Peneliti : Kenaikan Harga BBM Untungkan Perusahaan Asing Minggu, - TopicsExpress



          

Peneliti : Kenaikan Harga BBM Untungkan Perusahaan Asing Minggu, 23 Juni 2013 | 11:59 WIB - Penulis : Farid Assifa SURABAYA, KOMPAS — Peneliti dan Direktur Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) Jakarta M Aminudin berpendapat, kenaikan harga BBM 2013 akan menguntungkan perusahaan minyak asing. "Saat ini, SPBU asing sepi pengunjung karena harganya lebih mahal dibandingkan dengan BBM di SPBU Pertamina, seperti Shell (Belanda) dan Total (Prancis), bahkan Petronas (Malaysia) gulung tikar lebih dahulu," katanya di Surabaya, Minggu (23/6/2013). Menurut alumnus FISIP Unair Surabaya itu, dengan kenaikan harga BBM yang dioperatori Pertamina hingga mendekati harga milik SPBU asing pasti SPBU milik asing Shell dan Total akan ramai pembeli. "Itu belum lagi banyaknya perusahaaan minyak asing yang menguasai hulu perminyakan di Indonesia, seperti Chevron, Exxon Mobile, Caltex, Shell, dan British Petroleum. Sekitar 85 persen industri minyak kita dikuasai sektor asing," katanya. Oleh karena itu, kata dia, agenda terselubung dari siapa yang diuntungkan di balik makin mahalnya BBM adalah perusahaan minyak asing yang bercokol di republik ini. "Jadi, tidak benar apa yang menjadi alasan kenaikan harga BBM seperti disebutkan dalam iklan yang ditayangkan di berbagai TV nasional, yakni pembengkakan APBN dan subsidi 85 persen salah sasaran," katanya. Ia menyebut alasan pembengkakan APBN itu ganjil karena kenaikan harga BBM kali ini justru terjadi di tengah harga minyak pasaran internasional (NYMEX) sedang merosot akibat melimpahnya lumbung minyak di Amerika. "Saat ini (2013), harga minyak di pasaran intenasional telah merosot ke kisaran rata-rata 92 dollar per barrel. Banyak negara justru sedang menurunkan harga BBM, termasuk Jordania. Pemerintah Jordania baru saja bulan Juni ini mengumumkan penurunan harga BBM sebesar 3-5 persen karena penurunan harga global," katanya. Terkait dengan alasan subsidi 85 persen salah sasaran juga ganjil karena subsidi itu diberikan dengan dana utang selama dua tahun dengan tanggal penutupan pada 30 Juni 2014, menurut dia, bukan dari dana hasil pemangkasan subsidi BBM. "Jadi, program keluarga harapan, raskin, atau beasiswa untuk keluarga miskin dan juga kompensasi kenaikan harga BBM itu bersumber dari utang luar negeri, bukan dari pemangkasan subsidi BBM," kata Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI (2005) dan Tenaga Ahli DPR RI periode 2008-2009 itu. Ia mengatakan bahwa pemerintah juga berusaha menutupi kenyataan peningkatan pemasukan dari sektor migas bersamaan dengan meningkatnya subsidi. Ketika subsidi BBM terus meningkat, lanjut dia, penerimaan negara dari sektor migas justru meningkat. "Pada tahun 2005, penerimaan migas baru mencapai Rp 138,9 triliun, kemudian pada tahun 2010 penerimaan menjadi Rp 220 triliun, lalu pada ahun 2012 penerimaan migas mencapai Rp 265,94 triliun. Jadi, kenaikan BBM kali ini banyak mengidap ’cacat akuntabilitas’ pengelolaan uang negara," katanya. Realita sesungguhnya, menurut dia, justru kenaikan harga BBM berkorelasi pada rakyat bawah makin sengsara karena harga lain yang ikut meroket dan membuat kalangan kaya yang ada di birokrasi dan pejabat makin makmur karena kenaikan gaji dan tunjangan yang pasti juga akan dinaikkan berlipat dengan alasan penyesuaian. Sebelumnya, Sabtu (22/6/2013), Mendikbud Mohammad Nuh saat membagikan kartu penerima setoran BLSM di Kantor Pos Surabaya, Jalan Kebon Rojo, menegaskan bahwa bantuan itu hendaknya tidak dikaitkan dengan politik, bahkan pemerintah memutuskan penandatangan kartu itu adalah Kepala Bappenas nonparpol agar tidak "dimanfaatkan" kepentingan politis. "Jadi, ada dua yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Pemberian BLSM atau cash transfer adalah wujud yang jangka pendek karena kalau mereka yang sudah tua-tua harus bekerja, ya, kasihan," kata mantan Rektor ITS Surabaya itu. = = = = = = = = = = Harga Kebutuhan Pokok Merangkak Naik Minggu, 23 Juni 2013 | 11:48 WIB - Penulis : Zico Nurrashid Priharseno JAKARTA, KOMPAS — Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhir pekan ini berdampak langsung pada kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat seperti daging, telur, cabai, bawang, dan minyak. Kenaikan