PROFIL TEMPAT PASTORAL SEMINARI SANTO YUDAS THADEUS - TopicsExpress



          

PROFIL TEMPAT PASTORAL SEMINARI SANTO YUDAS THADEUS LANGGUR Sejarah Seminari Menengah Santo Yudas Thadeus Langgur Ulasan tentang suatu lembaga gerejani di wilayah pastoral Keuskupan Amboina senantiasa membantu memperkaya wawasan dan pemahaman dimensi historis dari lembaga tersebut. Untuk itulah saya tertarik untuk menelaah segi sosio-historis dan pastoral adanya lembaga pendidikan dan pembinaan calon imam: Seminari Menengah Santo Yudas Thadeus (SYT) Langgur. Bahwa adanya seminari menengah SYT Langgur ini tidak terlepas dari usaha misi Gereja yang dirintis oleh para misionaris asal negeri Belanda yang mempunyai kehendak baik untuk memajukan Umat Allah di bumi Kepulauan Kei pada khususnya dan Umat Allah Keuskupan Amboina pada umumnya, terutama dalam bidang pendidikan dan pembinaan bagi para calon imam. Uskup Yohanes Aerts MSC dan para misionaris lainnya merupakan Bapa Pendiri dari adanya seminari menengah SYT Langgur. Misionaris Memikirkan Pendidikan dan Pembinaan bagi Calon Imam Pribumi Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada tanggal 1 Januari 1904, Serikat Yesuit—yang diwakili oleh para imam Yesuit—telah menyerahkan misi di Pulau-Pulau Kei (Kei Besar dan Kei Kecil) kepada Tarekat MSC. Serah terima pelayanan misi tersebut disertai juga dengan ditingkatkannya daerah misi menjadi “Prefek Apostolik” dengan Pastor Dr. Mathias Neyens MSC menjadi Prefek Apostolik pertama. Beberapa tahun kemudian, tepatnya dalam tahun 1920, Prefek Apostolik itu ditingkatkan menjadi “Vikariat Apostolik” dengan Mgr. Johannes Aerts MSC sebagai Vikaris Apostolik pertama. Karya misi akhirnya mulai dijalankan dengan baik, karena Mgr. Johannes Aerts MSC telah dibantu oleh cukup banyak para misionaris baik para imam, para bruder dan para suster. Bahkan tenaga misi mulai bertambah tatkala pada tahun 1927, Mgr. Johannes Aerts MSC telah membentuk Tarekat Suster-Suster Maria Mediatrix (TMM) dan Tarekat Bruder-Bruder Hati Kudus. Dalam konsep misinya pun, Mgr. Johannes Aerts MSC telah berpikir tentang pendidikan putera-putera Maluku/pribumi untuk menjadi imam. Pemikiran yang baik dan mulia dari Mgr. Johannes Aerts MSC tersebut untuk pertama kalinya disampaikan di hadapan para misionaris lainnya pada saat diadakannya Konferensi Uskup Johannes Aerts MSC bersama para pastor di Langgur pada tahun 1924. Buah pemikiran dari Uskup akhirnya ditanggapi dengan gembira oleh Pater van den Bergh MSC. Dan, Pater van den Bergh MSC saat itu memberikan ajakan seperti tertulis dalam laporan konferensi itu: “Memperhatikan perkembangan sampai sekarang, mengingat juga harapan Sri Paus, maka saya berpendapat bahwa sudah tiba waktunya untuk mengusahakan penyempurnaan misi kita dalam suatu cara lain. Sudah dengan secukupnya kita usahakan ‘Dinas Militer Umum’, maka kini tiba waktunya untuk mulai mengusahakan suatu kader pribumi, membina orang perwira, seorang jendral dan komandan, yang tidak membutuhkan kita lagi dan dapat mengatur, mempertahankan, bahkan mengembangkan lebih lanjut segala urusan gerejani sendiri. Sejak dulu Gereja yang Kudus senantiasa ingin dan menyuruh untuk membentuk klerus pribumi… Umat Kei sungguh berminat religius dan setia menuruti perintah-perintah. Sejak dulu, menurut adat yang dikenal, diakui dan dihormati jabatan imam, dan saya tidak menyangsikan bahwa, atas cara yang sama mereka akan juga menyegani seorang imam Roma Katolik pribumi….” Apakah kedua Gembala Gereja tersebut sungguh-sungguh memikirkan tentang dibukanya sebuah lembaga pendidikan dan pembinaan calon imam, yang lazim dikenal dengan sebutan “seminari”? Entahlah, tapi per se seseorang yang hendak menjadi imam harus melalui tahapan pendidikan dan pembinaan di seminari. TO BE CONTINUE…
Posted on: Wed, 20 Nov 2013 03:40:12 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015