Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia (1) Sejak - TopicsExpress



          

Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia (1) Sejak kelahirannya di tahun 1992, berbagai pihak terutama para pemerhati, praktisi, dan pendukung aplikasi ekonomi syariah selalu berharap bahwa Perbankan Syariah akan terus berkembang di Indonesia. Populasi muslim di Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Seharusnya hal tersebut lebih dari cukup untuk menjadi alasan tumbuh dan berkembangnya praktik ekonomi Islam di Indonesia. Bukan hanya karena muslim adalah mayoritas sehingga sah untuk menginginkan sistem keuangan yang berbeda dengan yang sudah ada. Lebih dari itu, sistem bunga yang melekat pada sistem perbankan konvensional, dalam Islam adalah sama dengan praktik riba. Padahal, riba adalah sesuatu yang amat sangat dilarang. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa riba memiliki tujuh puluh tiga pintu, dan dosa riba yang paling ringan itu sama seperti dosa orang yang menyetubuhi ibu kandungnya sendiri.” Na’udzu biLlah. Berbeda dengan perbankan syariah di Malaysia atau Iran yang kemunculanya lebih bersifat government driven, di Indonesia masyarakatlah yang lebih dahulu menghendaki dan mendorong didirikannya Bank Syariah di Indonesia. Jika ditelusuri, kajian dan diskusi tentang Ekonomi dan Keuangan Islam mulai muncul sejak 1980- an (Antonio, 2001). Diantara para tokoh pelopor yang terlibat dalam kajian tersebut, beberapa nama yang sering muncul diantaranya adalah Dawam Rahardjo yang menulis buku bertajuk Perspektif Deklarasi Makkah: Menuju Ekonomi Islam, dan A. M. Saefuddin yang menulis Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Keduanya terbit pada tahun 1987. Untuk mengakomodir apresiasi masyarakat mengenai keinginan untuk berpraktik perbankan tanpa bunga, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan sebuah Lokakarya bertemakan Bunga Bank dan Perbankan. Lokakarya tersebut berlangsung selama tiga hari, 18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Dari lokakarya ini, dihasilkan beberapa kesimpulan, terutama mengukuhkan kembali bahwa bunga bank adalah riba, dan karena itu hukumnya adalah haram. Mengingat sangat pentingnya kesimpulan yang telah dihasilkan, hasil lokakarya tersebut kemudian dikaji lagi secara lebih mendalam dalam Munas MUI pada tanggal 22- 25 Agustus 1990 di Jakarta. Munas ini memberikan rekomendasi yang lebih konkrit yaitu mengamanatkan dibentuknya Kelompok Kerja untuk mendirikan bank yang akan beroperasi tanpa sistem bunga di Indonesia. Satu tahun kemudian, tepatnya tanggal 1 November 1991 berdirilah bank Islam pertama yang dinamakan Bank Muamalat Indonesia (BMI). BMI baru secara efektif beroperasi tujuh bulan kemudian yaitu pada tanggal 1 Mei 1992. Pada waktu itu, diputuskan bahwa pengembangan Bank Umum Syariah merupakan salah satu tugas dari Direktorat Penelitian Pengaturan Perbankan. Sementara, tugas pengawasan Bank Umum Syariah dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Bank. Namun, dikarenakan sifat dan operasionalnya yang berbeda, dibutuhkan sebuah lembaga khusus untuk memayunginya. Akhirnya, pada tanggal 1 April 1999, dibentuklah Tim Pengembangan Bank Syariah pada Biro Penelitian Perbankan. Kurang lebih dua tahun kemudian pada Bulan Mei 2001 dibentuklah Biro Perbankan Syariah (BPS) yang memiliki tugas untuk melakukan penelitian, pengaturan, perizinan, dan pengawasan atas industri perbankan Syariah. Seiring dengan semakin berkembangnya industri perbankan syariah, BPS kemudian ditingkatkan menjadi Direktorat Perbankan Syariah (DPBS) pada Bulan November 2003. DPBS membawahi tujuh tim, yaitu Tim Penelitian, Tim Pengembangan, Tim Pengaturan, Tim Pengawasan 1, Tim Pengawasan 2, Tim Informasi, dan Tim Perijinan. *Dosen STEI Tazkia
Posted on: Mon, 19 Aug 2013 00:24:12 +0000

Trending Topics



ntele României reprezintă
The 2009 Import and Export Market for In-Car Radio Broadcast
TODAY, IM GOING TO BE REAL....... IM SURE EVERYONE IN THIS

Recently Viewed Topics




© 2015