SAKRAMEN REKONSILIASI ATAU TOBAT Pendahuluan Sebelum Konsili - TopicsExpress



          

SAKRAMEN REKONSILIASI ATAU TOBAT Pendahuluan Sebelum Konsili Vatikan II, umat sering mengaku dosa. Akan tetapi dewasa ini, ada gejala bahwa umat jarang pergi mengaku dosa. Seorang pastor pernah berkomentar begini, “Dewasa ini sedikit umat yang mengaku dosa, tetapi banyak yang menyambut komuni”. Komentar ini tentu mengandung nada keprihatinan. Kita tahu bahwa untuk menyambut komuni, umat beriman harus bersih dari dosa berat. Untuk bersih dari dosa berat, umat harus mengaku dosa. Agaknya umat merasa tidak berdosa, sehingga terus menyambut komuni. Pastor M. Scanlan berkata, “Dewasa ini kita lihat Sakramen Tobat telah jatuh ke dalam kesia-siaan yang semakin besar. Pentingnya sakramen ini secara umum tidak dilihat lagi, baik oleh imam maupun oleh umat”. Kita tahu bahwa Sakramen Tobat sebenarnya merupakan suatu kesempatan baik bagi umat untuk membicarakan masalah-masalah emosional dan rohani mereka pada seorang imam. Dalam Sakramen Tobat pun mereka dapat mengalami penyembuhan. Ironisnya, ketika sakramen ini dapat menjadi suatu bantuan besar bagi umat, sakramen ini diabaikan orang banyak. Mengapa dewasa ini umat kurang menghargai Sakramen Tobat? Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebabnya: 1. Umat tidak lagi mengerti tentang konsep dosa. 2. Hilangnya pengakuan diri sebagai orang berdosa. 3. Karena tidak adanya penyembuhan sesudah pengakuan dosa. Banyak umat merasa tidak berguna mengaku dosa, karena Sakramen Tobat tidak membuat mereka bertobat sungguh dan tidak mengubah tingkah laku mereka. Mereka tetap saja jatuh dalam dosa. 1. Bagaimana Sakramen Ini Dinamakan? Ada banyak nama yang disematkan kepada Sakramen Tobat. Dalam Katekismus Gereja Katolik tercantum beberapa nama untuk Sakramen Tobat, antara lain: Sakramen Tobat, karena umat beriman melaksanakan secara sakramental panggilanYesus untuk bertobat (bdk. Mrk 1:15), untuk bangkit dan kembali kepada Bapa (bdk. Luk 15:18). Sakramen Pemulihan, karena umat beriman menyatakan langkah pribadi dan gerejani demi pertobatan, penyesalan dan pemulihan warga Kristen yang berdosa. Sakramen Pengakuan, karena penyampaian pengakuan dosa-dosa di depan imam merupakan unsur hakiki dari sakramen ini. Sakramen Pengampunan, karena oleh absolusi imam, Kristus menganugerahkan secara sakramental kepada orang yang mengakukan dosanya ‘pengampunan dan kedamaian”. Sakramen Perdamaian, karena Kristus memberikan cinta Allah yang mendamaikan: “Berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2Kor 5:20). Dewasa ini, istilah ‘rekonsiliasi’ menjadi kata kunci untuk Sakramen Tobat. Sejak pembaharuan yang dilakukan oleh Konsili Vatikan II, nama ‘rekonsiliasi’ lebih sering dipakai, walaupun nama ‘Sakramen Tobat’ dan “Pengakuan Dosa’ masih tetap dipakai. Dokumen resmi Gereja sendiri biasa menyebut Sakramen Rekonsiliasi dengan ‘Sakramen Tobat” (SC 72). Istilah rekonsiliasi menunjukkan arti rujuknya dua orang atau dua jemaat dengan menghilangan apa saja yang telah memisahkan mereka (bdk. Mat 5:23). Dalam Ef 2:14-18, Yesus disebut ‘damai’ yang tekah merobohkan tembok pemisah antara Yahudi dan bukan Yahudi dengan darah-Nya di salib. Ia telah membasmi perseteruan, sehingga kedua kelompok memiliki satu Roh, dan dalam Roh itu mereka mendekat kepada Bapa. Tetapi agar semua itu sungguh terjadi, umat beriman harus menanggapi sabda Allah, yang memang mengambil inisiatif, yakni memanggil kita dan yang dengan rahmat-Nya membuat pertobatan kita sungguh menjadi kenyataan. Kenyataan ini mengungkapkan bahwa rekonsiliasi menekankan pendekatan ganda, yaitu pendekatan ilahi dan pendekatan manusiawi. Pendekatan ilahi nampak bahwa Allah yang berinisiatif lebih dahulu menawarkan perdamaian kepada umat-Nya. Pendekatan manusiawi adalah tanggapan manusia terhadap tawaran Allah itu dengan sesal sungguh, berdamai dengan sesama dan berdamai dengan alam semesta. 2. Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat dalam Kitab Suci a. Kitab Suci Perjanjian Lama Kitab Suci Perjanjian Lama mengenal praktik pertobatan menurut segi ritual kultis maupun menurut aspek batiniah dan sikap hidup atau perbuatannya. Perjanjian Lama biasanya menghubungkan bencana dan penderitaan sebagai akibat dari dosa. Konteks dosa dan kesalahan itu pertama-tama adalah seluruh umat, bukan satu-persatu orang. “Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri.....Kejahatanmu akan menghajar engkau, dan kemurtadanmu akan menyiksa engkau” (Yer 2:13.19). Kalau seluruh bangsa ingin kembali memiliki damai dan sejahtera, mereka harus bertobat. Pertobatan itu dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk tanda dan upacara kultis, seperti berkumpul untuk mengaku dosa (Ezr 9:13; Neh 9:36-37), berpuasa (Neh 9: 1; Yl 1:14), mengenakan kain kabung (Neh 9:1; Yl 1:13), duduk di atas abu atau menabur abu di atas kepala (Yer 6:26; Yun 3:6), menyampaikan korban bakaran (Im 16: 1-19), dan sebagainya. Namun dalam perwartaan para nabi yang ditekankan adalah tobat batin, pertobatan hati dan sikap hidup yang nampak dalam dimensi sosial. “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya ..... supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi yang lapar ........” (Yes 58:6-7; lihat juga Yun 2:12 Za 1:1-14). b. Paham tobat dalam Perjanjian Baru diungkapkan dengan tiga kata yaitu: 1. menyesal (Yunani: metamelomai), 2. membalik (epistrefo), 3. bertobat (metanoeo). 