harga ini sudah terjadi sejak Jumat lalu. Di pasar tradisional Bendungan Hilir, contohnya, harga telur ayam negeri kini mencapai Rp 19.500, naik Rp 4.500 dari sebelumnya Rp 15.000 per kilogram. Telur ayam kampung pun mengalami kenaikan dari Rp 1.400 menjadi Rp 1.700 per butir. Sedangkan telur puyuh dari Rp 26.000 menjadi Rp 28.000 per kilogram. "Semua harga sudah naik dari hari Jumat. BBM naik, transpor naik, harga-harga (sembako) juga ikut naik. Apalagi sekarang menjelang puasa," kata Inong, salah seorang pedagang telur yang berjualan di Pasar Bendungan Hilir, Minggu (23/6/2013). Hal yang sama juga terjadi di pasar tradisional Senen, Jakarta Pusat. Minyak goreng di pasar ini sebelum kenaikan harga BBM dijual Rp 9.000, naik menjadi Rp 12.000 per kilogram. Bawang putih sebelumnya dijual Rp 34.000 kini menjadi Rp 37.000 per kilogram. "Ya, mau bagaimana lagi, kalau tidak dinaikkan nanti saya yang rugi. Lagipula masyarakat juga tahu kalau BBM naik, harga yang lainnya juga naik," ujar Surtinah (46), seorang pedagang bawang di Pasar Senen, Minggu. Kenaikan harga terjadi pula pada cabai rawit dan cabai keriting. Namun, besarannya tidak begitu signifikan. Sebelumnya, cabai dijual Rp 25.000, kini menjadi Rp 25.500 per kilogram. Cabai keriting dari Rp 39.500 menyentuh Rp 40.000 per kilogram. Lain halnya dengan harga daging yang masih bertahan di sekitar Rp 90.000 per kilogram. Menurut Sri, salah seorang pembeli sembako di pasar tradisional, keputusan menaikkan harga BBM ini tidak tepat karena dilakukan menjelang bulan suci Ramadhan. "Kalau mau menaikkan BBM harusnya juga melihat momen lah. Kalau harga naik semua bagaimana ini, mana sebentar lagi puasa. Kedaan sekarang ternyata tidak lebih baik dari sepuluh tahun lalu. Malah sekarang kondisinya tambah parah," keluhnya saat ditemui Kompas di pasar tradisional Senen. Seperti diketahui, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada Jumat, malam. Harga bahan bakar premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter. Sementara solar dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter. Kenaikan ini sudah ditetapkan mulai Sabtu (22/6/2013) pukul 00.00 WIB. Photo: Peneliti : Kenaikan Harga BBM Untungkan Perusahaan Asing Minggu, 23 Juni 2013 | 11:59 WIB - Penulis : Farid Assifa SURABAYA, KOMPAS — Peneliti dan Direktur Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) Jakarta M Aminudin berpendapat, kenaikan harga BBM 2013 akan menguntungkan perusahaan minyak asing. "Saat ini, SPBU asing sepi pengunjung karena harganya lebih mahal dibandingkan dengan BBM di SPBU Pertamina, seperti Shell (Belanda) dan Total (Prancis), bahkan Petronas (Malaysia) gulung tikar lebih dahulu," katanya di Surabaya, Minggu (23/6/2013). Menurut alumnus FISIP Unair Surabaya itu, dengan kenaikan harga BBM yang dioperatori Pertamina hingga mendekati harga milik SPBU asing pasti SPBU milik asing Shell dan Total akan ramai pembeli. "Itu belum lagi banyaknya perusahaaan minyak asing yang menguasai hulu perminyakan di Indonesia, seperti Chevron, Exxon Mobile, Caltex, Shell, dan British Petroleum. Sekitar 85 persen industri minyak kita dikuasai sektor asing," katanya. Oleh karena itu, kata dia, agenda terselubung dari siapa yang diuntungkan di balik makin mahalnya BBM adalah perusahaan minyak asing yang bercokol di republik ini. "Jadi, tidak benar apa yang menjadi alasan kenaikan harga BBM seperti disebutkan dalam iklan yang ditayangkan di berbagai TV nasional, yakni pembengkakan APBN dan subsidi 85 persen salah sasaran," katanya. Ia menyebut alasan pembengkakan APBN itu ganjil karena kenaikan harga BBM kali ini justru terjadi di tengah harga minyak pasaran internasional (NYMEX) sedang merosot akibat melimpahnya lumbung minyak di Amerika. "Saat ini (2013), harga minyak di pasaran intenasional telah merosot ke kisaran rata-rata 92 dollar per barrel. Banyak negara justru sedang menurunkan harga BBM, termasuk Jordania. Pemerintah Jordania baru saja bulan Juni ini mengumumkan penurunan harga BBM sebesar 3-5 persen karena penurunan harga global," katanya. Terkait dengan alasan subsidi 85 persen salah sasaran juga ganjil karena subsidi itu diberikan dengan dana utang selama dua tahun dengan tanggal penutupan pada 30 Juni 2014, menurut dia, bukan dari dana hasil pemangkasan subsidi BBM. "Jadi, program keluarga