Nas Bacaan : Lukas 14: 25-33 Nas Khotbah : Lukas 14: 25-33 Tema : - TopicsExpress



          

Nas Bacaan : Lukas 14: 25-33 Nas Khotbah : Lukas 14: 25-33 Tema : “MELEPAS MILIK UNTUK MENGIKUT TUHAN” Saudara-saudara yang terkasih, ada orang yang mengatakan bahwa zaman sekarang segala sesuatu dapat “dipoles”. Bahkan hal ini sudah menjadi sebuah budaya, sehingga sesuatu itu kelihatan lebih baru, lebih baik, lebih indah, lebih cantik, dan sebagainya. Pokoknya kelihatan lebih dari pada keadaan yang sebenarnya. Misalnya saja, sebuah rumah yang tadinya kelihatan ‘kampungan’, dengan seketika dapat diubah menjadi rumah ‘gedongan’, hanya dengan polesan. Dulu rumah cuma dilabur atau dikapur putih saja. Tetapi sekarang rumah sudah dapat dicat dengan cat tembok sehingga kelihatan lebih indah. Warnanya juga bermacam-macam. Mau warna hijau, boleh. Itu pun masih dapat dipilih lagi. Ada warna hijau rumput, ada hijau lumut. Ada hijau muda, ada pula yang hijau tosca. Kejelekan tembok juga bisa ditutupi hingga tidak sedikit pun kelihatan. Itu perkara yang gampang! Tinggal diplester, atau dilapis dengan keramik. Pasti tembok atau dinding rumah akan kelihatan lebih indah. Tidak hanya rumah saja yang dapat dipoles menjadi lebih indah, cantik dan mewah. Apalagi wajah nona dan nyonya. Ada masker yang berkhasiat untuk menghaluskan keriput, sehingga wajah yang sudah tua dapat kelihatan lebih muda lagi. Ada foundation yang berfungsi untuk menutupi pori-pori wajah, sehingga kelihatan lebih mulus. Ada rouche untuk membuat pipi menjadi lebih berisi. Ada eye shadow untuk membuat mata kelihatan lebih lentik. Pokoknya, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, semuanya bisa dipoles. Bermacam-macam polesan sudah dikenal dalam kehidupan kita sekarang. Bahasa juga sekarang ini dapat dipoles, sehingga kedengarannya lebih halus dan bagus, meskipun arti dan tujuannya tetap sama. Misalnya orang-orang yang tidak memiliki rumah sehingga harus tidur diemperan toko, dulunya disebut gelandangan. Tapi sekarang pemerintah menyebutnya tuna-wisma supaya kedengaran lebih halus. Beberapa tahun yang lalu di Irian Jaya terjadi bahaya kelaparan, tetapi menurut DPR itu hanyalah rawan pangan. Ketika harga BBM (Bahan Bakar Minyak) naik dan menjadi semakin mahal, maka istilah yang dipakai pemerintah bukanlah harga naik, melainkan harga disesuaikan. Orang buta huruf, disebut tuna aksara. Dan masih banyak lagi istilah-istilah lain yang dimunculkan untuk menutupi sebuah keadaan yang pada hakikatnya sudah semakin jelek. Ketidakmampuan untuk memperbaiki sebuah kenyataan, maka yang dapat dilakukan hanyalah memoles kenyataan agar kelihatan lebih baik. Tidak hanya budaya “poles” yang dapat kita saksikan sekarang ini. Ternyata juga kehidupan manusia sekarang yang yang sudah terjatuh pada sikap memasang “merek” yang bagus. Artinya, bersembunyi di balik merek atau nama-nama yang kelihatannya lebih baik dan bagus, sehingga membuat banyak orang terkecoh. Sedangkan isi yang sebenarnya tidaklah seperti itu. Memang pada dasarnya semua merek yang kita lihat atau dengar pasti bagus. Jarang ada yang memilih merek yang tidak bagus. Lihat saja merek produk atau nama perusahaan dan badan apa pun, semuanya pasti memilih nama yang bagus. Ada hotel yang diberi nama Hotel Nirwana, tetapi tidak ada Hotel Neraka. Toko lampu bernama Terang Benderang, bukan Gelap Gulita. Koran bernama Sinar Harapan, bukan Putus Harapan. Merek juga berfungsi untuk meyakinkan konsumen sehingga tertarik membeli produknya. Untuk merek mobil dipilihlah nama-nama binatang yang kuat dan dapat berlari cepat, seperti Kijang, Panther, atau Kuda. Mana ada orang yang memberi merek pada mobil buatannya dengan nama Bekicot, atau Penyu. Perusahaan pesawat terbang juga memilih nama yang terbaik untuk maskapai penerbangannya, seperti Garuda, atau Merpati. Mana ada perusahaan pesawat terbang yang memilih mereknya dengan nama Kalong, Nyamuk, atau Kelelawar. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana jadinya cara terbang pesawat jika meniru cara terbangnya Kalong, Nyamuk, atau Kelelawar. Pasti tidak ada orang yang mau menaiki pesawat tersebut. Bisa kita bayangkan betapa mengerikan jika kita menaiki pesawat yang terbangnya seperti itu. Itu sebabnya semua merek pasti mencari nama yang bagus. Merek atau nama yang bagus sama sekali tidak salah. Silahkan pikir dan ciptakan merek yang bagus untuk diri anda. Bukankah konsumen juga menyukai merek yang bagus dan indah, sehingga mereka tertarik untuk memakainya? Coba perhatikan, mana ada ibu-ibu atau remaja putri yang sengaja mencari bedak Cap Kulit Badak, atau shampoo Cap Kutu Busuk. Atau mencari lotion untuk luluran dengan merek Cap Putri Jelek. Pasti yang dicari adalah Cap Putri Ayu. Mereka bagus bukanlah persoalan. Yang sering menjadi persoalan adalah jika dari luar bungkus dan mereknya bagus, tetapi apa yang ada di dalamnya jelek. Misalnya, seorang tukang pangkas bermerek Pangkas Rapi, tetapi hasil pangkasannya sembrono. Penjahit itu bermerek Halus, sedangkan hasil jahitannya begitu kasar. Begitu juga dengan maskapai penerbangan yang banyak menjanjikan penerbangan yang nyaman, tenang dan tepat waktu. Namun kenyataannya bagasi sering hilang dan jadwal penerbangan sering sekali terlambat. Atau juga ada armada pengangkutan yang memakai nama Suka Maju, sedangkan dalam kenyataannya lebih sering mogok di tengah jalan. Mengecewakan! Ya, itulah tanggapan banyak orang ketika melihat apa yang menjadi tampilan luar, ternyata tidak sama dengan isi di dalam yang sebenarnya. Mengecewakan jika memang nama atau merek hanyalah sebagai topeng, sedangkan isi di dalamnya jauh dari harapan. Apalagi jika hal ini terjadi dalam kehidupan orang-orang Kristen. Coba kita bayangkan betapa banyak nantinya orang merasa kecewa dengan tindak-tanduk dan perilaku orang-orang Kristen, ketika melihat kenyataan yang berbeda dengan apa yang sering diucapkan. Hidup seperti itu hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Batu sandungan, yang dalam pengertian bahasa aslinya disebut “skandalon”, atau “skandal”. Hal seperti inilah yang sebenarnya ingin diingatkan firman Tuhan dalam ibadah kita hari ini. Tuhan Yesus mencoba dengan tegas mengingatkan orang-orang yang ada di dekat-Nya. Mari kita perhatikan nas bacaan kita hari ini. Nas bacaan dari Injil Lukas 14:25-35, pada dasarnya mengarah pada tema besar, yaitu tentang “harga pemuridan”. Pada saat-saat tertentu dalam pelayanan-Nya, sering terlihat bahwa Tuhan Yesus menantang orang-orang yang ada di dekat-Nya, yaitu para murid dan orang lain yang mengikut Dia dengan perkataan yang kuat dan menenangkan tentang harga kehidupan orang yang menaati dan mengikuti Dia. Dalam perikop kita hari ini, kita dapat melihat latar belakang yang membuat Tuhan Yesus mengajarkan tentang hal ini. Saat itu dikatakan bahwa ada begitu banyak orang tertarik untuk mengikuti-Nya kemana pun Ia pergi. “Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya…” (ay. 25a). Tidak hanya satu atau dua orang yang dikatakan mengikuti perjalanan Tuhan Yesus. Tetapi ada begitu banyak orang. Orang-orang ini sampai digambarkan dengan kata “berduyun-duyun”. Seperti sebuah rombongan besar, atau arak-arakan dalam jumlah yang sangat banyak. Bahkan lebih dari itu lagi. orang-orang yang berjalan mengikut Tuhan ini sepertinya tidak