Penjelasan Tentang Fenomena Gay Tubuh manusia yang didesain - TopicsExpress



          

Penjelasan Tentang Fenomena Gay Tubuh manusia yang didesain sedemikian rupa oleh Sang Pencipta agar semua fungsi badan yang dimiliki digunakan sesuai dengan perannya masing-masing, ternyata pada prakteknya tidak semulus itu. Peran pria sebagai tombak yang menginspirasi pembuatan colokan listrik dan wanita sebagai landasaan yang menginspirasi stop kontak, tidak menghalangi mereka-mereka yang ingin mengubah hal tersebut. Pria dengan wanita kini menjadi pria dengan pria. Tombak dengan tombak. Apa yang mendorong kaum adam untuk berpindah haluan sudah lama menjadi tanda tanya bagi saya, sampai akhirnya tanda tanya tersebut berubah menjadi tanda seru saat ditemukannya beberapa penjelasan mengenai hal tersebut. Asal muasal mengapa pria dapat berubah haluan menjadi gay, ternyata ada lebih dari satu. Bailey et al (dalam Crookss & Baur, 2006) mengemukakan beberapa sudut pandang mengenai mengapa seseorang menjadi homoseksual. Pertama, dari sudut pandang genetis. Ada yang mengatakan bahwa seorang gay memiliki faktor biologis, seperti hormon, yang mendukung dirinya memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama lelaki. Tidak kalah serunya, gay dilihat dari sudut pandang psikoanalisis. Para tokoh yang memiliki sudut pandang psikoanalisis atau dapat disebut kaum Freudian, menyetujui bahwa bayi adalah Polymorphus Perverse, yaitu arah dari seksualitas bayi sama sekali tidak memiliki perbedaan baik laki-laki ataupun perempuan. Bayi mengarahkan seksualitasnya menuju objek yang pantas dan dianggap tidak pantas. Misalnya bagi bayi laki-laki, secara tidak sadar, bayi tersebut mengarahkan seksualitasnya menuju objek seperti lubang kunci, gelas, dan benda-benda lain yang secara simbolis melambangkan seksualitas perempuan. Apabila terjadi kesalahan dalam mengarahkan seksualitasnya, maka ada kemungkinan bahwa homoseksualitas akan terjadi. Lain lagi halnya dengan pandangan dari teori belajar. Manusia adalah makhluk seksual, namun manusia bukanlah makhluk heteroseksual atau homoseksual. Jadi, hanya melalui pembelajaran, manusia mengetahui bahwa manusia tersebut akan menjadi homoseksual atau heteroseksual. Terakhir ada pandangan yang menitikberatkan pengaruh dari lingkungan sekitar, yaitu pengaruh sosiokultural. Contoh yang paling mudah adalah pengaruh dari labelling. Andaikan kita memberikan label kepada teman kita bahwa ia adalah homoseksual, lama kelamaan, meskipun teman kita adalah laki-laki normal, akan berpikir mengenai apa yang dikatakan oleh orang-orang di sekitarnya. Kemudian dari proses tersebut, ada kemungkinan bahwa teman kita tersebut memiliki kepercayaan diri yang rendah atau mudah terpengaruh kata-kata orang lain, dan jadilah seorang homoseksual. DSM-IV sudah tidak lagi memasukkan homoseksual sebagai salah satu kategori dari gangguan psikologis seseorang.
Posted on: Fri, 01 Nov 2013 14:17:34 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015