4. Menyesal dipakai hanya lima kali dalam Perjanjian Baru: Mat 21:30.32, 27:3; 2Kor 7:8; Ibr 7:21. Menyesal selalu berhubungan dengan perbuatan yang lampau. Orang merasa gagal, frustrasi, merasa kecewa dengan perbuatannya sendiri. Maka isi dari kata menyesal sebenarnya adalah negatif. Dan supaya sungguh menjadi tobat, maka perlu disusul oleh: 5. Membalik. Kata ini lebih sering dipakai, sebanyak 36 kali., dan sering mempunyai arti yang biasa, misalnya Mat 12: 44 (bdk. Luk 11:24), “Aku akan kembali ke rumah”. Sebab dasar kata itu berarti berputar, mengubah haluan. Tetapi kalau dihubungkan dengan Tuhan berarti sebagai arah hidup. Misalnya Mrk 4:12, “Supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”. 6. Kata bertobat seolah-olah merupakan tujuan dan puncak dari seluruh proses ini sebagaimana dengan paling jelas dikatakan dalam Mrk 1:15, “Bertobatlah dan percayalah pada Injil”. Kata ini paling umum dalam Perjanjian Baru, sebanyak 34 kali, ditambah 22 kata bendanya: metanoia). Sejak awal karya publik-Nya, Yesus mewartakan perlunya pertobatan untuk menyambut kedatangan Kerajaan Allah. “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu” (Mrk 1:4). Dengan pertobatan itu, orang akan memperoleh pengampunan. Perjanjina Baru menghubungkan pengampunan dosa dengan soal penyembuhan. Hal ini nampak misalnya, dalam Mrk 2:1-12. Teks ini pertama-tama menceritakan tentang orang lumpuh yang mengalami kesembuhan dari Yesus. Yesus juga menganugerahkan pengampunan dosa. Dengan demikian penyembuhan bagi Yesus adalah penyembuhan secara keseluruhan, termasuk penyembuhan terhadap dosa yakni pengampunan dosa. Kedua, teks ini berbicara mengenai kuasa pengampunan yang dimiliki oleh Yesus. “Tetapi supaya kamu tahu bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” (Mrk 2:10). Menurut Perjanjian Baru, kuasa untuk mengampuni dosa yang dimiliki oleh Yesus itu kini diberikan kepada Gereja. Yesus memberikan kuasa itu dalam diri Petrus (Mat 16:19) dan Gereja (Mat 18:18). Dalam Yoh 20: 22-23, Yesus memberikan kuasa untuk pengampunan dosa secara eskatologis kepada Gereja: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada”. Proses pertobatan dalam jemaat tampak dalam Mat 18:15-18 dan teks Paulus (1Kor 5:1-13; bdk. 2Kor 2:5-11). Matius mengenal tahap-tahap bagaimana memperlakukan warga jemaat yang berdosa, hingga pada akhirnya: apakah dosanya dilepaskan (diampuni) atau ia dikucilkan dari jemaat karena dosanya tidak diampuni. Paulus menasihati agar jemaat mengasihani dan mengampuni warga jemaat yang berdosa agar ia diselamatkan (2Kor 2:5-11). Namun bila orang tetap bertahan dalam dosa, maka Paulus menyarankan untuk membuat eks-komunikasi: “Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu” (1Kor 5:13). Masalah pokok bagi Paulus di sini adalah masalah kekudusan seluruh Gereja yang dilukai oleh dosa warganya. 3. Sakramen Rekonsiliasi dalam Sejarah dan Ajaran Praksis Gereja 3.1. Rekonsiliasi Menurut Kebiasaan Patristik Dalam kesaksian dari surat Klemens pada tahun 93-97 pertama kali diungkapkan model pertobatan dengan pengakuan dosa. Pada akhir abad II, dalam kesaksian Tertulianus disebutkan suatu pertobatan yang disebut pertobatan publik. Tobat publik ini dilakukan di hadapat uskup atau imam yang ditunjuk secara khusus untuk itu. Tobat hanya bisa dilaksanakan sekali saja seumur hidup. Kalau orang yang bersangkutan jatuh lagi ke dalam dosa berat, maka orang tersebut harus dikucilkan untuk selama-lamanya. Tobat publik mempunyai tahap sebagai berikut: Pengakuan dosa publik dihadapan seorang uskup atau imam yang ditunjuk untuk pengakuan. Yang dimaksud dengan dosa publik adalah dosa yang dilakukan berhubungan dengan publik, diketahui oleh publik dan menjadi batu sandungan. Dosa-dosa publik itu antara lain: pembunuhan, penganiayaan, murtad (semasa penganiayaan), berzinah, mencuri dan laian-lain. Lewat kotbah-kotbah tentang tobat, pendosa diundang ke pertobatan, dan kalau ia sungguh bertobat berarti ia rela menyerahkan diri kepada pertobatan publik. Sesudah pengakuan uskup menumpangkan tangan pada orang yang bertobat itu. Sesudah itu orang yang bertobat itu mendapat tempat khusus dan diberikan pakaian khusus (kulit kambing). Pemberian tempat dan pakaian khusus ini memperlihatkan bahwa ia terpisah dari jemaat Kristus. Setelah mengakukan dosa, pentobat masuk ke masa tobat. Masa tobat ini berlangsung selama beberapa tahun sesuai dengan denda dosa yang diberikan oleh uskup atau imam. Selama masa pertobatan ini, orang tersebut: Tidak boleh ikut dalam ibadat umat, khususnya dalam perayaan ekaristi. Ia diperlakukan sama dengan calon permandian (katekumen). Ia wajib melakukan wujud pertobatan (semacam denda dosa), seperti berpuasa, beramal, banyak latihan rohani dan berdoa, memberikan sedekah kepada fakir miskin, tidak melakukan hubungan suami-isteri, dan lain sebagainya. Upacara rekonsiliasi, diadakan setelah masa tobat itu selesai dan denda dosanya telah dilaksanakan. Upacara rekonsiliasi atau penerimaan kembali pentobat ke dalam Gereja biasanya dilaksanakan pada hari Kamis Putih. Upacara itu ditandai dengan penumpangan tangan oleh uskup yang memohon pengampunan dosa berkat karunia Roh Kudus atas diri orang yang berdosa tersebut. Rekonsiliasi kembali dengan jemaat berarti juga rekonsiliasi dengan Tuhan. a. Dari Tobat Publik ke Tobat Pribadi Mulai akhir abad VI, rahib-rahib dari Irlandia dan Skotlandia, datang sebagai misionaris ke Eropa. Mereka membawa suatu perayaan tobat yang lain sama sekali. Praktik ini dengan cepat berkembang dan diterima oleh umat. Alasannya adalah praktik tobat terasa lebih ringan dan mudah, yakni dapat dilakukan berulang-ulang dan dilakukan secara pribadi di hadapan seorang imam. Secara teologis-liturgis, ada pengeseran. Pada tobat publik peran umat beriman begitu jelas, sedangkan dalam pengakuan pribadi peran imam sebagai bapa pengakuan menjadi lebih penting. Dari unsur-unsurnya, pada tobat publik unsur penting adalah pelaksanaan wujud tobat dalam perbuatan-perbuatan denda dosa selama masa tobat. Dalam tobat pribadi, unsur penting adalah pengakuan dosa. Dalam rangka tobat pribadi ini, pada abad pertengahan muncul suatu daftar atau tarif denda dosa dalam sebuah buku. Pada mulanya susunan susunan tobat pribadi masih menggunakan tahap-tahap seperti tobat publik, meskipun sudah berbeda, yakni dilakukan di hadapan seorang imam saja. Mula-mula susunan tobat pribadi itu sebagai berikut: pengakuan dosa di hadapan imam, lalu masa tobat untuk menjalankan denda dosa, dan akhirnya absolusi dari imam menandakan rekonsiliasi. Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perubahan, yakni absolusi diberikan langsung setelah pengakuan. Perubahan ini terjadi karena banyak umat setelah mengaku tidak datang lagi untuk menerima absolusi. Tobat pribadi pada mulanya ditentang secara resmi oleh Gereja, misalnya oleh sinode di Toledo pada tahun 589. Pada pembaharuan Karol Agung abad VIII ada usaha kompromi, yakni tobat pribadi untuk dosa pribadi dan tobat publik untuk dosa-dosa publik. Akhirnya pada akhir abad XIII, tobat pribadi diterima dan diajarkan secara resmi oleh Gereja melalui Konsili Lateran IV (1215). 3.3. Teologi Skolastik Mengenai Sakramen Tobat Sakramen Tobat pada zaman Skolastik masuk sebagai salah satu ketujuh sakramen. Petrus Lombardus adalah salah satu tokoh Skolastik awal yang merefleksikan secara teologis praksis tobat pribadi. Tekanan teologi Skolastik mengenai Sakramen Tobat adalah ciri pengadilan dari Sakramen Tobat. Maka saol pokok yang didiskusikan adalah masalah kuasa imam untuk memberikan absolusi atau pelepasan dari dosa. Persoalan mengenai kuasa imam untuk memberikan absolusi ini berkaitan dengan masalah kapan dan bagaimana Allah mengampuni dosa, lalu di mana kedudukan pernyataan absolusi imam itu. Teolog awal menyatakan bahwa absolusi imam itu bersifat deklaratif. Artinya, Allah sendirilah yang mengampuni dosa. Menurut Thomas Aquinas, absolusi bersifat kausatif, yaitu ikut menyebabkan turunnya rahmat pengampunan. Menurut Thomas Aquinas pengampunan dari Allah itu berdaya dan efektif karena interaksi antara pertobatan orang berdosa dan absolusi yang dinyatakan oleh imam. b. Ajaran Resmi Gereja Pada Abad Pertengahan Mengenai Sakramen Tobat Konsili Lateran IV (1215) mewajibkan semua umat beriman untuk mengaku dosa di hadapan imam sedikitnya sekali setahun dan berusaha melaksanakan penitensi. Konsili Forenz memandang tindakan peniten (penyesalan, pengakuan, dan melaksanakan penitensi) sebagai semacam materia Sakramen Tobat, sedangkan formanya adalah kata-kata absolusi dari imam. Konsili Trente (1551) menegaskan ajaran Gereja menghadapi gerakan Gereja Reformasi. Luther menolak tobat sebagai sebuah sakramen. Beberapa pokok ajaran Trente: Sakramen Tobat ditetapkan oleh Yesus sendiri dan dapat diulang. Gereja mempunyai kuasa untuk melepaskan dan mengampuni dosa. Pengakuan sakramental di hadapan imam sesuai dengan perintah Kristus dan ditetapkan oleh hukum ilahi. Menurut hukum ilahi, pengakuan pribadi atas dosa berat adalah keharusan. Semua orang Kristiani wajib mengaku dosa setahun sekali. Absolusi sakramental imam merupakan tindakan penghakiman yang berdaya guna dan bukan sekadar pernyataan yang bersifat nasihat. Hanya imam, juga kalau ia berdosa berat, yang mempunyai kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa. 3.5. Pembaharuan Konsili Vatikan II Pada pertengahan pertama abad XX terjadi gerakan pembaharuan teologi dan liturgi. Perubahan ini juga berdampak pada Sakramen Tobat, di mana Sakramen Tobat direnungkan kembali. Konsili Vatikan II meninjau kembali Sakramen Tobat. Pertama-tama konsili memakai kembali istilah ‘Sakramen Tobat’ (SC 72). Sebab yang terpenting memang tobat dan “orang berimann yang bertobat” (LG 28). Hubungan dengan Gereja atau ciri ekklesial ditekankan. “Mereka yang menerima Sakramen Tobat memperoleh pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja” (LG 11). Pada buku Pedoman Tata Perayaan Tobat (Ordo Paenitentiae tahun 1973) ciri eklesial itu ditampakan dalam kata-kata absolusi: “Melalui pelayanan Gereja, Ia menganugerahkan kepada Saudara pengampunan dan damai”. Ordo Paenitentia menyarankan adanya suatu perayaan atau ibadat tobat yang dibedakan dengan perayaan Sakramen Tobat yang dilakukan dalam pengakuan pribadi. Ada tiga kemungkinan perayaan Sakramen Tobat/Rekonsiliasi yang disampaikan oleh Ordo Paenitentia: Tata Perayaan Rekonsiliasi Pribadi/Perorangan Tata Perayaan Rekonsiliasi beberapa orang dan dilanjutkan pengakuan dan absolusi pribadi (ibadat tobat dan dilanjutkan pengakuan pribadi) Tata Perayaan Rekonsiliasi jemaat dengan pengakuan dan absolusi umum. Untuk memberikan absolusi umum, imam harus mendapat izin dari uskup. Absolusi umum dapat diberikan pada saat: Dalam bahaya maut, misalnya kapal mau karam Jumlah peniten banyak dan tidak cukup banyak bapa pengakuan 7. Dasar Teologis Sakramen Rekonsliasi atau Tobat 4.1. Rekonsiliasi dengan Allah Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat pertama-tama mendamaikan manusia dengan Allah. Perdamaian dengan Allah berarti terjalinnya kembali hubungan kita manusia dengan Allah. Di sini dosa pertama-tama harus dipahami secara relasional. Dosa itu mengakibatkan renggang atau terputusnya hubungan manusia dengan Allah. Perdamaian ini adalah tawar rahmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Melalui Yesus, Allah telah mendamaikan kita umat-Nya (Rom 5:6.8-10). Hanya Tuhan Yesus yang dapat mengampuni dosa. (bdk. Mrk 2:7). “.......Bahwa di dunia Anak Manusia mempunyai kuasa mengampuni dosa” (Mrk 2:10). Ia melaksanakan kuasa ilahi ini: “Dosamu sudah diampunni” (Mrk 2:5). Berkat otoritas ilahi-Nya, Kristus memberikan