mengenal lelah. Kemana pun Tuhan pergi, mereka selalu ikut berjalan di belakang. Ketika Tuhan singgah di suatu tempat, mereka juga singgah di tempat itu. Ketika Tuhan melanjutkan perjalanan-Nya, mereka juga ikut melanjutkan perjalanannya. Pokoknya benar-benar berjalan mengikut Tuhan. Sepertinya mereka sudah mengambil komitmen untuk meninggalkan apa pun dalam hidupnya, asalkan bisa mengikut Tuhan. Sampai di sini, sungguh mengharukan dan mengagumkan sikap orang tersebut. Keputusan yang diambil oleh mereka itu tidak salah, namun pertanyaannya adalah apa yang membuat mereka mengambil keputusan yang seradikal itu? Memang pasti ada alasan yang sangat kuat keputusan itu diambil, karena mereka pun diserahkan bagi-Nya. Penyerahan diri kepada Yesus sebagai Tuhan adalah sebuah bentuk dedikasi yang tepat, namun dedikasi ini harus dibayar dengan sebuah harga mahal. Para murid ditantang untuk menunjukan dedikasi mereka terhadap Tuhan Yesus, seperti yang tertulis dalam teks ini. Sebagai hamba Tuhan dan murid Kristus kita ditantang untuk mendedikasikan hidup kita hanya kepada Dia. Hal inilah yang dihadapi oleh murid-murid dan untuk mewujudkan dedikasi ini murid-murid harus bayar mahal yakni penyerahan diri. Dalam penjelasan-Nya ini, Tuhan Yesus memberikan dua syarat mutlak bagi seseorang untuk mengikut Dia. Pertama, memikul salibnya. “Barangsiapa tidak memikul salibnya…” (ay. 27a). Hal pertama yang diingatkan Tuhan kepada orang banyak yang mengikut-Nya saat itu adalah tentang “memikul salib”. Seorang teolog berkebanggsaan Jepang, yaitu Kosuke Koyama, pernah bertanya kepada seluruh orang Kristen. Pertanyaannya kira-kira begini: “Mengapa orang Kristen harus memikul salib? Mengapa lambang orang Kristen adalah salib? Mengapa bukan rantang yang berisi beraneka ragam makanan yang menggiurkan, dan punya gagang sehingga mudah untuk menentengnya?” Terasa cukup aneh pertanyaan ini di telinga kita. Mengapa harus salib? Mengapa bukan rantang? Memang Kosuke Koyama kemudian menjawab sendiri pertanyaan yang dipertanyakannya tersebut. Ia berkata bahwa salib adalah sesuatu yang sangat tidak menyenangkan, janggal, memalukan dan berat. Sedangkan rantang adalah sesuatu yang sangat menyenangkan, menarik dan ringan. Dengan memikul salib, kita akan berjalan dengan tersaruk-saruk. Dengan menenteng rantang kita dapat berjalan berlenggang kangkung. Bebas, tanpa ada beban yang membuat perjalanan kita terganggu. Perjalanan yang jauh sekali pun tidak akan terasa melelahkan. Bahkan jika kita merasa letih dan lapar, tinggal membuka rantang dan menyantap makanan yang ada di dalamnya. Sedangkan dengan memikul salib tidak akan ada harapan untuk mendapatkan kesenangan seperti orang yang menenteng rantang. Yang ada hanyalah gambaran penderitaan di depan mata. Memikul salib adalah sesuatu yang sangat ditakutkan oleh banyak orang, terutama oleh orang-orang Yahudi. Menurut penelitian sejarah, ada dugaan bahwa pada saat berusia sebelas tahun, Tuhan Yesus sebenarnya pernah menyaksikan penyaliban massal terhadap dua ribu orang pemberontak di sepanjang jalan. Mereka dihukum karena berusaha menghancurkan gudang persenjataan orang Romawi di Sepphoris, yang berjarak empat mil dari Nazareth. Pada saat itu banyak orang-orang Yahudi berusaha melakukan pemberontakan di bawah pimpinan Yudas, seorang dari Galilea. Pada saat penyaliban itu, orang-orang sudah dapat memahami betapa berat penderitaan yang harus dialami oleh orang yang memikul salib. Memikul salib berarti siap untuk mengalami hal yang paling buruk dikarenakan ketaatan kita kepada Allah. Mungkin itu berupa hambatan atau penolakan, bisa juga fitnah atau penganiayaan. Memikul salib berarti