SEBAB KAU MEMANGGILKU USMAN November memang selalu penuh berkah - TopicsExpress



          

SEBAB KAU MEMANGGILKU USMAN November memang selalu penuh berkah untuk setiap pengantin baru, pun begitu dengan temanku Mayang, yang baru beberapa bulan kemarin mengucapkan ijab-qabul di masjid dekat rumahku. Ke-intiman jadi sebuah keniscaan mereka berdua tiap malam sepanjang November ini, pastinya. Malam November memang selalu dingin menusuk, bahkan terasa sampai ke tulang. Tapi bagi Mayang, itu bukan masalah, sebab Suyut suaminya, selalu berada di sampingnya meniupkan kehangatan di ujung jemarinya. Sudahlah, lupakan kisah kasih Mayang-Suyut. Malam ini, di penghujung November, aku duduk di teras rumah sembari menyeruput teh hangat tanpa gula dan mendengar petikan gitar Reno dan teman-temannya yang tiap malam gamang menyoal pedekate nya di pos ronda seberang jalan depan rumahku. Malam sudah larut, angin semakin terasa dingin, tapi Reno dan temannya tetap tak beranjak dari pos ronda tongkrongannya, bahkan mereka semakin keranjingan berdendang tak peduli seberapa parau suaranya berteriak se-keras itu, bahkan, jelas terdengar sampai bilik kamarku, Usman Botak !, Usman Botak !, berikan kami nilaimu, naikkan kami kelas Kurang lebih seperti itu plesetan lirik lagu Iwan Fals ala Reno dan temannya terdengar di bilik pintu kamarku. Saat ini, berkat lirik lagu Reno, ku terawang dan ku ingat-ingat kembali beberapa tahun lalu ketika masih berstatus pelajar dulu. Kuingat, kalau dulu Sira memanggilku Usman, bukanlah Roman. Sedikit menyoal tentang definisi Usman. Itu adalah singakatan dari Ustadz Mangure, jadi wajar saja ketika Reno menyebut nama Usman berkali-kali sambil memainkan melodi gitarnya, aku latah seakan tersindir akan panggilan itu. Yah, Roman !. Nama lengkapku adalah Roman. Aku kuliah di salah satu Universitas terkemuka di kotaku. Aku punya beberapa teman hebat yang saat ini sudah menapaki karirnya di luar negeri dan pebisnis ulung. Usman !, begitu Sira dan teman-teman sering memanggilku. Sira dan mereka sekonyong-konyong mengganti nama pemberian kedua orang tuaku. Aku sesekali kesal di panggil Usman, karena akan mengusik pencitraanku kepada gebetanku, Nina. Semua berawal karena perempuan seksi di perempatan lampu merah itu. Siang ini, panas menyengat sesekali desiran debu beterbangan di jalanan kota yang penuh sesak. Sementara aku menikmati segar es teh dingin,di teras kos-kosanku. Beeeeep...!, Telepon genggamku berdering mengusik tegukan minumanku. Di balik telepon, Sira memintaku untuk menemaninya berkeliling mengantarkan surat undangan untuk para dosen yang akan menguji di sidang tugas akhirnya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. Sedikit kuceritakan tentang Sira temanku ini. Sira adalah teman kulih sekaligus teman nongkrongku yang selalu kebetulan datang mengajakku berkeliling kota ketika aku tidak punya cukup uang untuk membeli makan siang dan menyewa Play Station. Sudahlah, cukup singkat saja kuceritakan tentang Sira. Toh, kelak mungkin kau akan tahu seperti apa sosoknya beberapa tahun kelak. Laju motor Sira makin kutancap hingga batas kecepatan maksimal sepeda motor, kami hampir saja jatuh, di perempatan lampu merah itu, karena harus mengerem mendadak. Tidak cukup sampai disitu, kami hampir ditabrak mobil angkot dari belakang karena aku dengan seksama dan khidmat memperhatikan sepatu bola edisi terbaru Cristiano Ronaldo, yang baru akan keluar di pasaran kotaku pekan depan. Tapi sekarang ini, tepatnya di perempatan lampu merah di samping kiri ku, lelaki itu tengah memakai sepatu obsesiku itu, ditambah dengan balutan jersey Player Issue Original bernomor punggung 7. Dengan gagahnya, lelaki itu membonceng kekasihnya yang menurut Sira sangat seksi karena pengaruh balutan hot-pants paduan tank top, yang di kenakannya. Nah disitulah perdebatan ini berawal dan pada titik kesimpulan Sira memanggilku *Ustadz Mangure* lebih kerennya disingkat Usman. Tanpa memberikan kesempatan pembelaan dariku. Sira menuding, jika fokus perhatian dan titik pandangku mengarah kepada kekasih lelaki bersepatu CR7 tadi di lampu merah. Padahal nyatanya aku memang sungguh terobsesi dengan sepatu itu, bukan paha mulus dan belahan dada perempuan seksi itu yang aduhai. Sejatinya, namaku Roman. Aku lebih suka dipanggil seperti itu. Tapi bagiku, panggilan apapun itu, Usman, Maman, Roro, dan Bandoci. Itu tak membuatku marah dan merajuk. Itu mungkin, wujud ekspresi hangatmu untukku kawan, mungkin !. Biiiiiip, nada Smart Phoneku berdering penanda pesan masuk. Di inbox, rupanya Sira mengirim pesan untukku ; Roman, sukses kawan ! Secarik ijazah itu janganlah menjadi sebab terhadap akibat ngeri yang tak rela kita namai nanti. Pisah ini hanyalah awal dari berjuta jumpa dan canda selanjutnya di kemudian hari. Kita adalah hujan. Kita menguap bersama, merintik bersama, kemudian terberai ke sana kemari, memisah diri kerena sungai yang beraneka lintas. Jangan takut, kita akan bermuara di tempat yang sama. Kelak aku akan mencarimu di sana, pun kau akan menemuiku disana. Lalu kita melanjutkan cerita tentang kita selanjutnya (di kutip dari Pages Idea-Umray Bitta). Aku coba membalas pesan Sira melalui fitur smartphone ku meminta klarifikasi pesannya yang begitu sarat makna, berkali kali, lagi ! lagi, dan lagi !. Tapi tetap tak terkirim-undeliv (istilah fitur smartphoneku). Bingungku kini terjawab, setelah melihat status di fitur smartphone Sira. Bismillah, off to Moscow. hah ? Kau benar-benar di sana kawan !. Gumamku ....
Posted on: Thu, 28 Nov 2013 15:14:34 +0000

© 2015