kuasa ini kepada Gereja (Bdk. Yoh 20:21-23), supaya Gereja pun melaksanakannya atas nama-Nya. Kristus menghendaki bahwa Gereja secara keseluruhan dalam doanya, dalam kehidupannya dan dalam kegiatannya menjadi tanda dan alat pengampunan serta perdamaian yang telah Ia peroleh dengan harga darah-Nya. 4.2. Rekonsiliasi dengan Gereja Dosa yang dilakukan oleh umat beriman tidak hanya merusak hubungannya dengan Allah tetapi juga merusak hubungannya dengan Gereja. Oleh sebab itu Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat juga berdaya mendamaikan kembali hubungan umat beriman dengan Gereja. Paulus memberikan gambaran yang baik mengenai Gereja, yaitu Gereja sebagai satu tubuh (1Kor 12:12-31). Jika salah satu anggota tubuh itu sakit maka seluruh tubuh merasakannya. Demikian pula dosa yang dilakukan oleh seorang dapat merusak seluruh jalinan kehidupan Gereja. Selama hidup-Nya di muka umum , Yesus tidak hanya mengampuni dosa, tetapi menunjukkan juga akibat dari pengampunan. Ia menggabungkan lagi para pendosa yang telah diampuni-Nya ke dalam persekutuan Umat Allah. Satu tanda yang sangat terkenal untuk itu ialah Yesus mengundang para pendosa ke meja-Nya, malahan Ia sendiri duduk di meja mereka. Suatu tindakan yang mengesankan dan sekaligus menyatakan pengampunan oleh Allah (bdk. Luk 15) dan pengembalian ke dalam pangkuan Umat Allah (bdk. Lus 19:9). Yesus sendiri memberikan kepada para Rasul kuasa-Nya untuk mengampuni dosa. Ia juga memberi kepada mereka otoritas untuk mendamaikan para pendosa dengan Gereja. Aspek gerejani dari tugas ini terutama kelihatan dalam perkataan meriah Kristus kepada Simon Petrus: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan surga; apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga, dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga” (Mat 16:19). Jelaslah, bahwa “tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada Petrus, ternyata diberikan juga kepada Dewan para Rasul dalam persekutuan dengan kepalanya” (LG 22). Oleh sebab itu uskup atau imam (yang mengambil bagian dari kuasa uskup) yang mendengarkan dan memberikan absolusi sungguh mewakili seluruh Gereja untuk menerima para pendosa. 4.3. Rekonsiliasi dengan Mahkluk dan Alam Lingkungan Dosa juga merusak tata hubungan kita dengan semua mahkluk dan seluruh alam lingkungan. Paulus menunjukan bahwa kita sebenarnya bersekutu dengan semua mahkluk (Rm 8:19-22). Pada zaman ini semua mahkluk “sama-sama mengeluh dan sama-sama sakit bersalin” (Rom 8:22). Semua mahkluk dan lingkungan saat ini mengeluh karena keserakahan manusia yang menguras dan mengeksploitasi sumber-sumber alam lingkungan. Alam yang rusak mengakibatkan terganggungnya ekosistem yang ada dan menghancurkan juga mahkluk yang ada dalam ekosistem tersebut. Alam lingkungan rusak karena dosa manusia. Oleh karena itu pertobatan manusia mestinya berdampak juga kepada pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup serta pemeliharaan habitat mahkluk hidup yang ada. Ada baiknya pertobatan itu diwujudkan dengan sikap ramah pada lingkungan dan sayang pada mahkluk hidup di sekitar lingkungan kita. 4.4. Pengampunan Dosa dan Pembaharuan Hidup Kristus telah mengadakan Sakramen Tobat untuk anggota-anggota Gereja-Nya yang berdosa, terutama bagi mereka yang jatuh ke dalam dosa berat. Sakramen Tobat memberi kepada mereka kemungkinan baru, supaya pendosa bertobat dan mendapat kembali rahmat pembenaran. Sakramen ini menganugerahkan Roh Kudus sebagai pengampunan dosa dan kekuatan untuk pembaharuan hidup. Maka dalam rumusan absolusi dikatakan: “Allah Bapa.......telah mengutus Roh Kudus bagi pengampunan dosa”. Roh Kudus memberikan daya bagi orang yang bertobat untuk membaharui hidupnya. Tujuan pembaharuan hidup setelah pertobatan adalah menjadi serupa dengan Kristus dalam seluruh hidup, sabda dan nasib-Nya (bdk. Rom 8:29). Roh Kudus menjadi daya kekuatan bagi kita untuk membangun kehidupan baru, di mana kita dari hari ke hari semakin bisa sepikiran dan seperasaan dengan Yesus Kristus (Flp 2:5-11). 8. Unsur-unsur Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat Sesal Sikap yang paling penting dari seorang pentobat adalah sesal, yakni penyesalan yang tulus dan berpaling dari dosa yang telah dilakukan, disertai niat untuk tidak berdosa lagi. Surat Paulus VI memperluas dan memperdalam makna sesal. Perspektif yang lebih luas ini ada dalam kerangka hidup Kristen sebagai keseluruhan. “Kita hanya dapat menghampiri Kerajaan Kristus lewat metanoia, yakni lewat perubahan mendalam di dalam pribadi manusiawi kita secara utuh (totius hominis mutatione), dan dalam pertobatan itu kita mulai meneliti serta memeriksa hidup kita, lalu berusaha menatanya kembali”. Kesungguhan tobat ini tergantung pada sesal yang tulus itu. Karena pertobatan itu harus mempengaruhi orang dari dalam, sehingga dapat sungguh menerangi dia dan membuatnya sedikit demi sedikit makin serupa dengan Kristus. Pengakuan Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat mencakup pengakuan atas dosa-dosa sebagai kelanjutan dari pemeriksaan batin secara jujur di hadapan Allah dan dari penyesalan atas dosa-dosa. Pada masa Tertulianus pengakuan kesalahan dikenal sebagai exomologesis yang berarti lebih merupakan pengakuan umum dari pada rincian dosa-dosa. Kata itu mencakup tindakan ibadat, pengakuan akan kekudusan Allah dan apa yang Dia minta dari kita. Perayaan tobat agaknya melihat kembali tradisi ini, “pemeriksaan batin dan pengakuan verbal harus dilakukan dalam terang kerahiman Allah yang pengasih dan penyayang”. Pengakuan merupakan ungkapan dari keadaan kita seperti apa adanya di hadapan Allah, juga ungkapan sesal yang terkandung di dalam hati kita. Pengakuan adalah bagian dari