gambaran kesiapan, kesanggupan, dan ke-mau-an seseorang untuk berhadapan dengan berbagai hal yang tidak diinginkan sekali pun. Tidak akan mundur, sebaliknya terus maju memikul salibnya. Kemudian, yang dimaksud Tuhan Yesus dalam perkataan: “memikul salibnya”, berarti seseorang tidak bisa memilih salib mana yang harus dipikulnya. Sebab biasanya seseorang lebih cenderung memilih salib yanglebih ringan dan kecil. Jarang ada orang yang dengan suka rela memikul salib yang besar, berat dan menyakitkan. Tapi, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa hal tentang memikul salib, bukanlah hal memilih salib mana yang harus dipikul. Meskipun salib itu begitu besar, berat dan kasar, jika memang itu yang harus ditanggungka kepada seseorang, maka ia harus memikulnya. Misalnya saja Petrus dan Yakobus, dalam Kisah Para Rasul 12 memperlihatkan bahwa tidak ada kecemburuan, tidak ada penyesalan ketika mereka harus memikul salibnya masing-masing. Mungkin salib yang dipikul Yakobus lebih ringan dari salib yang harus dipikul Petrus. Tapi tidak ada penyesalan. Semua itu mereka tanggung dengan kerelaan hati. Selain hal tersebut, salib yang dipikul oleh setiap orang hendaknya tidak dipahami sebagai tujuan, apalagi kebanggan. Salib adalah harga yang harus dibayar seseorang ketika menjadi murid Tuhan. Sebab, jika kita mengalami penderitaan karena Kristus, maka hendaknya kita tidak perlu membesar-besarkan hal tersebut sebagai sebuah kebanggan. Atau merasa diri lebih hebat dari pada orang lain. Tapi perlu juga diingat, seseorang juga hendaknya tidak menyembunyikan salibnya. Meskipun salib itu memalukan menurut mata dunia, janganlah berusaha menyembunyikan salib yang dipikulnya. “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu” (1 Pet. 4:12-14). Saudara-saudara yang terkasih, hal yang kedua yang diingatkan Tuhan Yesus kepada orang banyak yang mengikuti-Nya adalah “mengikut Dia”. Ya, hanya mengikut Dia, dan hanya Dialah yang layak untuk diikuti. Mengikut Tuhan Yesus berarti mengarahkan pemahaman orang percaya untuk berjalan dibelakangnya. Berjalan di belakang mengandung pengertian mengiringi, menaati, mencintai, menyerahkan diri dan mengabdikan diri. Mengikuti seseorang berarti menyerahkan hidup kepada orang yang diikuti dengan segala akibatnya. Sampai di sini, coba kita renungkan sejenak perjalanan hidup kita yang sering kita katakana mengikut Tuhan. Pertanyaannya adalah, “Sudahkah kita benar-benar mengikut Tuhan? Atau, Tuhan kita paksa untuk mengikut kita?” Mengikut Tuhan Yesus memang pasti membawa dampak atau akibat dalam kehidupan orang tersebut.hidup kita pasti akan berubah dan perubahan itu tergantung dari siapa yang kita ikuti. Demikian juga halnya, jika kita mengikuti dan berjalan di belakang Tuhan Yesus, maka kita juga harus berubah mengikuti hidup Tuhan Yesus. Karena memang Tuhan Yesus memiliki gaya hidup yang sungguh unik, yaitu gaya hidup untuk memberi, bukan untuk mempunyai atau mendapatkan sesuatu. Coba perhatikan perjalanan hidup Tuhan Yesus. Ia tidak mendasarkan hidupnya pada prinsip “mempunyai” atau “sudah punya”. Sebaliknya Tuhan Yesus memberikan sebuah teladan ukuran hidup, yaitu “memberi” atau “melepas”. Dalam keempat kitab Injil dapat ditemui gaya hidup Tuhan Yesus yang seperti ini. Kepada orang-orang yang terbuang dari masyarakat, Ia memberi penerimaan dan pengakuan. Kepada orang yang berdosa, Ia memberi pengampunan. Hidup Tuhan Yesus tidak diisi dengan kesibukan untuk mempunyai banyak hal, tetapi Ia mengisi hidup-Nya dengan kesibukan memberi atau melepaskan sesuatu kepada banyak orang. Singkatnya, Tuhan Yesus mengukur hidup bukan dengan ukuran bagaimana mendapat faedah