ORANG-ORANG PINTAR INDONESIA: PADA KEMANA? Anak muda yang - TopicsExpress



          

ORANG-ORANG PINTAR INDONESIA: PADA KEMANA? Anak muda yang bersekolah di SMA atau sederajat sering mendapatkan prestasi dari The International Chemistry Olympiad, International Physics Olympiad, International Mathematical Olympiad, keikutsertaan International Conference of Young Scientists (ICYS), kontes robot internasional dan lainnya dari tahun ke tahun. Prestasi ini sangat membanggakan yang mendorong pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyatakan, Tradisi untuk menghargai pelajar yang berprestasi harus kita bangun. Sesuai dengan komitmen Presiden, pelajar yang berprestasi di tingkat nasional maupun internasional diberi beasiswa untuk terus melanjutkan pendidikan setinggi mungkin, seusai pembukaan Konferensi Internasional Ilmuwan Muda atau International Conference of Young Scientists (ICYS) Ke-17 di Sanur, Bali, Selasa (13/4/2010). Tapi perlu diingat pernyataan itu belum terbukti. Karena apa? Banyak prestasi siswa kita kurang dihargai oleh hampir semua stakeholder, terbukti banyak siswa/mahasiswa yang berprestasi jsutru diberi beasiswa oleh negara asing. Ketika mereka diberi beasiswa oleh asing maka wajar kalau kemudian mereka mengabdi pada negara yang memberi beasiswa. Ini merupakan bentuk return on invesntment. Belum lagi kelau mereka tidak punya biaya, bisa diyakini mereka tidak bisa melanjutkan kuliah. Kalau sudah begini berakibat banyak orang potensial tidak tergarap. Bahkan orang yang jelas-jelas potensial tidak diparesiasi dan dipakai oleh negeri ini. Seperti kasus berikut ini yang dikutip dari sebuah website: Setiap tahunnya telah tercatat sekian juta tenaga kerja Indonesia yang terhitung cukup potensial melakukan eksodus ke luar negeri demi meraup dollar yang sangat menggiurkan. Tidak hanya sebatas TKI pembantu rumah tangga saja, namun juga tenaga medis, guru dan dosen, konsultan dan arsitek. Barangkali kepergian mereka ke luar negeri tidaklah begitu terasa sehingga menjadi perhatian kita semua karena mereka juga menghasilkan devisa bagi negara. Tetapi apabila yang eksodus ke luar negeri adalah siswa dan pelajar cerdas dan jenius kita yang notabene adalah generasi brilian kita dan SDM kualitas super, maka sanggupkah kita menutup mata dan tak hiraukan mereka? Para Doktor, Insinyur, Dosen dan kaum cerdik pandai ternyata lebih memilih Negara lain sebagai tempat belajar dan bekerja mengabdikan ilmunya. Di antara mereka bahkan ada yang berhasil meraih gelar prestisius seperti termuat dalam postingan saya sebelumnya : Dr Yanuar Nugroho terpilih sebagai staf akademik terbaik universitas Manchester, dan Irwandi Jaswir peraih anugerah saintis muda Asia Pasifik 2009. Nah, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut bukan mustahil Indonesia akan semakin tertinggal jauh dengan Negara lain termasuk Negara tetangga terdekat seperti Singapura dan Malaysia. Pernyataan yang lebih serius beriktu ini: Salah satu fenomena yang menonjol itu adalah semakin kuatnya kecenderungan orang pintar Indonesia yang mendapat gelar doktor dari luar negeri, memilih tinggal dan bekerja di luar negeri. Mereka adalah doktor-doktor terbaik lulusan Yale, Cranfield, Stanford, MIT dan lain-lain. Umumnya mereka bergelut di bidang ilmu eksakta dan engineering seperti teknik, fisika, matematika komputer, dan sejenisnya. Tahun 2007 saja sekitar 20-an doktor Indonesia lulusan luar negeri memilih bekerja di Malaysia, 3 orang bekerja di Brunei, dan sekitar 5 orang di Singapura. Setiap tahun Depdinkas dibanjiri permintaan para doktor yang sudah selesai ikatan dinas untuk diizinkan