tanda-sakramental dan bukan sekadar pernyataan teologis. Pengakuan mengungkapkan kebutuhan manusia yang mendalam. Kita dapat dan sungguh menyesal dalam hati atas dosa-dosa kita, tetapi kita juga merasa perlu mengungkapkannya melalui kata-kata atau melalui tindakan lahiriah lain. Suatu permintaan maaf yang tidak diungkapkan secara lahiriah bukanlah permintaan maaf yang tulus. Penitensi Pertobatan sejati digenapi dengan pelaksanaan penitensi atau denda atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Banyak dosa menyebabkan kerugian bagi sesama. Orang harus sedapat mungkin mengganti rugi, umpamanya mengembalikan barang yang dicuri, memperbaiki nama baik orang yang difitnah, memberi silih untuk penghinaan dan lain-lain. Keadilan sendiri sudah menuntut ini. Tetapi di samping itu dosa melukai dan melemahkan pendosa sendiri, demikian pula hubungannya dengan Allah dan dengan sesama. Absolusi menghapuskan dosa, namun tidak mengatasi semua ketidakadilan yang disebabkan oleh dosa. Setelah pendosa mengangkat diri dari dosa, ia harus mendapat kesehatan rohani yang penuh. Ia harus “membuat silih” untuk dosa-dosanya, harus memperbaiki kesalahan atas suatu cara yang cocok. Dalam pandangan ini, ‘penitensi’ merupakan jembatan antara sakramen dan kehidupan sehari-hari. Pandangan ini sepenuhnya sesuai dengan ajaran Paulus VI dalan suratnya Paenitemini: “Mengikuti Sang Guru, setiap orang kristen harus menyangkal diri, memanggul salibnya, dan ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Dengan demikian ia diubah menjadi mirip dengan Kristus yang wafat, dan ia dapat merenungkan kemuliaan kebangkitan. Dengan mengikuti Sang Guru, ia dapat hidup bukan lagi untuk dirinya sendiri tetapi bagi Dia yang mencintai dia dan telah menyerahkan diri untuk dia. Ia akan hidup bagi saudara-saudaranya......”. Hal ini meliputi pertama-tama pengalaman tugas sehari-hari dengan setia dan menerima segala kesulitan dalam pekerjaan serta hidup sehari-hari. ‘Hidup untuk saudara’ berarti melayani sesama dan dalam cakrawala ini, penitensi memiliki dimensi baru. Inilah yang disebut dengan ‘dimensi sosial Sakramen Tobat’. Penitensi yang diberikan bapa pengakuan harus memperhatikan keadaan pribadi peniten dan melayani kepentingan rohaninya. Sejauh mungkin harus sesuai dengan berat dan kodrat dosa yang dilakukannya. Penitensi bukan semacam hukumam sehingga membuat umat beriman takut terhadap sakramen ini. Penitensi dapat berupa doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, pantang secara sukarela, berkorban, dan terutama dalam menerima salib dengan sabar. Absolusi Absolusi adalah tanda kesediaan Allah dan Gereja mengampuni dosa peniten yang menyatakan pertobatan kepada pelayana Gereja, dan dengan demikian sakramen digenapkan. Di satu sisi absolusi adalah tanda jawaban Allah atas permohonan peniten yang mendambakan pengampunan dosa-dosanya. Di sisi lain absolusi merupakan tanda kesediaan Gereja untuk memohonkan rahmat pengampunan dari Allah. Kata-kata absolusi imam terutama mengungkapkan pelayanan hierarki, yang ambil bagian dalam kuasa pengampunan Allah yang dilimpahkan kepada Gereja, sedangkan pengampunan datang dari Allah sendiri. 9. Pelaku Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat Pemimpin Ibadat Pemimpin ibadat adalah pelayan yang mempersiapkan penerimaan Sakramen Tobat dalam ibadat tobat. Pemimpin ibadat ini dapat imam, diakon atau awam (prodiakon). Bapa Pengakuan Bapa pengakuan adalah uskup dan imam yang diberi wewenang untuk mendengarkan pengakuan peniten dan menerimakan absolusi dari Allah. Ia menjadi saksi dan pendukung pertobatan peniten, dan telah disumpah untuk memegang rahasia pengakuan. Bapa pengakuan tidak hanya mendengarkan pengakuan dan ‘menilai’ keadaan si pentobat dalam cara yang serba manusiawi. Bapa pengakuan adalah pelayan pertobatan. Ia melaksanakan ini tidak hanya dalam sakramen, ia harus mewartakan dan memanggil umat beriman untuk bertobat. Seorang bapa pengakuan haruslah mempunyai pengetahuan yang cukup yang diperoleh melalui studi. Pengetahuan ini digunakan dengan bijaksana di bawah bimbingan Gereja dan Roh Kudus. Hendaknya ia senantiasa berdoa mohon penerangan Roh Kudus agar ia dapat membeda-bedakan roh dan dapat memberikan obat yang baik bagi peniten. Lebih dari itu, bapa pengakuan yang disebut seorang ‘bapa’ menunjukan atau mengambarkan Kristus sendiri. Setiap peniten yang datang kepadanya ia harus mengungkapkan ‘hati Bapa’ yang siap mengampuni. Bapa pengakuan adalah tanda kasih Bapa yang ditunjukkan dalam diri Putera yang dalam kerahiman-Nya menghadirkan karya penebusan, dan dengan kuasa-Nya hadir dalam sakramen-sakramen. Peniten Peniten adalah umat beriman yang telah melakukan dosa, namun menyesali dosa-dosanya, bertobat, dan mohon pengampunan. Yang penting dari peniten adalah tobat sungguh dan mau merubah hidupnya agar semakin serupa dengan Kristus. Lewat tindakannya peniten memainkan perannya dalam Sakramen Tobat. Bersama imam, peniten merayakan liturgi Gereja dan terus menerus membaharui dirinya. Pembaharuan peniten ini adalah bagian dari pembaharuan tanpa henti dari Gereja sendiri. 