atau arti untuk hidup-Nya sendiri. Melainkan bagaimana memberi faedah dari hidup-Nya sendiri. Oleh karena itu, mau tidak mau, mengikut Tuhan mengarahkan seseorang untuk mengubah apa yang paling diutamakannya dalam kehidupannya, lalu belajar memahami apa yang diutamakan Tuhan. Sungguh janggal rasanya jika seseorang berjalan mengikut Tuhan, namun gaya hidupnya sama saja seperti sebelum mengikut Tuhan. Hanya saja perlu dipahami bahwa perubahan yang dimaksud dalam mengikut Tuhan bukanlah sebuah paksaan yang harus dilakukan. Tuhan tidak pernah memaksa manusia untuk mengikut Dia dan berubah karena Dia. Tuhan hanya mengajak kita berubah. Sama seperti ketika Ia mengajak kita berjalan di belakang-Nya dan mengikut Dia. Memikul salib dan mengikut Dia adalah rangkuman gaya hidup yang diperlihatkan Tuhan. Itu sebabnya dalam ay. 33, Tuhan berkata, “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Mari kita renungkan sejenak apa yang dikatakan Tuhan dalam ayat ini. Sepertinya secara radikal Tuhan Yesus mengingatkan dan mengajak orang banyak tersebut untuk melepaskan dirinya dari segala miliknya. Tapi benarkah demikian? Apakah Tuhan Yesus menganjurkan agar para pengikut-Nya hidup dalam kemiskinan, karena tidak memiliki apa pun? Tunggu dulu! Kalimat ini sebenarnya bukan berarti seseorang harus membenci apa pun yang ada dalam dirinya, atau menganggap negatif hal-hal yang jasmani. Namun yang dimaksud Tuhan adalah agar seseorang mampu menempatkan dengan benar hal tentang kepemilikannya akan sesuatu dengan komitmennya kepada Tuhan. Sehingga ketika ia menyatakan ingin menjadi murid Kristus, maka tidak akan ada lagi yang akan menghalangi hidupnya. Sebab, hal tentang mengikut Tuhan bukanlah perkara yang mudah. Bukan sebatas memakai nama atau merek sebagai orang Kristen yang mengikut Tuhan. Itu tidaklah cukup! Mengikut Tuhan penuh dengan tantangan yang sulit, sehingga untuk dapat melewati berbagai tantangan tersebut, maka seseorang harus benar-benar fokus dan bersiap. Jangan lagi mengikatkan diri kepada berbagai hal-hal yang lain. Seperti seorang pendaki gunung yang akan mendaki sebuah gunung yang tinggi. Sebelum mendaki ia harus benar-benar mempersiapkan dirinya. Ia harus mempersiapkan bekal dan keperluan hanya untuk pendakian. Meskipun ia memiliki banyak deposito di bank, tidak mungkin ia membawa surat deposito tersebut dalam pendakiannya. Tidak ada gunanya! Begitu jugalah dengan mengikut Tuhan. Saudara-saudara yang terkasih, kedua hal tadi jika kita lakukan dengan benar menurut maksud Tuhan, pasti akan menolong kita untuk memahami menjadi hamba Tuhan adalah sebuah penyerahan diri total kepada Dia yang adalah Tuhan atas hidup kita. Hal ini jugalah yang akan menolong kita untuk tekun menaati panggilan-Nya bagi kita. Ketika kita mendapatkan panggilanNya, kita jangan pernah menyianyiakan kesempatan yang sudah Dia berikan untuk kita, karena sedikit sekali orang-orang yang Tuhan pilih dan panggil untuk melayani-Nya dan melakukan tugas dan tanggung jawab yang mulia ini sebab kita akan menikmati hasil yang telah Tuhan sediakan bagi kita jika kita mau sungguh-sungguh, berusaha, dan bekerja keras untuk mengerjakan panggilan Tuhan ini, agar kita juga layak disebut sebagai seorang hamba. Amin
Posted on: Sat, 05 Oct 2013 06:41:43 +0000

Trending Topics



v class="sttext" style="margin-left:0px; min-height:30px;"> Our tax money goes only to War, Oil and the salaries of congress.
We are looking for a qualified web developer/computer programming
THEY WENT TO RESCUE PEOPLE BUT DECIDED TO RESCUE MONEY ,EXPENSIVE
Didier Drogba is looking forward to a fairytale return to Stamford

Recently Viewed Topics




© 2015