bekerja di luar negeri. Padahal untuk “mencetak” seorang doktor di perguruan tinggi bergengsi di luar negeri, biaya yang dibutuhkan lebih dari $30 ribu per tahun. Apa Penyebabnya? Banyak penyebab, mereka memilih pindah dari Indonesia? Pertama : Tantangan Pengembangan Ilmu. Saat ini sudah tidak ada lagi industri strategis (seperti pesawat terbang, INKA, PAL, dll) yang bisa mengembangkan ilmu murni dan ilmu terapan. Tanpa ada wahana untuk pengambangan ilmu. Belum lagi kalau melihat banyak laboratorium ilmu dasar dan ilmuj terapan (di PT atau PUSPITEK) mangkrak, ada gedungnya tetapi tidak ada aktivitasnya. mereka yang butuh situasi kerja yang benar-benar membawa tantangan. Para calon ilmuwan dan ilmuwan hanya menginginkan agar ilmu yang didapatkan benar-benar dapat didayagunakan secara optimal. Negara luar, sepert Malaysia dan negara lain, mampu menghadirkan hal tersebut. Salah satunya adalah Malaysia saat ini telah mengembangkan Pusat Biotech Valley di Petaling Jaya, Kuala Lumpur, semacam Silicon Valley di Amerika Serikat. Indonesia juga terancam kehilangan generasi cerdas dan brilian, karena sebagian besar anak-anak cerdas peraih penghargaan olimpiade sains internasional memilih menerima tawaran belajar dari berbagai universitas di luar negeri, terutama Singapura. Kedua, Finansial. Banyak orang pintar dan pandai di Indonesia kere dalam ranah harta. Sementara agar ilmu berkembang memerlukan dana yang banyak. Begitupula ketika ada calon mahasiswa yang memiliki prestasi internasional juga ditelantarkan. Pemerintah selama ini hanya memberikan fasilitas masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes dan siswa bersangkutan dijanjikan akan diberikan beasiswa. Sementara Singapura lebih agresif dengan memburu siswa-siswa brilian ke sejumlah sekolah di Indonesia lewat agen yang tersebar di sejumlah kota, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Siswa-siswa brilian itu dijanjikan fasilitas yang menggiurkan. Selain beasiswa, siswa cerdas juga ditawari subsidi biaya kuliah (tuition grant) dari Pemerintah Singapura sebesar 15.000 dollar Singapura (sekitar Rp 112,5 juta per tahun), atau pinjaman bank tanpa agunan untuk biaya kuliah. Jika siswa mengambil pinjaman bank, cicilan pinjamannya dibayar setelah mereka bekerja. Dan mereka harus mengabdi di negeri yang memberi beasiswa. Kalau sudah begini mereka lebih suka berada di luar negeri daripada Indonesia. Ada kritik menarik dari acara Rossy di Global TV yang menghadirkan BJ. Habibie menyatakan ada kesiapan dari orang-orang pintar yang masih di luar negeri untuk mengabdi kembali ke Indonesia selama ada keinginan dan tindakan nyata dari Presiden SBY dan Stafnya. Bagaimana Pak Presiden? Wallahu Alam. Sekitar 250-300 siswa cerdas Indonesia setiap tahun pergi ke Singapura untuk kuliah di perguruan tinggi seperti Nanyang Technological University, National University of Singapore, dan Singapore Management University. Dari total pelajar dan mahasiswa Indonesia di Singapura sebanyak 18.341 orang, sekitar 5.448 orang di antaranya sedang mengambil S-1, S-2, dan S-3 di berbagai program studi. Singapura menargetkan merekrut 150.000 mahasiswa asing hingga tahun 2015. Harus ada kebijakan terobosan untuk mempertahankan siswa-siswa cerdas dan brilian tetap menjadi aset Indonesia. Mereka memang perlu mengembangkan ilmu ke berbagai universitas terkemuka di dunia, namun harus diciptakan kondisi yang mendukung agar mereka bergairah kembali ke Tanah Air untuk mengabdikan ilmunya untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Posted on: Sat, 09 Nov 2013 15:28:09 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015