10. Masalah Pastoral dan Solusinya Pada bagian pendahuluan penulis telah menuliskan bahwa dewasa ini Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat sudah kehilangan daya tariknya. Banyak umat yang tidak mengakuan dosa-dosanya. Hal ini disebab oleh: Umat tidak lagi mengerti tentang konsep dosa. Hal ini disebabkan dalam homili/kotbah dan ajaran Gereja, terlalu menekankan sikap kasih dan kurang memberikan penekanan pada rasa bersalah dan berdosa. Maka dalam pengajaran dan homili/kotbah hendaknya ada keseimbangan penekanan antara sikap kasih dan rasa berdosa. Hilangnya pengakuan diri sebagai orang berdosa. Hal ini disebabkan oleh kemajuan cara berpikir dan pendidikan yang tinggi. Orang semakin menjadi rasional dan dalam arti tertentu mudah kehilangan rasa berdosa, sebab orang dapat membuat rasionalisasi perbuatannya. Karena tidak adanya penyembuhan sesudah pengakuan dosa. Banyak umat merasa tidak berguna mengaku dosa, karena Sakramen Tobat tidak membuat mereka bertobat sungguh dan tidak mengubah tingkah laku mereka. Mereka tetap saja jatuh ke dalam dosa. Oleh sebab itu dalam katekese hendaknya ditekankan bahwa sakramen ini sebenarnya mempunyai daya penyembuhan. Bahwa Allah mau umat-Nya sembuh jiwa dan raganya. Maka baik dalam tata perayaan Sakramen Tobat di tambah semacam doa penyembuhan. Bagi beberapa umat, bentuk Sakramen Tobat yang pribadi dan berhadap-hadap dengan imam dapat menjadi masalah. Mereka malu untuk mengakukan dosa pribadi kepada imamnya. Dewasa ini ada pembaruan dalam cara pengakuan. Model tersebut semacam konseling/bimbingan atau sharing rohani. Melalui konseling/bimbingan atau sharing rohani ini, orang diajak untuk menceritakan pengalaman hidup dan kesukarannya atau kesalahannya, bukan semacam laporan atau ‘pengakuan’ telah berbuat dosa. Dengan cara ini orang tidak merasa diadili. 11. 8. Struktur Perayaan Ibadat Tobat dengan Pengakuan dan Absolusi Perorangan 1. Ritus Pembuka 1.1. Lagu Pembuka 1.2. Salam 1.3. Pengantar/Tema 1.4. Doa Pembuka 2. Liturgi Sabda 2.1. Bacaan (-Bacaan) 2.2. Mazmur tanggapan/lagu lain 2.3. Homili a. Pemeriksaan Batin 3. Liturgi Tobat 3.1. Nyanyian Pengantar 3.2. Pengakuan Umum 3.21. Doa Tobat/Doa Pengakuan 3.22. Litani Tobat 3.23. Doa Bapa Kami 3.24. Doa Penutup 3.3. Pengakuan Pribadi dengan absolusi perorangan 3.4. Puji Syukur 3.41. Pengantar (Penitensi Umum) 3.42. Lagu Puji Syukur 3.43. Doa Syukur 4. Ritus Penutup 4.1. Kata Penutup 4.2. Berkat Meriah 4.3. Pengutusan TATA PERAYAAN TOBAT DENGAN PENGAKUAN DAN ABSOLUSI PRIBADI MASA PRAPASKAH UNTUK BIARAWAN-BIARAWATI YANG SEDANG RETRET RITUS PEMBUKA LAGU PEMBUKA: “Karna Belas Kasih” MB 365 Ketika lagu pembuka dinyanyikan, imam berjalan menuju ke altar, lalu imam menghormati Tuhan yang hadir di tengah-tengah umat-Nya dengan berlutut. Setelah itu imam menuju altar dan menciumnya sebagai tanda hormat. Kemudian imam pergi ke mimbar. TANDA SALIB Setelah lagu pembuka selesai, imam dan semua yang hadir membuat tanda salib dengan mengucapkan: I : Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus U: Amin SALAM Sesudah itu sambil membuka tangan atau dengan cara lain menurut kebiasaan setempat, imam menyampaikan SALAM kepada yang hadir dengan mengucapkan: I : Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus besertamu. U: Dan sertamu juga. PENGANTAR/TEMA Imam mengarahkan para peserta retret kepada inti misteri perayaan dengan beberapa patah kata. I : Para suster, frater dan bruder terkasih, Masa Prapaskah adalah masa bertobat, masa membaharui dan menyiapkan diri untuk perayaan penebusan kita yaitu Hari Raya Paskah. Masa ini diliputi ulah tapa dan mati raga: kita berpuasa dan berpantang. Ingatlah, bahwa puasa dan pantang hanyalah sikap lahiriah yang mudah kita laksanakan, tetapi percuma jika tidak disertai dengan hati yang bertobat sungguh. Apa gunanya kita berpuasa kalau hati masih diliputi keserakahan dan iri terhadap sesama? Apa gunanya berpantang jika itu untuk mengelabui mata pembesar dan menyembunyikan kecongkakan? Ibadat tobat yang berkenan di hati Allah bukanlah puasa atau pantang, melainkan hasrat untuk mengubah sikap hati, semakin terbuka bagi sabda dan kehendak Allah, dan semakin terbuka bagi kepentingan sesama. Sekarang marilah kita hening sejenak untuk memohon kerahiman Roh Kudus agar memampukan kita memeriksa batin dengan jujur dan pada akhirnya kita dapat mengakukan dosa-dosa kita dengan jujur dan ihklas. DOA PEMBUKA Setelah hening sejak dengan membuka tangannya sedikit lalu mengatupkannya kembali imam mengucapkan/menyanyikan: I : Marilah berdoa Lalu imam sambil merentangkan tangan, menyanyikan/mengucapkan DOA PEMBUKA sbb: I : Ya Allah, kami bersyukur kepada-Mu, karena Engkau menganugerahkan masa tobat ini. Kami ingin mempergunakan kesempatan ini dengan baik. Kami ingin bertobat dari segala dosa kami: keserakahan, iri hati, benci, kecongkakan dan egoeisme kami. Berkatilah dan teguhkanlah niat kami ini sehingga Masa Prapaskah ini sungguh mengubah hati kami menjadi semakin berkenan pada-Mu dan pada sesama. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putera-Mu, Tuhan kami, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. U: Amin. LITURGI SABDA BACAAN I : Why 2:1-5 “Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu. Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau kamu tidak bertobat.” LAGU ANTAR BACAAN: “Mohon Ampun” (MB 371) BACAAN INJIl : Luk 13:1-9 Pada waktu itu datang kepada Yesus beberapa orang yang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ketimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya, dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.” Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah di sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak tebanglah dia!”. HOMILI 1. Dalam bacaan I, Rasul Yohanes menegur umat di Efesus karena telah meninggalkan jalan yang baik. Kita pun sering seperti umat di Efesus itu. Secara tak sadar kita diayunkan ke sana ke mari oleh kesenangan. Sewaktu sadar, kita sudah begitu jauh menyimpang. Maka sekarang Yohanes menegur kita juga, dan mengajak kita bertobat serta kembali ke jalan yang semula kita gariskan. 