Mutiara Ahli Bait Nabi Saw Sayidina Al-Imam Hasan Bin Ali - TopicsExpress



          

Mutiara Ahli Bait Nabi Saw Sayidina Al-Imam Hasan Bin Ali ra. Beliau adalah putra sulung Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. dengan Fatimah, Postur dan paras mukanya mirip dengan Rasulullah. Dia diangkat sebagai khalifah sepeninggal ayahnya. Dia lebih mengutamakan tidak berperang, menghindari pertumpahan darah sesama muslim, untuk itu dia menyerahkan kursi ke khalifahan kepada Muawiyah sampai dia meninggal dunia di Madinah. Beliau dilahirkan pada bulan Ramadan tahun ke-3 Hijriyah menurut kebanyakan para ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar. Setelah ayah beliau Sayidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu terbunuh, sebagian kaum muslimin membai’at beliau, tetapi bukan karena wasiat dari Ali. Setelah disebutkan bahwa Sayidina Ali bin Abi Thalib ra akan terbunuh mereka berkata kepadanya: “Tentukanlah penggantimu bagi kami”, maka beliau menjawab: “Tidak, tetapi aku tinggalkan kalian pada apa yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam….” Tetapi setelah itu Al-Hasan menyerahkan ketaatannya kepada Mu’awiyah untuk mencegah pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin. Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab As-Shulh dari Imam Al-Hasan Al-Bashri, dia berkata: “Demi Allah Al-Hasan bin Ali ra telah menghadap Mu’awiyah beserta beberapa kelompok pasukan berkuda ibarat gunung”, maka berkatalah ‘Amr bin ‘Ash : “Sungguh aku berpendapat bahwa pasukan-pasukan tersebut tidak akan berpaling melainkan setelah membunuh pasukan yang sebanding dengannya”. Berkata kepadanya Mu’awiyah dan dia demi Allah yang terbaik di antara dua orang : “Wahai ‘Amr ! Jika mereka saling membunuh, maka siapa yang akan memegang urusan manusia?, siapa yang akan menjaga wanita-wanita mereka?, dan siapa yang akan menguasai tanah mereka?” Maka ia mengutus kepadanya (Al-Hasan) dua orang utusan dari Quraisy dari Bani ‘Abdi Syams, Abdullah bin Samurah dan Abdullah bin Amir bin Kuraiz, ia berkata: “Pergilah kalian berdua kepada orang tersebut! Bujuklah dan ucapkan kepadanya serta mintalah kepadanya (perdamaian)” Maka keduanya mendatanginya, berbicara dengannya dan memohon padanya…) kemudian di akhir hadits Al-Hasan bin Ali meriwayatkan dari Abi Bakrah bahwa dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar dan Hasan bin Ali di sampingnya beliau sesaat menghadap kepada manusia dan sesaat melihat kepadanya seraya berkata : “Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid, semoga Allah akan mendamaikan dengannya antara dua kelompok besar dari kalangan kaum muslimin”. Itulah keutamaan Al-Hasan yang paling besar yang dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bersatulah kaum muslimin hingga tahun tersebut terkenal dengan tahun jama’ah. Yang mengherankan justru kaum Syi’ah Rafidlah menyesali kejadian ini dan menjuluki Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu sebagai “pencoreng wajah-wajah kaum mukminin”. Sebagian mereka menganggapnya fasik sedangkan sebagian lagi bahkan mengkafirkannya karena hal itu. Berkata Syaikh Muhibbudin Al-Khatib mengomentari ucapan Rafidlah ini sebagai berikut : “Padahal termasuk dari dasar-dasar keimanan Rafidlah bahkan dasar keimanan yang paling utama adalah keyakinan mereka bahwa Al-Hasan, ayah, saudara dan sembilan keturunannya adalah maksum. Dan dari konsekwensi kemaksuman mereka, bahwa mereka tidak akan berbuat kesalahan. Dan setiap apa yang bersumber dari mereka berarti hak yang tidak akan terbatalkan. Sedangkan apa yang bersumber