei tidak akan pernah berhasil mencalonkan diri (sebagai Presiden Iran)," tuduh Tzafrir. Di mata Tzafrir, sikap moderat Rouhani sama seperti status perempuan. Menurutnya, Rouhani tidak akan moderat untuk isu seperti kebijakan luar negeri dan keamanan. "Kami akan merindukan era Ahmadinejad karena mempermudah mengerti siapa musuh sebenarnya. Dia (Ahmadinejad) berbicara seperti Hitler dan dunia mengenalnya," tegasnya. Baru Terpilih, Israel Langsung Ancam Rouhani Ketika komunitas dunia mengucapkan selamat untuk kemenangan Hassan Rouhani dalam Pemilu Iran, Israel justru bersikap sinis. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menyebut Iran tetap tidak bisa dipercaya. “Komunitas internasional tidak boleh banyak berharap dan melonggarkan sanksi untuk Iran,” ujar Netanyahu, seperti dikutip AAP, Senin (17/6/2013). “Iran harus dinilai dari aksinya. Jika mereka terus menjalankan program nuklir, kita harus menghentikannya dengan segala cara,” lanjutnya. Kemenangan Rouhani memang membuat negara-negara Barat terkejut. Rouhani yang berasal dari kubu reformis dianggap memiliki sikap lebih lunak mengenai program nuklir Iran. Rouhani terpilih menjadi pengganti Presiden Mahmoud Ahmadinejad setelah berhasil mengamankan 50,71 persen lebih suara. Capaian tersebut membuat Rouhani menghindari dijalankannya putaran kedua. Rouhani mengalahkan Wali Kota Teheran Mohammad Bagher Qalibaf di posisi kedua dengan 16,55 persen suara. “Selama 20 tahun ini terbukti, program nuklir Iran hanya bisa dihentikan dengan ancaman agresi,” pungkas Netanyahu. Hassan Rouhani Bukan Sosok Moderat Sekira satu bulan lalu pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menginginkan Pemilu Presiden Iran menjadi dukungan atas pemerintahannya. Khamenei menginginkan dua calonnya, Ali Akbar Velayati atau Saeed Jalili memenangkan pemilu. Tetapi keadaan berubah ketika Hassan Rouhani maju sebagai pemenang dan menggantikan posisi Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Iran yang baru. Rouhani dianggap sebagai representasi sempurna bagi rakyat Iran karena dirinya dikenal sebagai ulama yang moderat dan reformis. Rouhani bukanlah sosok favorit Presiden Iran yang diinginkan oleh Khamenei. Tetapi dirinya bukanlah orang lingkaran luar dari Khamenei. Menurut analis The New York Times, Amir Taheri, media memang menyebut Rouhani sebagai sosok moderat dan reformis. Namun menurut Taheri, Rouhani tidak menyuguhkan proposal reformasi apapun untuk Iran. "Menyangkut masalah keamanan, Rouhani bukanlah sosok yang moderat khususnya mengenai penanganan terhadap oposan pemerintah dengan cara represif," pendapat Taheri, seperti dikutip the New York Times, Senin (17/6/2013).Pada kenyataannya, Rouhani adalah loyalis pemimpin tertinggi Iran sejak lama. Dirinya masuk dalam keanggotan Dewan Tertinggi Keamanan Nasional Iran sejak 1989. Dirinya juga sempat menjabat sebagai negosiator nuklir Iran sejak 2003 hingga 2005. Ucapannya dalam sebuah wawancara televisi mengenai nuklir juga membuktikan bahwa Rouhani bukanlah sosok moderat. Pada wawancara tersebut Rouhani menyebutkan, strategi diplomatik Iran dalam penanganan program nuklir Iran adalah cara untuk mengulur waktu menyelesaikan teknologi nuklir yang dimiliki oleh Negeri Paramullah. Hingga kini belum dapat diketahui arah kebijakan Rouhani terkait barat. Keterikatannya dengan Ayatullah Khamenei menjadi penentu arah kebijakan Rouhani selama empat tahun ke depan dalam memimpin Iran.
Posted on: Thu, 20 Jun 2013 13:32:14 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015