harapan, raskin, atau beasiswa untuk keluarga miskin dan juga kompensasi kenaikan harga BBM itu bersumber dari utang luar negeri, bukan dari pemangkasan subsidi BBM," kata Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI (2005) dan Tenaga Ahli DPR RI periode 2008-2009 itu. Ia mengatakan bahwa pemerintah juga berusaha menutupi kenyataan peningkatan pemasukan dari sektor migas bersamaan dengan meningkatnya subsidi. Ketika subsidi BBM terus meningkat, lanjut dia, penerimaan negara dari sektor migas justru meningkat. "Pada tahun 2005, penerimaan migas baru mencapai Rp 138,9 triliun, kemudian pada tahun 2010 penerimaan menjadi Rp 220 triliun, lalu pada ahun 2012 penerimaan migas mencapai Rp 265,94 triliun. Jadi, kenaikan BBM kali ini banyak mengidap ’cacat akuntabilitas’ pengelolaan uang negara," katanya. Realita sesungguhnya, menurut dia, justru kenaikan harga BBM berkorelasi pada rakyat bawah makin sengsara karena harga lain yang ikut meroket dan membuat kalangan kaya yang ada di birokrasi dan pejabat makin makmur karena kenaikan gaji dan tunjangan yang pasti juga akan dinaikkan berlipat dengan alasan penyesuaian. Sebelumnya, Sabtu (22/6/2013), Mendikbud Mohammad Nuh saat membagikan kartu penerima setoran BLSM di Kantor Pos Surabaya, Jalan Kebon Rojo, menegaskan bahwa bantuan itu hendaknya tidak dikaitkan dengan politik, bahkan pemerintah memutuskan penandatangan kartu itu adalah Kepala Bappenas nonparpol agar tidak "dimanfaatkan" kepentingan politis. "Jadi, ada dua yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Pemberian BLSM atau cash transfer adalah wujud yang jangka pendek karena kalau mereka yang sudah tua-tua harus bekerja, ya, kasihan," kata mantan Rektor ITS Surabaya itu. = = = = = = = = = = Harga Kebutuhan Pokok Merangkak Naik Minggu, 23 Juni 2013 | 11:48 WIB - Penulis : Zico Nurrashid Priharseno JAKARTA, KOMPAS — Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhir pekan ini berdampak langsung pada kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat seperti daging, telur, cabai, bawang, dan minyak. Kenaikan harga ini sudah terjadi sejak Jumat lalu. Di pasar tradisional Bendungan Hilir, contohnya, harga telur ayam negeri kini mencapai Rp 19.500, naik Rp 4.500 dari sebelumnya Rp 15.000 per kilogram. Telur ayam kampung pun mengalami kenaikan dari Rp 1.400 menjadi Rp 1.700 per butir. Sedangkan telur puyuh dari Rp 26.000 menjadi Rp 28.000 per kilogram. "Semua harga sudah naik dari hari Jumat. BBM naik, transpor naik, harga-harga (sembako) juga ikut naik. Apalagi sekarang menjelang puasa," kata Inong, salah seorang pedagang telur yang berjualan di Pasar Bendungan Hilir, Minggu (23/6/2013). Hal yang sama juga terjadi di pasar tradisional Senen, Jakarta Pusat. Minyak goreng di pasar ini sebelum kenaikan harga BBM dijual Rp 9.000, naik menjadi Rp 12.000 per kilogram. Bawang putih sebelumnya dijual Rp 34.000 kini menjadi Rp 37.000 per kilogram. "Ya, mau bagaimana lagi, kalau tidak dinaikkan nanti saya yang rugi. Lagipula masyarakat juga tahu kalau BBM naik, harga yang lainnya juga naik," ujar Surtinah (46), seorang pedagang bawang di Pasar Senen, Minggu. Kenaikan harga terjadi pula pada cabai rawit dan cabai keriting. Namun, besarannya tidak begitu signifikan. Sebelumnya, cabai dijual Rp 25.000, kini menjadi Rp 25.500 per kilogram. Cabai keriting dari Rp 39.500 menyentuh Rp 40.000 per kilogram. Lain halnya dengan harga daging yang masih bertahan di sekitar Rp 90.000 per kilogram. Menurut Sri, salah seorang pembeli sembako di pasar tradisional, keputusan menaikkan harga BBM ini tidak tepat karena dilakukan menjelang bulan suci Ramadhan. "Kalau mau menaikkan BBM harusnya juga melihat momen lah. Kalau harga naik semua bagaimana ini, mana sebentar lagi puasa. Kedaan sekarang ternyata tidak lebih baik dari sepuluh tahun lalu. Malah sekarang kondisinya tambah parah," keluhnya saat ditemui Kompas di pasar tradisional Senen. Seperti diketahui, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada Jumat, malam. Harga bahan bakar premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter. Sementara solar dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter. Kenaikan ini sudah ditetapkan mulai Sabtu (22/6/2013) pukul 00.00 WIB.
Posted on: Tue, 25 Jun 2013 00:22:36 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015