dari Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma yang paling besar adalah pembai’atan terhadap amiril mukminin Mu’awiyah, maka mestinya mereka pun masuk dalam bai’at ini dan beriman bahwa ini adalah hak karena ini adalah amalan seorang yang maksum menurut mereka. Tetapi kenyataannya mereka menyelisihi imam mereka sendiri yang maksum bahkan menyalahkannya, menfasikkannya, atau mengkafirkannya. Sehingga terdapat dua kemungkinan : Pertama, mereka berdusta atas ucapan mereka tentang kemaksuman dua belas imam, maka hancurlah agama mereka (agama Itsna ‘Asyariyyah). Kedua, mereka meyakini kemaksuman Al-Hasan, maka mereka adalah para pengkhianat yang menyelisihi imam yang maksum dengan permusuhan dan kesombongan serta kekufuran. Dan tidak ada kemungkinan yang ketiga. Adapun Ahlus Sunnah yang beriman dengan kenabian “kakek Al-Hasan” shallallahu ‘alaihi wa sallam berpendapat bahwa perdamaian dan bai’at beliau kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu bukti kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan amal terbesar Al-Hasan serta mereka bergembira dengannya kemudian menganggap AlHasan yang memutihkan wajah kaum mukminin. Demikianlah khilafah Mu’awiyah berlangsung dengan persatuan kaum muslimin karena Allah Subhanahu wa Ta ‘ala dengan sebab pengorbanan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu yang besar, yang demi Allah dia lebih berhak terhadap khilafah daripada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Arabi dan para ulama. Semoga Allah meridlai para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahun ke-10 masa khilafah Mu’awiyah meninggallah Al-Hasan radhiyallahu `anhu pada umur 47 tahun. Dan ini yang dianggap shahih oleh Ibnu Katsir, sedangkan yang masyhur adalah 49 tahun. Wallahu A’lam bish-Shawab. Ketika beliau diperiksa oleh dokter, maka dia mengatakan bahwa Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu meninggal karena racun yang memutuskan ususnya. Namun tidak diketahui dalam sejarah siapa yang membunuhnya. Adapun ucapan Rafidlah yang menuduh pihak Mu’awiyah sebagai pembunuhnya sama sekali tidak dapat diterima sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi dengan ucapannya : “Kami mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin karena dua hal : Pertama, bahwa dia (Mu’awiyah) sama sekali tidak mengkhawatirkan kejelekan apapun dari Al-Hasan karena beliau telah menyerahkan urusannya kepada Mu’awiyah. Kedua, hal ini adalah perkara ghaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka bagaimana mungkin menuduhkannya kepada salah seorang makhluk-Nya tanpa bukti pada zaman yang berjauhan yang kita tidak dapat mudah percaya dengan nukilan seorang penukil dari kalangan pengikut hawa nafsu (Syi’ ah). Dalam keadaan fitnah dan Ashabiyyah, setiap orang akan menuduh lawannya dengan tuduhan yang tidak semestinya, maka tidak mungkin diterima kecuali dari seorang yang bersih dan tidak didengar darinya kecuali keadilan.” Semoga Allah merahmati Al-Hasan bin Ali ra. dan meridlainya dan melipatgandakan pahala amal dan jasa-jasanya, dan semoga Allah menerimanya sebagai syahid. Amiin. Sayyidina Hasan memiliki 11 orang anak, mereka adalah: 1. Zaid, 2. Hasan,dan ibunya bernama Khaulah binti Manshur Al-Fazariyah, 3. Al-Qasim, 4. Abu Bakr, 5. Abdullah, yang kelimanya terbunuh bersama pamannya Husain bin Ali ra.di Thuff, yaitu daerah pesisir Kufah dari jalan darat yang didalamnya terjadi pembunuhan Husain bin Ali ra. 6. ‘Amru, 7. Abdurrahman, 8. Hasan yang dijuluki dengan Al-Asyram, 9. Muhammad, 10. Ya’qub, 11. Ismail.
Posted on: Sat, 21 Sep 2013 05:13:35 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015