PENCARIAN MANUSIA AKAN ALLAH: Agama—Bagaimana Asal Mulanya? - TopicsExpress



          

PENCARIAN MANUSIA AKAN ALLAH: Agama—Bagaimana Asal Mulanya? (bag-03.06) Setelah bertahun-tahun bergumul dengan persoalan ini, sekarang banyak orang berkesimpulan bahwa tampaknya mustahil akan ada terobosan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tentang asal usul agama. Karena banyak teori gagal memberikan jawaban yang benar-benar memuaskan, bukankah sekarang sudah waktunya untuk menguji kembali asumsi yang mendasari penelitian-penelitian ini? - Sebaliknya dari mengerahkan upaya tanpa hasil dalam alur yang itu-itu terus, tidakkah masuk akal untuk mencari jawabannya di tempat lain? Jika kita mau berpikiran terbuka, kita akan setuju bahwa tindakan itu masuk akal dan ilmiah. Malah, ada contoh yang membantu kita melihat mengapa tindakan tersebut perlu. SIMAK, https://facebook/notes/adien-trang-kursus-alkitab/pencarian-manusia-akan-allah-agamabagaimana-asal-mulanya-bag-03/443406239035444 -------------- PENCARIAN MANUSIA AKAN ALLAH: Agama—Bagaimana Asal Mulanya? bag-03 - Dasar yang Salah 16 Setelah bertahun-tahun bergumul dengan persoalan ini, sekarang banyak orang berkesimpulan bahwa tampaknya mustahil akan ada terobosan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tentang asal usul agama. Pertama-tama, alasannya adalah tulang-tulang dan peninggalan bangsa-bangsa kuno tidak memberi tahu kita tentang cara berpikir orang-orang tersebut, apa yang mereka takuti, atau mengapa mereka menyembah sesuatu. Kesimpulan apa pun yang ditarik berdasarkan temuan-temuan arkeologis ini paling-paling merupakan perkiraan ilmiah belaka. Kedua, kebiasaan agama orang-orang dewasa ini yang disebut primitif, seperti orang Aborigin Australia, tidak selalu menjadi tolok ukur yang dapat diandalkan untuk memperkirakan apa yang dilakukan dan dipikirkan orang-orang zaman dulu. Tidak seorang pun mengetahui dengan pasti apakah atau bagaimana caranya kebudayaan mereka berubah dari abad ke abad. 17 Karena semua ketidakpastian ini, buku World Religions—From Ancient History to the Present menyimpulkan bahwa ”para sejarawan agama dewasa ini tahu bahwa mereka tidak mungkin mengetahui asal usul agama”. Namun, sehubungan dengan upaya para sejarawan, buku itu menyatakan, ”Di masa lalu, terlalu banyak teoretikus tidak sekadar ingin melukiskan atau menjelaskan agama tetapi mendiskreditkannya, dengan anggapan bahwa jika bentuk-bentuk awalnya ternyata didasarkan atas khayalan, agama-agama yang belakangan dan lebih maju dapat dianggap tidak penting.” 18 Komentar terakhir tadi memberi kita petunjuk tentang mengapa berbagai peneliti ”ilmiah” mengenai asal usul agama tidak dapat menemukan penjelasan yang dapat dipertahankan. Secara masuk akal, kesimpulan yang benar hanya dapat diperoleh berdasarkan asumsi yang benar. Jika seseorang memulai dengan asumsi yang salah, ia tidak mungkin akan mencapai kesimpulan yang benar. Kegagalan yang terus-menerus dialami para peneliti ”ilmiah” untuk memperoleh penjelasan yang masuk akal menimbulkan keraguan yang besar terhadap asumsi yang mendasari pandangan mereka. Dengan mengikuti konsep yang sudah mereka miliki, dalam upaya ’mendiskreditkan agama’ mereka mencoba mendiskreditkan Allah. 19 Keadaan ini dapat disamakan dengan berbagai cara yang digunakan oleh para astronom sebelum abad ke-16 untuk mencoba menjelaskan peredaran planet-planet. Ada banyak teori, tetapi tidak satu pun benar-benar memuaskan. Mengapa? Karena teori-teori tersebut didasarkan atas asumsi bahwa bumi adalah pusat alam semesta yang dikitari oleh bintang-bintang serta planet-planet. Kemajuan yang nyata baru dihasilkan setelah para ilmuwan—dan Gereja Katolik—mau menerima fakta bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta tetapi berputar mengelilingi matahari, pusat tata surya. Karena banyak teori gagal menjelaskan fakta-fakta tersebut, pribadi-pribadi yang berpikiran terbuka tidak berupaya menyodorkan teori-teori baru, tetapi menguji kembali asumsi yang mendasari penelitian mereka. Dan, hal ini mendatangkan sukses. 20 Prinsip yang sama dapat diterapkan untuk meneliti asal usul agama. Karena munculnya ateisme dan diterimanya teori evolusi secara luas, banyak orang beranggapan bahwa Allah tidak ada. Berdasarkan asumsi ini, mereka merasa bahwa penjelasan mengenai keberadaan agama harus dicari dalam diri manusia itu sendiri—dalam proses berpikirnya, kebutuhannya, ketakutannya, ”kelainan mental”-nya. Voltaire mengatakan, ”Jika Allah tidak ada, kita perlu menciptakan dia.” Jadi, mereka berpendapat bahwa manusia telah menciptakan Allah.—Lihat kotak, halaman 28. 21 Karena banyak teori gagal memberikan jawaban yang benar-benar memuaskan, bukankah sekarang sudah waktunya untuk menguji kembali asumsi yang mendasari penelitian-penelitian ini? Sebaliknya dari mengerahkan upaya tanpa hasil dalam alur yang itu-itu terus, tidakkah masuk akal untuk mencari jawabannya di tempat lain? Jika kita mau berpikiran terbuka, kita akan setuju bahwa tindakan itu masuk akal dan ilmiah. Malah, ada contoh yang membantu kita melihat mengapa tindakan tersebut perlu. ------------- [Pertanyaan Pelajaran] 16. Mengapa penelitian selama bertahun-tahun tidak dapat memberikan penjelasan tentang asal usul agama? 17. (a) Apa yang diketahui para sejarawan agama dewasa ini? (b) Sewaktu menganalisis agama, tampaknya apa yang terutama ingin dilakukan oleh banyak teoretikus? 18. (a) Mengapa banyak peneliti tidak berhasil menjelaskan asal usul agama? (b) Tampaknya, apa tujuan sebenarnya para peneliti ”ilmiah” agama? 19. Apa prinsip dasar di balik suksesnya penelitian ilmiah? Lukiskan. 20. (a) Apa asumsi keliru yang mendasari penelitian ”ilmiah” mengenai asal usul agama? (b) Menurut Voltaire, hal mendasar apa yang perlu dilakukan? 21. Kesimpulan yang masuk akal apa dapat kita tarik dari kegagalan banyak teori mengenai asal usul agama? SIMAK BAGIAN KE-4 https://facebook/notes/adien-trang-kursus-alkitab/agamabagaimana-asal-mulanya-bag-04/443415899034478
Posted on: Fri, 09 Aug 2013 03:32:52 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015