2. Dikatakan dalam Injil bahwa hal dari penolakkan bertobat adalah ‘penyiksaan di akhir hidup’ (Luk 13:2-5). Apa maksudnya? Apakah benar bahwa mereka yang tidak mau bertobat akan dibantai beramai-ramai? Tentu bukan demikian. Gambaran di atas hanya mau mengatakan bahwa orang yang tidak mau bertobat akan kehilangan kegembiraan dalam hidupnya, sebab tidak punya ketenangan. Hidupnya akan selalu dikejar-kejar rasa bersalah, rasa diawasi ke mana pun mereka pergi. Misalnya: ekonom rumah tangga yang tidak jujur dalam keuangan. Menjelang akhir bulan ia akan gelisah dan mencari-cari peluang untuk membuat laporan yang tidak benar. Orang ini sudah tahu bahwa ia bersalah. Ia sudah melanggar kaul ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Jika ia tidak mau bertobat, ia pasti mengalami kegelisahan dalam dirinya. Jika kebiasaan ini sudah melekat dalam dirinya, ia pasti akan mengalami kegelisahan yang terus menerus. Lalu pertobatan yang bagaimana yang harus kita lakukan? Berani memulai menyusun kembali hidup baru, meskipun dasarnya hidup lama. Contoh pohon ara baik sekali. Oleh tukang kebun, pohon tersebut diberi kesempatan untuk berbuah agar tidak jadi ditebang (Luk 13:6-9). Pohon ara adalah simbol diri kita masing-masing. Tukang kebun adalah gambaran bahwa hanya dengan pertolongan orang lain yang tahu bidangnya, kita dapat memperbaiki hidup kita. Tukang kebun akan merawat pohon ara dengan pupuk. Pupuk ini merupakan simbol sakramen khususnya Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat. Tinggal masalahnya? Maukah kita menerima Sakramen Tobat? Pada umumnya orang malas mengaku atau menerima sakramen ini. Hal ini bisa disebabkan karena kita merasa malu, tidak bermanfaat untuk mengubah kebiasaan kita. Marilah dalam kesempatan yang baik, kita selaku orang yang terpanggil kembali kepada-Nya. Berani memperbaharui hidup kita kembali. Itulah pertobatan sejati. Bertobat berarti berbalik kepada Allah dan menemukan kembali kekuatan Allah dalam hidup kita. Beranikah kita bertobat? PEMERIKSAAN BATIN Imam dapat membantu kaum beriman dengan renungan-renungan singkat. Kalau dirasa cocok, pemeriksaan batin bersama dapat menggantikan homili. Bagaimana sikapku pada umumnya: mencari kehendak Tuhan atau mencari kehendak sendiri? Terbukakah aku untuk berunding dan berdialog dengan sesama biarawan/wati? Dengan rekan sejawat (sekomunitas) dan warga masyarakat? Apakah aku telah setia melaksanakan kaul-kaul yang telah kuucapkan? Apakah aku berdoa, membaca Kitab Suci dan beribadat dengan baik? Berusahakah aku menerima sesamaku dengan segala kelebihan dan kekurangannya? Ataukah aku selalu penuh kritik, mencela, iri dan membenci mereka? Dapatkah aku mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain? Terbukakah aku untuk perkembangan dan pembaharuan Gereja? LITURGI REKONSILIASI/TOBAT LAGU PENGANTAR : “Sudilah Tuhan Ampuni Kami: (MB 369) PENGAKUAN BERSAMA a. DOA TOBAT I : Para Suster, bruder, dan frater terkasih, kita camkan sabda Kitab Suci ini: “Nasib orang berdosa sengsara belaka, tetapi orang yang percaya kepada Tuhan dilimpahi kasih setia.” Marilah kita menyerahkan seluruh diri kita kepada kerahiman Tuhan dengan mengaku segala kesalahan kita dan mengharapkan dari pada-Nya pengampunan atas segala dosa. I+U: Allah Bapa yang maharahim, bersama anak yang hilang aku berkata: “Aku telah berdosa terhadap Engkau, tak layak lagi aku disebut anak-Mu.” Yesus Kristus, penyelamat dunia, bersama penyamun di salib, aku berdoa: “Ingatlah akan daku, ya Tuhan apabila Engkau datang sebagai raja”. Roh Kudus, sumber cinta kasih, dengan penuh harapan aku mohon: “Sucikanlah aku, supaya dapat hidup tanpa cela.” Amin. b. LITANI TOBAT Setelah doa tobat dilanjutkan dengan LITANI TOBAT. Seluruh doa ini dapat juga dinyanyikan atau hanya aklamasinya saja yang dinyanyikan sedang bait-baitnya dibacakan. Imam sebaiknya mengumumkan lebih dahulu aklamasi yang harus diserukan oleh umat. I : Berbahagialah orang, bila dosanya diampuni, dan kesalahannya dihapus oleh Tuhan. Berbahagialah orang, bila kejahatannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan tulus ikhlas hatinya. Tuhan, kasihanilah kami. U: Tuhan, kasihanilah kami. I : Selama kusembunyikan dosaku, batinku tertekan, dan aku mengeluh sepanjang hari. Tuhan kasihanilah kami. U: Tuhan, kasihanilah kami. I : Siang malam aku sangat tertekan, tenagaku lenyap, bagaikan diisap udara panas. Tuhan Kasihanilah kami. U: Tuhan, kasihanilah kami. I : Maka kuakui dosaku di hadapan Tuhan, dan kesalahanku tidak kusembunyikan. Tuhan, kasihanilah kami. U: Tuhan, kasihanilah kami. I : Ya Tuhan, kuakui segala dosaku di hadapan-Mu, maka segala kesalahanku Kau ampuni. Engkaulah pelindungku dalam kesesakan, Engkau membebaskan dan menggembirakan daku. Tuhan, kasihanilah kami. U: Tuhan, kasihanilah kami. I : Nasib orang berdosa sengsara belaka, tetapi orang yang percaya kepada Tuhan, dilimpahi kasih setia. Tuhan kasihanilah kami. U: Tuhan, kasihanilah kami. c. DOA BAPA KAMI Dengan tangan terkatup, imam mengucapkan/menyanyikan doa BAPA KAMI: I : Kalau kita mengharapkan pengampunan dari Allah, kitapun harus bersedia saling memaafkan. Itulah yang diajarkan Yesus dalam doa Bapa Kami. Oleh sebab itu, marilah kita berdoa kepada-Nya dengan doa yang telah diajarkan oleh Yesus sendiri: Imam merentangkan tangan dan bersama dengan peserta retret mendoakan doa Bapa Kami: I+U: Bapa kami..................... d. DOA PENUTUP Selanjutnya imam dengan membuka tangannya sedikit lalu mengatupkannya kembali mengucapkan/menyanyikan: I : Marilah berdoa Lalu imam sambil merentangkan tangan, menyanyikan/mengucapkan DOA PENUTUP sbb I : Bapa yang mahabaik, kami bersyukur kepada-Mu, sebab dengan semua teguran yang Kausampaikan dalam ibadat ini kami telah menyadari kekurangan kami. Semoga kesadaran ini kami nyatakan dalam pengakuan yang ikhlas. Semoga dengan semangat baru kami kembali ke jalan yang lurus. Dampingilah kami selalu supaya semangat yang berkobar-kobar tetap menyemangati kami untuk selalu tekun mengikuti jalan yang telah Kaugariskan. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami, sepanjang segala masa. U: Amin. PENGAKUAN PRIBADI Imam menuju ke tempat pengakuan yang telah disediakan. Di situ peniten mengakukan dosa-dosanya. Lalu imam mengusulkan penitensi yang berguna dan memberikan absolusi. Selama pengakuan ini hendaknya tetap diusahakan suasana yang khidmat. Sambil menumpangkan tangan kepada peniten, imam berkata: I : Semoga Allah menerangi hati saudara/i supaya dapat mengaku dosa dengan tulus ikhlas. U: Amin Kemudian imam berkata: I : Silahkan sekarang mengaku dosa. U: Bapa, pengakuan saya yang terakhir ......... yang lalu. Dosa-dosa saya ialah ....................... Saya menyesal atas semua dosa saya, dan dengan hormat saya mohon pengampunan dan penitensi yang berguna bagi saya. Sesudah mendengarkan nasihat dari imam serta diberitahu tentang apa yang harus dibuat sebagai penitensi, peniten mengucapkan DOA TOBAT sbb: U: Allah yang maharahim, aku menyesal atas dosa-dosaku. Sebab patut aku Engkau hukum, terutama sebab aku telah menghina Engkau yang mahamurah dan mahabaik bagiku. Aku benci akan segala dosaku dan berjanji dengan pertolongan rahmat-Mu hendak memperbaiki hidupku dan tidak akan berbuat dosa lagi. Allah ampunilah aku, orang berdosa. Setelah peniten mengucapkan Doa Tobat, imam sambil menumpangkan tangan kepada peniten, memberikan ABSOLUSI: I : Allah Bapa yang mahamurah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya, dalam wafat dan kebangkitan Putera-Nya. Ia telah mencurahkan Roh Kudus demi pengampunan dosa. Dan berkat pelayanan Gereja, Ia melimpahkan pengampunan dan damai kepada orang yang bertobat. Maka, saya melepaskan saudara/i dari segala dosa saudara/i, dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. U: Amin. I : Tuhan telah mengampuni segala dosa saudara/i. Pulanglah dengan damai. U: Syukur kepada Allah. PUJIAN SYUKUR a. PENGANTAR (PENITENSI UMUM) Setelah pengakuan selesai, Imam dapat menganjurkan para retretan (biarawan/wati) melakukan usaha konkrit untuk mengungkapkan tobat mereka, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga komunitas dan masyarakat. I : Para suster, bruder dan frater terkasih, kita semua sudah menerima rahmat pengampunan dari Allah. Supaya rahmat itu sungguh meresap dan berdaya bagi kita, marilah kita melaksanakan kehendak Allah. Hendaklah Anda sekalian melaksanakan kebaikan dalam diri sendiri, teman sekomunitas, dan dalam masyarakat. Dengan demikian rahmat pengampunan itu sungguh berdaya guna bagi keselamatan kita semua. b. LAGU PUJI SYUKUR : “Tuhan Sumber Bahagia” (MB 376) c. DOA SYUKUR Imam membuka tangannya sedikit lalu mengatupkannya kembali sambil mengucapkan/menyanyikan: I : Marilah berdoa Lalu imam sambil merentangkan tangan, menyanyikan/mengucapkan DOA SYUKUR sbb: I : Allah yang mahabaik, hari ini kami semua merasa berbahagia sebab dosa kami telah Kauampuni. Pada hari ini juga menjadi nyata bahwa Engkau selalu memperhatikan kami. Engkau selalu dekat pada kami, mengikuti segala langkah kami. Bila kami menyimpang dari jalan yang benar, dengan berbagai cara Engkau menegur kami dan kemudian membimbing kami kembali ke jalan semula. Itu semua membuktikan cinta-Mu kepada kami; Engkau tidak rela kami tersesat dan celaka. Sebaliknya Engkau menginginkan supaya kami selamat dalam perjalanan hidup ini dan akhirnya berbahagia bersama Engkau. Oleh karena itu, ya Bapa, bersama seluruh Gereja kudus kami memuji dan bersyukur kepada-Mu. Semua ini kami panjatkan dengan pengantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami, sepanjang segala masa. U: Amin. RITUS PENUTUP KATA PENUTUP I : Para suster, bruder dan frater terkasih, kita semua bersama-sama telah menerima berkat pengampunan dari Allah Bapa yang mahabaik. Allah senantiasa mencinntai kita walaupun kita sering menyakiti-Nya. Sebagai orang yang telah menerima pengampunan dari-Nya kita harus menjaga kesucian kita dengan bertindak baik dan benar seturut kehendak-Nya. Mari kita hidup dengan penuh kebahagiaan dan sukacita karena kebaikan Tuhan. Sekarang marilah kita mempersiapkan diri untuk memohon dan menerima berkat Tuhan. Kita hening sejenak. BERKAT MERIAH Imam membuka tangan sambil berseru: I : Tuhan besertamu U: Dan bersama rohmu Kemudian sambil menumpangkan/mengarahkan kedua tangan ke arah umat, imam mengucapkan/menyanyikan BERKAT sbb: I : Semoga Allah, sumber kasih dan kesejahteraan, menyertai saudara/i. U: Amin. I : Semoga Allah melimpahkan kegembiraan kepada saudara/i dalam melaksanakan usaha untuk pembaharuan diri. U: Amin. I : Semoga saudara/i bersedia mempertimbangkan segala nasihat dan bersatu padu dalam diri hidup yang rukun dan damai. U: Amin. I : Dan semoga saudara/i sekalian diberkati oleh Allah yang mahakuasa Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. U: Amin. PENGUTUSAN I : Allah menyayangi kita, dan telah sudi mengampuni segala dosa kita. Oleh karena itu patutlah kita bergembira, dan menyatakan rasa terima kasih kita dengan hidup yang layak. Dan perayaan Sakramen Rekonsiliasi/Tobat sudah selesai. U: Syukur kepada Allah I : Pulanglah! Kita diutus. U: Amin. LAGU PENUTUP : “Tuhan Dikau Naungan Hidupku” (MB 378) Sementara Lagu Penutup dinyanyikan, imam memberikan hormat kepada altar dan meninggalkan ruang altar. SARANA YANG DIPERLUKAN 1. Lilin 2. Mimbar atau altar (jika tidak ada mimbar) 3. Alba dan Stola warna ungu 4. Kamar/tempat untuk pengakuan PETUGAS 1. Imam, diakon atau prodiakon 2. Lektor 3. Solis
Posted on: Wed, 31 Jul 2013 02:00:34 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015